Lorenzo Rudolf, Presiden Art Stage Singapore, dalam sesi presentasi di Artotel Thamrin, Jakarta (19/11)
Lorenzo Rudolf, Presiden Art Stage Singapore, dalam sesi presentasi di Artotel Thamrin, Jakarta (19/11)
Lorenzo Rudolf, Presiden Art Stage Singapore, dalam sesi presentasi di Artotel Thamrin, Jakarta (19/11)

Art Fair bergengsi di Asia, Art Stage Singapore, akan kembali digelar untuk yang keenam kalinya pada 21-24 Januari 2016 nanti. Lorenzo Rudolf, Pendiri dan Presiden Art Stage Singapore menegaskan dalam sesi presentasi di Artotel Thamrin, Jakarta, 19 November 2015, bahwa Art Stage Singapore tidak hanya mementingkan penjualan, namun juga menumbuhkan kesadaran masyarakat global akan seni kontemporer di Asia Tenggara.

“Membicarakan komersil dan non-komersil itu adalah diskusi yang using. Keduanya adalah bagian dari seni itu sendiri dan di Art Stage, kami berupaya juga membuat ekosistem yang aktif melalui diskusi dan perdebatan mengenai seni kontemporer itu sendiri,” ujarnya.

Pada edisi 2016 ini, Art Stage Singapore akan memperkenalkan Forum Asia Tenggara, dengan maksud untuk mempertegas keseimbangan antara seni, penjualan, dan muatan di dalam seni itu sendiri. Program ini sebetulnya sudah mulai hadir sebagai Platform Asia Tenggara di dua penyelenggaraan sebelumnya. Namun, tahun ini pihak Art Stage Singapore menjadikan forum ini lebih tematik dengan memberi pandangan yang lebih menyeluruh terhadap isu global.

Terkait masalah ini, Lorenzo juga menyinggung bahwa sejatinya seni kontemporer adalah masalah sehari-hari manusia. Ia menambahkan, “Dan di zaman sekarang, apa yang terjadi di Indonesia, di Amerika, di Sao Paolo, sudah tidak jauh berbeda. Oleh karena itu seni kontemporer seharusnya bisa menjadi bahasa global yang dimengerti semua orang dari belahan dunia mana pun.”

Forum perdana ini diberi tajuk Seismograph: Sensing the City – Art In the Urban Age. Melalui tema ini, selain pameran, juga akan diadakan diskusi mengenai permasalahan kota. Forum ini juga akan menjelajahi peran seniman sebagai pengukur guncangan masyarakat dalam lanskap Asia Tenggara yang pesat mengalami urbanisasi.

Tahun 2016, Art Stage Singapore juga akan memperkenalkan CATALYST, sebuah panduan referensi yang penting untuk para pemilik galeri, kolektor seni, dan profesional di industri seni. Bagian penting dari CATALYST adalah adanya Market Reports, bagian yang akan memuat laporan khusus mengenai kondisi pasar seni sebuah negara. Laporan ini ditulis secara independen oleh para peneliti seni yang aktif mengamati perkembangan pasar seni Asia.

Dengan visi dan program yang menyorot habis seni kontemporer di Asia, tak heran galeri-galeri Asia mendapat porsi 75% dari 33 negara yang jadi peserta pameran, dan 34% di antaranya adalah galeri Asia Tenggara. Dari Indonesia sendiri, 8 galeri berkesempatan ambil bagian, yaitu Art:1, D Gallerie, Edwin’s Gallery, Equator Art Projects, Linda Gallery, Nadi Gallery, ROH Projects, dan Semarang Gallery. Sedangkan galeri-galeri yang baru ikut serta tahun 2016 adalah Forsblom dari Finlandia, Flowers dari UK, Shugo Arts dari Jepang, hingga galeri dari Kazakhstan, Dubai, dan Arab Saudi.