Berawal dari kesukaan menulis di media sosial, khususnya Facebook, S. Dian Andryanto kini kembali mengenalkan dua buku terbarunya kepada publik.
Siang pada Sabtu, 15 Oktober 2016, di Museum Nasional Indonesia (Museum Gajah), Jakarta, diluncurkan buku Dian Andryanto, #sayabelajarhidup SIMFONI dan peluncuran ulang #sayabelajarhidup MATUR SUKSMA.
“Simfoni tak akan terdengar harmoni jika berdamai dengan diri sendiri sulit sekali. Simfoni tak akan terjadi jika mampu membunuh empati, dan mengubur simpati dalam diri. Simfoni tak kan bisa dirasakan sampai kapanpun bila keras hati dan bergelimang ambisi tak terang sama sekali. Hiduplah dalam simfoni bersama alunan nurani dan kata hati.”
Kutipan tersebut merupakan secuil gambaran dari buku terbaru #sayabelajarhidup SIMFONI, yang diambil dari kumpulan tulisan Dian sejak Oktober 2015 – Oktober 2016. Sedangkan #sayabelajarhidup MATUR SUKSMA merupakan tulisan yang belum pernah dipublikasi.
Terinspirasi dari perjalanannya di Pulau Bali bersama sang istri, buku ini juga, menurutnya, salah satu cara mempromosikan wisata Bali yang sudah dikenal sebagai destinasi pilihan di Indonesia. “Saya hanya memotret, lalu melukiskan gambar itu dengan kata-kata. Foto yang banyak berasal dari perjalanan tugas”, ujar Dian.
“’Matur suksma’ (terima kasih) itu sebagai ungkapan yang masih kerap kita dengar di Bali, ungkapan yang saya harap tidak akan hilang meski pengucapan dan dengan bahasa berbeda di manapun di bumi ini,” tambahnya.
Dian Andryanto, yang selama ini aktif menumpahkan pemikirannya ke media sosial Facebook, sebelumnya telah membukukan kumpulan kata lewat tiga buku, yakni #sayabelajarhidup EMPATI, SIMPATI, dan HARMONI di tahun 2015. Diterbitkan oleh Langgam Komunika, karya Dian tersebut mendapat sambutan positif dari pembaca setianya yang tergabung dalam kerabat #sayabelajarhidup di Indonesia.
Urry Kartopati, Pimpinan Produksi Langgam Komunika sekaligus juga istri Dian Andryanto menjelaskan tentang alasan menerbitkan buku #sayabelajarhidup pada saat peluncuran.
“Ini adalah perjuangan panjang. Tidak semua penerbit besar menerbitkan pemikiran khusus.
Buku ini merupakan suara hati penulisnya, apa yang dirasakan, dan penulis berharap bisa menjadi inspirasi” ujar Urry. “Sebagai penerbit independen saya juga merasa tertantang supaya ini (penerbitan tulisan Dian) bisa terjadi.”
Terjun di ranah media sejak tahun 1992, Dian mengakui bahwa menulis merupakan salah satu cara untuk lari dari rasa jenuh yang acap kali singgah.
“Saya belajar dari banyak hal untuk menyikapi hidup. Simfoni ini merupakan apresiasi terbesar saya untuk teman di manapun, yaitu kerabat #sayabelajarhidup yang telah mengapresiasi tulisan saya lewat jempol mereka,” kata Dian.