“Makin gelap makin keren,” kata Hendro Wiyanto mengomentari didapuknya Kukuh Nuswantoro sebagai pemenang UOB Painting of the Year 2017.
Karya yang dibawa Kukuh berjudul Kegelapan menceritakan tentang dunia yang sedang menuju abad kegelapan, dimana kekacauan, konflik dan peperangan terjadi saling tumpang-tindih. Sisi muram dunia dieksplore habis-habisan, membuat kita yang melihat jadi stres sendiri karena ada banyak ketidaksinkronan, rupa, bentuk yang tidak nyata.
Namun, dibalik segala pesimistik yang amburadul tersebut ada secercah harapan lewat pasangan yang saling berpelukan, tidak peduli dengan kekacauan yang terjadi di sekitarnya. Penggambaran inilah yang dinilai juri mengesankan dan menjadi pembeda di antara karya-karya pemenang lain yang juga mengambil tema sama. “Judulnya menarik, kemudian ada semacam totalitas dan ketuntasan penggambaran dalam karyanya,” tambah Hendro.
Baca juga Dua Abad Politik Seni di Indonesia
Reciprocity atau dalam bahasa Indonesia “timbal-balik” yang diangkat sebagai tema memang menjadi penilaian utama buat para dewan juri; Agung Hujatnikajennong, Hendro Wiyanto dan Nindityo Adipurnomo dalam menentukan siapa menjadi jawara. Bagaimana karya tersebut merasuk ke indra yang melihat sehingga menghasilkan esensi.
“Saya tidak akan menemukan musik yang saya buat ini, kalau tidak melihat karya pemenang,” kata Ananda Sukarlan yang membuat gubahan musik lewat melihat karya Kukuh Nuswantoro.
Ketika foto karya pemenang dikirim via WhatsApp, Ananda sudah mengerjakan sebagian komposisi musiknya, ketika akhirnya dia melihat langsung karya tersebut tak disangka Ananda mengganti ulang gubahan musiknya karena feel yang dia rasakan berbeda.
Benar saja, feel yang kita dapat ketika mendengar gubahan Ananda lalu melihat lukisannya adalah harmonisasi yang melengkapi. Ada applause yang meriah saat Ananda menyuarakan Kegelapan lewat permainan musiknya.
Baca juga Gatot Indrajati Juarai UOB Painting of the Year 2016
“Banyak Hal yang Kita Anggap Sederhana Tetapi Rumit”
Ini dikatakan Hendro dalam pidato sebelum pengumuman pemenang dilangsungkan. Peristiwa-peristiwa sederhana yang sering dianggap biasa, menjadi kebiasaan dan pada ujungnya menimbulkan polemik berkepanjangan.
Seperti karya Diskusi yang ditampilkan Alvian Anta Putra dan menjadi pemenang Most Promising Artist of the Year untuk Kategori Seniman Pendatang Baru. “Keseharian orang-orang zaman sekarang senang mainin gadget dan sudah seperti penyakit tapi juga kebutuhan,” Alvian menerangkan konsepnya.

Sistem kekuasaan yang berwajah dua dan cenderung melakukan penindasan dan membawa kepentingan golongan adalah tema yang diangkat Anis Kurniasih sebagai pemenang Bronze Award untuk Kategori Seniman Pendatang Baru lewat Penanda.
Baca juga Protes Santun ala Deni Ramdani
Dengan material pulpen merah – hitam dan kertas, Anis Kurniasih melukiskan naga “kekuasaan” yang melilit nilai-nilai kemanusiaan. Pada hakikatnya peran seni dalam kondisi timpang ini adalah sebagai penyeimbang dan menyuarakan kebenaran.

Karya yang tak kalah menyenggol isu sosial lainnya adalah Old Mountain and Imaginary Pilars oleh Citra Samita pemenang Gold Award untuk Kategori Seniman Profesional. Pertanyaan-pertanyaan tentang tubuh perempuan yang sering menjadi isu “seksi” diungkap Citra lewat tersebut.
Ada juga Decki Firmansah yang memenangkan Silver Award untuk kategori sama, dimana dia menggambarkan bocah mengenakan Ksatria Baja Hitam yang menginjakkan kaki di genangan air. “Saat mengerjakan karya ini saya mendengarkan lagu I Can See Clearly Now-nya Jimmy Cliff, sebuah lagu yang menerangkan akan selalu ada harapan sehabis hujan turun,” cerita Decki.

Adapun daftar lengkap para pemenangnya, untuk Kategori Seniman Profesional UOB Painting of The Year 2017: Kukuh Nuswantoro (Kegelapan), Gold Award: Citra Sasmita (Old Mountain and Imaginary Pillars), Silver Award: Decki Firmansyah (After Raini) dan Bronze Award: I Wayan Arnata S (Foot Prints). Untuk Kategori Seniman Pendatang Baru Most Promising Artist of The Year: Alvian Anta Putera (Discussion), Gold Award: Galih Reza Suseno (Ruang Epifani), Silver Award: Bambang Nurdiansyah (Berburu Ego di Belantara Jiwa) dan Bronze Award: Anis Kurniasih (Penanda).
Baca juga Lanskap Jiwa Nasjah Djamin
Sebagai pemenang, Kukuh memperoleh kesempatan untuk residensi selama satu bulan di Fukuoka Asian Art Museum Jepang dan menjadi wakil Indonesia berkompetisi di tingkat regional bersaing dengan seniman dari Malaysia, Singapura dan Thailand. Jawara untuk UOB Southeast Asian Painting of the Year akan diumumkan 8 November 2017 di Singapura.
Pun, karya-karya pemenang akan dipamerkan di UOB Plaza Jalan M.H Thamrin Jakarta (26 Oktober – 26 November 2017) dan UOB Art Gallery, UOB Plaza 1, 80 Raffles Place, Singapore (16 November 2017 – akhir Januari 2018).