Indonesian Contemporary Art & Design (ICAD) merupakan perhelatan yang bertujuan mempertemukan dunia kreatif dengan bidang industri. Sayangnya, pertemuan itu tak banyak berhasil diperlihatkan tahun ini.

Sebuah lampu terangkai dari lempengan-lempengan pelat berwarna keemasan, menggantung rendah di salah satu selasar Grandkemang Hotel, Jakarta. Desainnya minimalis, namun tetap menawarkan cita rasa modern. Siapa yang menyangka jika lampu itu sebenarnya dibuat dari puluhan topeng yang biasa digunakan perempuan Arab sebagai bentuk ketaatannya pada agama, Battoolah. Di tangan Layla Mubarak, topeng-topeng itu kini berubah fungsi dan tampil lebih indah.

Ifa Isfansyah dan Kamila Andini, Cerita No.9291208

Sementara itu, di sudut hotel lainnya, pengunjung dikejutkan oleh hadirnya kendaraan tradisional yang mulai jarang didapati di kota Jakarta – dua buah becak tua. Tapi jangan salah, becak ini bukan becak biasa. Keduanya merupakan karya seni ciptaan Dharma Prayoga – kepala studio desain Artura – yang mempoles seluruh badan becak dengan warna putih sehingga menjadi lebih chic. Ia pun mengubah desain bangku sehingga lebih mirip sofa. Bantal-bantal kursi berwarna cerah, hadir mempercantik dudukan becak. Alhasil, hilang sudah kesan becak yang usang.

Selain dua karya di atas, masih ada 48 karya lainnya yang menghiasi lorong-lorong  dan kamar inap Grandkemang Hotel, mulai 30 Agustus hingga 27 September nanti. Di antaranya ada karya seni instalasi, lukisan, fotografi, video, patung, film, dan desain grafis. Seluruh karya tersebut merupakan bagian dari perhelatan Indonesian Contemporary Art & Design (ICAD) yang mengkolaborasi dunia desain, seni rupa, teknologi, entertainment, dan bisnis perhotelan yang tahun ini mengangkat tema ‘Restart: re-start/ rest- art’.

“Kedua makna Restart ini mengacu pada proses revolusi lewat suatu perenungan, jeda sesaat, kemudian diintepretasikan kembali secara kreatif untuk menghadirkan nilai baru ke dalam karya seni,” kata Ketua Pelaksana ICAD 2013, Harry Purwanto, dalam konferensi pers yang digelar di Grand Kemang Hotel, Jumat (30/8) sore.

Tagline yang dipakai pada pameran kali ini adalah ‘Revolutionize History, Reinvent Story’. Dengan pengertian bahwa manusia bisa merevolusi hidupnya, mempelajari dan memahami sejarah budaya, hikayat, dan juga hidupnya untuk menciptakan sejarah baru dari sejarah yang sudah berjalan. Sebagian karya dari total 45peserta yang ikut serta tampak berhasil mengangkat tema ini. Di antaranya karya Irwann Ahmett  bertajuk Kancil Menyeberang Zebra Cross; Ignasiane Marta  dengan Fixation; Harry Purwanto  dengan Penanda Kearifan; dan Eriekn Juragan dengan karya Jaka Tarub & 7 Bidadari.

karya-Sarong-Seri-Aber-Sich-Dish-Vor-oleh-Teguh-Osentrik_edit
Teguh Osentrik, Sarong Seri Aber Sich Dish Vor

Tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, peserta yang terlibat tidak seluruhnya memiliki latar belakang pendidikan seni rupa murni. Di antara mereka ada yang berprofesi sebagai arsitek, desain interior, desain grafis, novelis, sutradara, selebriti, bahkan jurnalis.

“ICAD diselenggarakan bukan hanya sebagai pameran karya seni. Kehadirannya diharapkan bisa menginspirasi dan membuka wawasan para pengunjung,”kata Harry. Dan, benar saja, karya yang tampil di pameran ICAD tak jarang terkesan “gila-gilaan”. Sang seniman seakan-akan ingin mengeksplorasi ide kreatifnya sebebas-bebasnya, tanpa ada tuntutan kebaruan seperti pada bienial ataupun tuntutan laku terjual seperti pada art fair.

Meski demikian, bukan berarti peserta yang terlibat termasuk peserta ‘asal-asalan’. Justru di antara mereka ada seniman-seniman yang kalibernya sudah memasuki ranah internasional. Lihat saja di pameran kali ini, ada nama Teguh Ostenrik, Yani M. Sastranegara, Dolorosa Sinaga, Hanafi.

Namun, ada sesuatu yang kurang dalam parhelatan tahun ini. Karya-karya yang ditampilkan terasa ‘miskin’ fungsi guna, utilities. Padahal, ujung yang dituju pameran ICAD adalah mempertemukan seluruh insan kreatif dari berbagai bidang dengan dunia industri. Dunia yang menitikberatkan tidak saja pada keindahan, estetika, tapi juga fungsi. Alhasil, pameran kali ini terlihat tak jauh berbeda dengan pameran seni rupa biasanya.

karya-Sculptures-Boxes-on-The-Wall-oleh-Dolorosa-Sinaga_edit
Dolorosa Sinaga, Sculptures Boxes on The Wall

Di luar segala kekurangan itu, ICAD tetap dinilai berhasil merangkul seluruh komponen kreatif tanah air dalam satu ajang besar. Kesuksesan juga terlihat dari banyaknya tamu mancanegara yang hadir dalam acara tersebut. Bagaimanapun, pameran serupa ICAD harus tetap didukung untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat industri kreatif di Asia.