Eddi Prabandono, After Party #3 : Living in The High Life, 640 x 340 x 160 cm, Vespa special PTS, Plate steel, Stainless steel and Spray paint Duco, 2013.
Eddi Prabandono, After Party #3 : Living in The High Life, 640 x 340 x 160 cm, Vespa special PTS, Plate steel, Stainless steel and Spray paint Duco, 2013.
Eddi Prabandono, After Party #3 : Living in The High Life, 640 x 340 x 160 cm, Vespa special PTS, Plate steel, Stainless steel and Spray paint Duco, 2013.

Berawal dari ketertarikan Sundaram Tagore pada karyanya yang dipamerkan di Art Stage Singapore 2013 lalu, Eddi Prabandono terpilih untuk ikut serta dalam pameran kolektif “Frontiers Reimagined” yang digagas oleh Sundaram Tagore dan Tagore Foundation International. Pameran yang akan menampilkan karya 44 seniman dari 25 negara Eropa, Asia, hingga Afrika ini, merupakan Collateral Event dari The International Art Exhibition of la Biennale di Venezia, atau yang sering disebut Venice Biennale, berlangsung dari 9 Mei sampai 22 November 2015.

Eddi menuturkan kesempatan berpartisipasi itu datang ketika Alia Swastika membawa Sundaram Tagore ke studionya yang berada di Jogja 2013 silam. “Saat itu dia datang melihat-lihat ke studio karena sebelumnya sudah suka dengan karya saya yang di Art Stage. Baru kemudian empat bulan lalu dia mengajak saya untuk ikut pameran di Venice,” terang Eddi.

Karya yang menarik perhatian Tagore tidak lain adalah After Party #3: Living in The High Life, sebuah instalasi vespa berwarna biru muda dengan ukuran 640 x 340 x 160cm. Dengan ukuran raksasa seperti itu, Eddi mengaku melakukan kerja ekstra keras sehingga karyanya bisa selesai dalam waktu dua minggu dengan bantuan 5-7 orang. Ia memulainya dari sketsa, konstruksi, hingga terlibat langsung dalam seluruh proses eksekusi karyanya. “Saya turun langsung untuk memastikan semua detail terkontrol dengan baik,” ujarnya. Eddi juga mengakui ia harus melakukan beberapa perbaikan lagi agar karya tahun 2013 ini lebih kokoh saat ditampilkan di Venice.

Proses kuratorial yang dilakukan oleh Sundaram Tagore dan dibantu oleh Dr. Marius Kwint sebagai co-curator terbilang cukup sederhana dan cepat. Eddi menceritakan bahwa tidak ada proses diskusi atau pemilihan karya sebab sang kurator, yang juga direktur Sundaram Tagore Gallery ini, memang sudah terlanjur jatuh cinta pada vespa raksasa buatannya. Lebih lanjut, Eddi merasa vespa tersebut mampu mencerminkan visi “Frontiers Reimagined” yang ingin memunculkan keanekaragaman budaya dan nilai artistik seniman lintas benua. Ia menjelaskan, “Vespa itu sudah bukan milik negara mana-mana lagi. Di Jogja saja, vespa itu banyak sekali, apalagi di kalangan anak mudanya. Sering mereka jalan-jalan naik vespa, seperti sedang berpesta saja.” Opini inilah yang akhirnya menjadi alasan penamaan After Party pada seri karyanya lengkap dengan sisipan alasan tentang mengapa vespa itu dibuat meliuk-liuk. “After party kan biasanya anak-anak muda itu minum-minum. Dari keadaan habis minum-minum itu kadang kita kalau melihat benda jadi aneh. Sepeda jadi tinggi. Vespa jadi meliuk seperti itu,” imbuhnya lagi.

Di Venice, vespa biru raksasa Eddi akan dipamerkan di Palazzo Gramini, sebuah kastil abad ke-16 yang merupakan lambang keunikan tersendiri dalam sejarah arsitektur Venezia. Kastil ini memiliki beberapa koleksi karya seni dari Hieronymus Bosch, Giorgione, Vasari, juga beberapa lukisan dari pelukis seperti Francesco Salviati, Federico Zuccari, dan Camillo Mantovano. Karya-karya yang menjadi koleksi Palazzo Gramini ini akan disandingkan dengan karya-karya seniman “Frontiers Reimagined” yang bervariasi. Ini menjadi hal menarik karena jukstaposisi tersebut bisa melemahkan atau menguatkan karya yang dipamerkan. Eddi sendiri penyandingan karyanya dengan koleksi kuno di kastil tersebut akan saling mengisi dan justru menonjolkan kekuatan karya. “Vespa itu kan tidak lekang zaman, dari dulu sampai sekarang masih ada. Ini yang akan membuat lokasi dan karya saling mengisi dan menonjolkan karya,” ujarnya.