Secara global, ada empat jenis kopi yang dikonsumsi dan diperdagangkan di dunia, yaitu arabika (Coffea arabica), robusta (Coffea canephora), liberika (Coffea liberica), dan excelsa (Coffea liberica). Dari keempatnya, arabika dan robusta lebih mendominasi pasar kopi dunia dengan persentase mencapai 93%.
Walau diklasifikasikan sebagai varietas yang berbeda, pada dasarnya arabika merupakan “anak” dari robusta. Lahirnya varietas arabika dipercaya merupakan hasil dari persilangan serbuk sari robusta dengan bunga eugenioides.
Baca juga Memuaskan Peminum Kopi a la Daroe Handojo
Kopi Arabika
Secara historis, kopi arabika berasal Afrika bagian timur serta wilayah Arab yang kemudian diperkenalkan ke benua Eropa dan Amerika pada abad ke-17. Jenis yang sama juga dibawa ke Indonesia oleh Belanda di sekitar tahun 1696 dan berkembang menjadi tanaman rakyat.
Kopi arabika dapat ditanam di lahan dengan ketinggian 800 hingga mdpl, namun akan bertahan dengan baik apabila dibudidayakan di atas ketinggian 1.000 mdpl karena risiko penyakit yang lebih rendah.
Saat ini Brasil, Kolombia, dan Honduras menjadi tiga negara penghasil kopi arabika terbesar di dunia dengan persentase 62%.
Karakteristik kopi arabika cenderung manis, dengan rasa lebih halus, dan tingkat keasaman lebih tinggi dibandingkan robusta. Penikmat kopi dapat merasakan hint rasa buah-buahan, beri, kacang, hingga coklat.
Baca juga Sedapnya Kopi, dari Curiga Anak Gembala
Berbeda halnya dengan kopi robusta yang biasanya hanya meninggalkan aftertaste kacang-kacangan. Kompleksitas dari rasa arabika inilah yang membuat lebih banyak penikmat kopi lebih memilih arabika.
Amerika Serikat sebagai konsumen terbesar kopi di dunia memiliki preferensi yang sangat tinggi terhadap jenis kopi ini. Sangat jarang ditemukan adanya roasters di AS yang memanfaatkan robusta dalam pengolahan biji kopi, meskipun hanya sebagai pencampuran arabika. Rasa robusta yang terlalu berat dianggap tidak masuk dalam kategori specialty coffee.
Arabika di Indonesia memiliki berbagai macam specialty yang membuatnya banyak dijadikan karakter dasar rasa kopi di seluruh dunia sebagai bahan pencampur. Beberapa jenis kopi arabika yang telah mendapatkan sorotan secara global antara lain kopi Toraja, Mandheling, Lintong, Wamena Papua, Aceh Gayo, dan Flores.
Kopi Robusta
Pada dasarnya, perawatan robusta lebih mudah dibandingkan arabika, yang membuatnya memiliki biaya produksi lebih rendah serta resisten terhadap penyakit.
Mayoritas robusta diproduksi di Vietnam yang diperkenalkan Prancis saat menduduki negara tersebut pada abad ke-19. Negara lain yang juga produsen utama robusta adalah India, Brasil, Indonesia, dan Uganda.
Baca juga Jalan Leluhur Rumah Kopi Semarang
Di Indonesia, tanaman ini didatangkan dari Afrika pada tahun 1900 sebagai solusi atas permasalahan penyakit karat daun yang menyerang perkebunan kopi arabika. Kopi robusta saat ini mendominasi produksi kopi di Indonesia dengan persentase 73%, dengan produsen terbesar wilayah Sumatera bagian selatan.
Kopi robusta dikenal dengan karakteristiknya yang memiliki tingkat keasaman rendah namun cenderung lebih pahit. Itu sebab pemanfaatannya sebagai filler dalam campuran ground coffee untuk memberikan rasa lebih “kuat” dan “finish”. Biji kopi robusta yang melalui washed process bahkan lebih disukai ketimbang arabika kualitas rendah.
Kopi Liberika
Berasal dari Liberia, Afrika Barat, kopi liberika (Coffea liberica) mengisi hanya 1% di pasar global. Indonesia, Malaysia, Filipina, Afrika Barat, Guyana, serta Suriname menjadi daerah yang membudidayakan liberika.
Kopi liberika dibawa masuk ke Indonesia oleh Belanda pada abad ke-19 untuk menggantikan kopi arabika yang terserang hama. Sayangnya, kopi liberika yang ditanam tersebut juga terserang penyakit karat daun pada 1907 dan digeser kehadirannya oleh kopi robusta.
Salah satu kopi liberika yang dikenal di Indonesia adalah kopi liberika Tungkal Jambi yang telah memperoleh sertifikat indikasi geografis (IG) dari Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada 2015.
Kopi liberika asal Indonesia kebanyakan diekspor ke Malaysia dan sisanya diperdagangkan secara lokal.
Baca juga Omerta dan Cerita Bohong tentang Kopi
Meski kualitas kopi liberika lebih inferior dibanding kopi arabika, tanaman ini tetap dibudidayakan karena memiliki keunggulan. Dengan ukuran tanaman yang lebih besar dibanding arabika, liberika memiliki daya tahan yang baik di cuaca tropis yang amat terik. Karenanya mampu hidup meski tanpa tanaman penaung.
Jenis liberika tumbuh baik di daerah tropis dataran rendah yang memiliki ketinggian 400-600 meter dari permukaan laut dengan suhu tumbuh ideal pada kisaran 27-30 derajat Celsius. Selain itu, kopi liberika mampu beradaptasi dan tumbuh di lahan gambut yang tidak mungkin ditanami kopi jenis lain.
Di sisi lain, kopi liberika memiliki rasa yang terbilang unik, yakni menyerupai nangka dan sayuran, serta tidak terlalu asam.
Kopi Excelsa
Kopi excelsa ditemukan Aug. Chevalier di wilayah Afrika Barat pada awal abad ke-20. Kopi excelsa sesungguhnya varietas turunan dari kopi liberika sehingga dikoreksi namanya menjadi Coffea liberica var dewevrei.
Seperti liberika, kopi excelsa juga mampu berkembang di lahan gambut yang minim kesuburan dan di dataran rendah yang cenderung lembap. Varietas ini dinilai sebagai tanaman kopi yang tangguh terhadap penyakit.
Baca juga Bakoel Koffie, Ikhtiar Melanjutkan Garis Kopi
Varietas ini tumbuh di Indonesia, yakni di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, dengan produksi mencapai 1,1 ton per tahun. Hasil produksi tersebut sebagian besar diekspor ke Malaysia untuk dicampur dengan kopi excelsa Malaysia dan selanjutnya diekspor ke Eropa dan negara lainnya.
Biji kopi excelsa lebih kecil dari robusta namun memiliki warna kuning terang seperti liberika. Aroma kopi excelsa kuat dan memiliki kandungan kafein yang tinggi sehingga rasanya cenderung pahit.
Rasanya tergolong unik, karena menyerupai tart dan buah-buahan. Jenis kopi ini di dunia industri lebih sering dimanfaatkan untuk bahan campuran (blending) kopi arabika dan robusta.