Bayangkan diri anda ketika terbangun di pagi hari. Apa yang langsung anda lakukan? Berdoa? Memeriksa handphone dan akun sosial media? Atau mungkin, langsung ke kamar mandi dan mandi pagi? Tanpa kita sadari, semua hal yang kita lakukan perlahan membentuk sebuah ritual tertentu. Kita dengan teratur mengikuti ritual yang membentuk sebuah kebiasaan. Tanpa diragukan, hadirnya kebiasaan sehari-hari sangat penting dalam hidup kita, walaupun mungkin kita terkadang tidak menyadarinya.
Melalui proses menemukan kembali peranan penting ritme kehidupan, Katia Engel terinspirasi untuk mengangkat konsep resital untuk keterlibatannya dalam Jogja Artweeks (JAW) 2015. Konsep ini masuk ke dalam kategori seni rupa dan pertunjukan dalam bentuk sebuah pertunjukan tari yang di kombinasi dengan aransemen suara. Dalam upaya menyampaikan konsep kreatifnya, Katia memilih untuk fokus kepada proses ketika menciptakan karya topeng ukirannya. Pertunjukan berjudul “ From Starting to Cut the Wood”, contohnya diciptakan secara kolaboratif dengan Ari Ersandi, seorang penari dari ISI Yogyakarta dan Ki Pono Wiguno; seorang pemahat topeng dari Sewon, Bantul.
Karena mengikutsertakan unsur-unsur seperti aransemen cahaya, suara, dan pengaturan ruang yang spesifik, seni pertunjukan terkadang terskesan rumit. Demi memaksimalkan konsepnya, dalam karya ini Katia lebih memilih fokus sebagai sutradara pertunjukan dan mempercayakan Ari sebagai penari tunggal yang menjadi simbol dari topeng itu sendiri. Simbolisasi ini ditunjukkan melalui proses memahat, melapis, dan memoles topeng yang digambarkan melalui gerak-gerik sang penari.
“Karya ini kaya akan konsep. Dari satu sisi resital ini memperlihatkan makin mengurangnya komunikasi langsung dikarenakan perkembangan teknologi. Manusia seringkali mengabaikan ritme kehidupan, sebuah apresiasi terhadap proses menciptakan sesuatu seringkali disisihkan ketimbang pencapaian hasil akhir.”, ujar Katia ketika di wawancara. Ki Pono Wiguno yang lebih sering dipanggil Pono pun berpendapat bahwa “Orang-orang seringkali terlalu sibuk ‘membentuk’ persepsi tentang orang lain, hingga mereka lupa bahwa mereka sendiri menjadji objek persepsi orang lain”.
Tidak seperti pertunjukan seni lainnya, pertunjukan Katia tidak diiringi musik. Sebelum pertunjukan, Pono memahat topeng dan proses serta bunyinya direkam. Rekaman ini digunakan sebagai background music. Resital ini akan diadakan di auditorium IFI Yogyakarta yang terletak di Sagan. Proses mewujudkan konsepsi sebuah topeng dari seni tari bukanlah hal yang mudah. Bagi Katia, menari bukan hanya sekedar menggerakan tubuh, tapi juga menyampaikan sebuah cerita. Untuk resital ini, Katia perlu seseorang yang bisa mewujudkan ini. “Saya memilih Ari karena saya memahami latar belakangnya. Dari sejak ia memulai belajar tari, karakternya yang kuat sudah terlihat”, ujar Katia. Ia berharap kemampuan tari Ari yang unik dapat tercermin kepada penonton.
“ Buat saya, menari adalah sebuah proses kontemplasi”, menurut Ari yang di wawancara setelah latihan. Dengan kesadaran penuh akan peran pentingnya dalam mewujudkan konsepsi topeng, Ari mengingat awal karirnya di dunia seni tari. Baginya, topeng menyimbolkan kebohongan – atau sesuatu yang disembunyikan. Melalui tubuhnya, ia ingin menyampaikan sebuah cerita. Walaupun telah mempelajari ethnomusicology selama sembilan tahun, semua gerakan tari yang ditunjukkannya di tarian ini memperlihatkan gairah seorang penari muda.
“Secara keseluruhan, pertunjukan ini membangkitkan sisi kontemplatif manusia. Sebaliknya, banyak seniman yang malahan terlalu sibuk menghibur penonton.”, tambah Katia. Menurutnya, sukacita terbesar bagi seorang seniman adalah ketika karyanya dapat menggerakan hati para penontonnya.
Datang dan saksikanlah secara langsung resital Katia yang akan diadakan pada 11 Juni di auditorium IFI Yogyakarta, jl. Sagan 3. Akan ada dua pertunjukan pada pukul 16.30 dan 20.30. Harga tiket masuk Rp.15.000 dan bisa dipesan melalui Rahayu (085601913378). Melalui kesempatan ini penonton dapat melihat langsung sejauh mana Katia dapat menggerakan penonton ke dalam cerminan diri mereka sendiri.