Setiap seniman memiliki mahakaryanya masing-masing. Baik menurut versi si senimannya itu sendiri, maupun versi yang didedahkan oleh para kritikus dan pengamat. Ukuran apa sebenarnya yang bisa diterakan kepada sebuah karya untuk bisa disebut mahakarya? Lantas bagaimana nasib karya-karya mahakarya tersebut terutama yang memiliki nilai sejarah? Apakah konservasi yang dilakukan sudah cukup mampu untuk mengabadikannya?
Highlight:
Tak ada yang menyangkal bahwa seorang Sindudarsono Sudjojono adalah sosok penting dalam perkembangan seni rupa Indonesia. Sebagai perupa yang penting, ia memiliki sejumlah mahakarya. Salah satunya Pertempuran Sultan Agung Melawan Jan Pieterzoon Coen yang dinilai pihak keluarganya sebagai karya penting. Karya tersebut merupakan pesanan dari Gubernur Jakarta Ali Sadikin. Seperti halnya fresco Michaelangelo di Kapel Sistine yang dipesan oleh Paus Julius II dan Paus Clement VII, karya pesanan pun bisa menjadi mahakarya.
- Setiap karya memiliki kisah dan keunikan tersendiri yang melatarbelakangi pembuatannya. Termasuk lukisan Pertempuran Sultan Agung Melawan Jan Pieterzoon Coen. Karya ini menjadi contoh bagaimana kualitas dan daya tarik sebuah karya, bisa dimunculkan dari tema yang dipesan pihak lain.
- Ukuran nilai karya sering kali tak hanya semata-mata pada pencapaian teknik dan keindahan estetik. Riset yang dilakukan penciptanya untuk membuat karya – terutama jenis naratif beraspek sejarah – menjadi salah satu ukuran yang membentuk nilai tersebut. Inilah yang dilakukan Sudjojono dengan melakukan riset untuk karya pesanan dari Museum Sejarah.
- Dibuat pada tahun 1973, lukisan karya Sudjojono ini sempat mengalami kerusakan terutama karena kondisi ruangan pemajangan. Sejumlah upaya restorasi, telah dilakukan bekerja sama dengan negara lain, meski warna yang telah pudar tak lagi bisa diselamatkan.
Memenuhi pesanan dari Ali Sadikin, maestro dunia lukis Indonesia melakukan riset hingga ke negeri Belanda untuk menyelesaikan karya Pertempuran Sultan Agung Melawan Jan Pieterzoon Coen. Ukuran yang besar, riset mendetail, dan muatan cerita sejarah di lukisan ini, menjadikan sejumlah pihak menilai karya ini termasuk mahakarya Sudjojono. Sayangnya, kondisinya sudah tak lagi sama seperti saat lukisan ini pertama kali dipajang di Museum Sejarah, meski sudah mengalami restorasi. Pemudaran warna tak lagi bisa diperbaiki, dan bahkan kondisi ruangan tempat karya ini dipajang, masih akan mengancam kondisinya di masa depan.