Karya Ignasius memiliki arsiran halus dengan bekal teknik yang bagus, daya personalnya tinggi, visualisasinya menarik, dan mengusung kuat tema lokal.
Lomba gambar (drawing) yang digelar Galeri Nasional akhirnya dimenangkan oleh Ignasius Dicky Takndare. Gambar itu berjudul Werupak Elosak berukuran kertas A2 dengan menggunakan pensil warna.
Gambar ciptaan Ignasius ini menghadirkan figur mumi yang semasa hidup bernama Werupak Elosak. Sampai sekarang mumi itu berumur 234 tahun. Werupak Elosak mengenakan pakaian tradisional seperti koteka, masih utuh. Ia adalah panglima perang dan meninggal akibat luka tusukan sege (tombak). Lukanya pun masih terlihat jelas hingga kini. Selain untuk menghormati jasa semasa hidupnya, Jasad Werupak dijadikan mumi, juga karena Werupak sendiri yang meminta. Ia ingin supaya mayatnya diawetkan.
Pada drawing Ignasius, sosok Werupak Elosak dihadirkan dalam posisi duduk dengan salah satu kakinya diganjal lantaran terlalu pendek, meringkuk di kursinya, badan kurus kering dan tatapan kosong. Di belakangnya tampak dinding yang terbuat dari potongan papan yang diikat pada batang pohon yang masih utuh. Di samping sosok itu berdiri alat musik tifa dan sesosok makhluk aneh mencium tifa itu.
Karya Werupak Elosak memancarkan kesunyian yang dialami sosok di atas kursi dengan badan kurus kering, wajah kosong, dan ruangan yang terdiri dari dinding papan kayu tua. Karya ini secara isi menginformasikan situasi yang dialami oleh manusia Papua dengan sekian riwayat budayanya.
Lewat karya ini, pada 16 November 2013 di Jakarta, lima juri menilai karyanya paling layak untuk memenangkan lomba dengan tema “Panorama Indonesia”. Adapun kelima juri tersebut adalah Ivan Sagita, I Gusti Nengah Nurata, Hartoto Indra, Sarnadi Adam, dan Ipe Ma’ruf.
Sementara untuk juara kedua diraih oleh Agustan dengan drawing berjudul Ma’ Tinggoro Tedong (Potong Kerbau Toraja) dengan pensil warna di atas kertas A2. Peringkat ketiga diraih Rangga Jalu Pamungkas dengan judul karya Iki Yogya Le! (Ini Yogya, Nak!) dengan pensil warna di atas kertas A2.
Sedangkan peringkat Harapan 1 diraih Engga Romadioni dengan judul karya Panen Tiba, menggunakan pensil warna di atas kertas A2. Kemudian karya Harapan 3 dimenangkan Reza Pratisca Hasibuan dengan judul karya Aku Bangga Jadi Warga Yogya menggunakan pulpen hitam di atas kertas A2.
Menurut juri pencapaian para pemenang 1, 2, dan 3 telah memenuhi aspek norma-norma seni rupa. Kemampuan karya-karya yang mereka buat melampaui karya-karya yang diikuti 150 peserta dari penjuru tanah air. Aspek teknis dan non teknis menjadi ukuran penetapan juara pada program Lomba Gambar (drawing) Panorama Indonesia 2013 yang diselenggarakan Galeri Nasional bekerja sama dengan Multi Arta Mayida sebagai pelaksana.
“Kelima karya yang menang memberi infomasi kepada kita bagaimana para peserta tersebut bersentuhan dengan budaya lokal di mana mereka berada. Ini sesuai dengan maksud dari tema “panorama Indonesia” yang telah ditetapkan panitia,” kata I Gusti Nengah Nurata.
Memang semua juara dalam lomba gambar ini menjaring karya dengan muatan lokal. Pada juara 2 dengan judul karya Ma’ Tinggoro Tedong atau Potong Kerbau Toraja secara jelas menggambarkan proses potong kerbau untuk keperluan ritual adat Toraja. Potong kerbau dilakukan di depan kuburan para leluhur dengan penampakan berupa patung-patung kecil yang diletakkan di dinding luar di lereng perbukitan.
Uniknya, dalam gambar ini ada adegan pemotongan yang dilakukan seorang diri tanpa persiapan khusus. Tampak seorang lelaki dewasa memegang tali yang mengikat pada hidung kerbau dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan menyabetkan pisau tepat ke leher kerbau. Aksi lelaki itu terlihat tidak kesulitan meskipun tanpa bantuan orang lain. Darah menyembur ke udara dari luka akibat sabetan pisau.
Karya Rangga Jalu Pamungkas yang memenangkan juara 3 membawakan nuansa kultural Yogyakarta hari ini. Karya itu berjudul Iki Yogya, Le! atau Ini Yogya, Nak!. Karya yang dibuat dengan pensil warna tersebut memperlihatkan seorang nenek dalam pakaian jarik (kain) batik pada bagian bawah dan bagian atas juga menggunakan batik dengan jahitan khas Jawa. Rambutnya disanggul dan tas dicangklong di salah satu sisi pundaknya.
Yang menjadikan gambar ini menjadi Yogya bukan karena judul atau tulisan di dalam karya: Warga Ngadisuryan. Yang menjadikan ciri khas Yogya atau Jawa pada umumnya adalah cara berjalan nenek tersebut. Simbol atau tulisan lainnya adalah pendukung. Juga dinding keraton yang menjadi kekhasan Yogya.
Sementara karya Panen Tiba dari Engga Romadioni menggambarkan suasana ritual selamatan warga desa saat panen. Yang unik dari karya ini adalah penggunaan 17 kolase yang ditempel di atas kertas A2. Kolase-kolase itu menggambarkan berbagai hasil pertanian, antara lain hasil pertanian berupa jagung, buah-buahan, wortel dan sebagainya dan hewan piaraan berupa sapi dan ikan. Gagasan ini tidak terbilang brilian dari segi tema, tetapi kolase yang jarang digunakan para pembuat gambar membuat juri memilih karya ini.
Gambar Aku Bangga Jadi Warga Yogya karya Reza Pratisca Hasibuan menjadi pemenang Harapan 2 yang menggambarkan sosok kepala orang tua dengan blangkon, becak khas Yogya, keris, Tugu Yogya, Gunung Merapi, dan lampu khas Malioboro. Suguhan Yogya yang menjadi ikon kota budaya menjadikan karya ini menang.
“Penilaian kami lakukan dengan cara multi-interpretatif baik aspek bentuk maupun aspek tematik. Salah satu poinnya karya tidak verbal,” ungkap Ivan Sagita yang terkenal dengan lukisan objek binatang sapi.
Para juri melakukan pemilihan dari 150 menjadi 50 karya. Dari situ dipilih 25 karya yang selanjutnya mengerucut ke delapan karya. Dari delapan karya para juri memilih tiga besar. Lima sisanya dikembalikan pada jumlah 25 setelah dikurangi tiga pemenang, yaitu 22 karya. Dari sana para juri memilih peringkat harapan 1 dan 2. Karya Engga Romadioni akhirnya terpilih menjadi Harapan 1, sementara karya Reza Pratisca Hasibuan di peringkat 2.
Kelima karya pemenang ini pada Desember tahun ini akan dipamerkan bersama 50 gambar lain di Pasuruan, Jawa Timur. Untuk itu, selamat kepada lima pemenang lomba gambar panorama Indonesia 2013.***
[…] award winning drawing of Ignasius is entitled as Werupak Elosak. The drawing was made on an A2 paper using colored pencils. The drawing depicted a 234 years old […]