Buku Turning Targets: 25 Tahun Cemeti, saat peluncurannya pada 28 Januari 2015 di Galeri Nasional.

Dok1

Di awal tahun 2015, Cemeti Art House atau Rumah Seni Cemeti bersama Galeri Nasional, menggelar acara peluncuran dan bedah buku “Turning Targets: 25 Tahun Cemeti”. Acara ini dikemas dalam balutan diskusi santai yang menghadirkan Ade Darmawan (Direktur Ruangrupa), Asikin Hasan (Kurator Galeri Nasional Indonesia) sebagai pembedah buku  dan Citra Smara Dewi (Kurator Galeri Nasional Indonesia) sebagai moderator.

Sebelumnya peluncuran buku yang sama telah dilaksanakan di Fakultas Perguruan & Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Perpustakaan C2o,  Surabaya. Selanjutnya peluncuran buku ini akan dilaksanakan di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung dan Rumah Seni Cemeti, Yogyakarta.

Pendiri Cemeti Art House, Mella Jaarsma mengatakan, buku ini ditulis untuk membantu masyarakat khususnya generasi muda dalam mengenal sejarah perkembangan seni rupa di Indonesia utamanya seni kontemporer.

“Lewat buku ini kita bisa mengetahui bagaimana persepsi para seniman terhadap waktu berkaryanya, bagaimana sejarah teritorial yang berjalan di Indonesia saat ini,” jelas Mella saat konferensi pers di Galeri Nasional (Galnas) Indonesia pada 28 Januari 2015.

Sebagian besar isi buku ini berupa artikel yang mengulas sejarah Cemeti Art House, sejarah kolonial, proyek seni, persoalan infrastruktur, manajemen perkembangan seni rupa, dimensi waktu, residensi, kurasi, dan penelitian dalam menciptakan karya yang terbagi dalam 17 artikel.

Buku ini telah digagas sejak 2013 silam, tepatnya saat perayaan ulang tahun ke-25 Rumah Seni Cemeti. Mengapa begitu lama hingga diterbitkan? Menurut Mella, panjangnya waktu pengolahan buku ini yang hampir mencapai dua tahun agar memberikan hasil yang maksimal.

“Hambatan selama proses pembuatan buku ini ada pada saat penulisan, penerjemahan, design, dan edit teks. Semua itu ternyata membutuhkan waktu lama agar hasilnya maksimal,”ungkapnya.

Dok

Dalam pembuatan buku ini melibatkan beberapa pakar sebagai tim penyusun yang terdiri dari seniman, kurator, peneliti, penulis, direktur artistik, dan sejarawan. Beberapa penulis mancanegara seperti dari Malaysia, Singapura, Belanda dan Australia juga turut andil.

Mella berharap buku ini dapat menginspirasi dan menstimulasi kreativitas masyarakat khususnya generasi muda, serta menyuguhkan perspektif pemahaman baru tentang perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia.

“Agar seni rupa bisa menjadi cara untuk menghargai, menghormati serta menghayati kebudayaan yang ada. Bukan hanya ajang pasar industri saja, melainkan bagian dari kehidupan itu sendiri,”papar Nindityo Adipurnomo yang juga merupakan arsitek dibalik berdirinya Cemeti.