Pameran ini mengajak kita melihat sisi gelap fast fashion terhadap budaya konsumerisme, ekonomi, dan ekologi.
Ada yang menangis, terluka, tertimbun reruntuhan gedung, atau memeluk korban meninggal. Lebih dari seribu jiwa melayang saat gedung Rana Plaza, di kota Savar, Bangladesh ambruk pada 27 April 2013. Pemicunya adalah getaran dari empat generator raksasa yang ada di dalam gedung.
Bangunan yang awalnya dirancang sebagai pusat perbelanjaan tersebut, beralih fungsi menjadi pabrik garmen berbagai merek mode franchise yang menampung sekitar 3000 pekerja dan berbagai mesin berat. Tak kuat menahan beban tersebut, bangunan rubuh dan menyisakan kisah tragis. Membuka banyak mata tentang kelamnya industri mode yang kita konsumsi sehari-hari.
Kira-kira itu yang hendak diusik Taslima Akhter, fotografer asal Bangladesh yang mendokumentasikan tragedi Rana Plaza empat tahun lalu. Kumpulan foto Taslima tersebut tampil di pameran “Fast Fashion – The Dark Side of Fashion”, yang berlangsung pada 9 Maret – 9 April 2017 di Gudang Sarinah Ekosistem, Jakarta.
Membahas berbagai dampak negatif produksi massal industri fashion secara global, pameran ini diseimbangkan oleh “Slow Fashion Lab” yang menjadi sisi terang dari dunia mode lokal lewat praktik yang lebih ramah lingkungan. Pameran ini terjadi atas kurasi Dr. Claudi Banz (Fast Fashion – The Dark Side of Fashion) dari Museum für Kunst und Gewerbe, Jerman dan Aprina Murwanti (Slow Fashion Lab).
Kegiatan ini merupakan bagian dari IKAT/eCUT, sebuah proyek gagasan Goethe-Institut yang menjelajahi masa lalu, sekarang, dan masa depan tekstil di Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, dan Jerman dengan sub-program yang berusaha memahami potensi budaya tekstil dalam bidang seni, desain, tradisi, hingga teknologi. Telah diselenggarakan di Thailand dan Filipina, proyek IKAT/eCUT kini diboyong ke Tanah Air dan mengajak kita untuk memandang lebih kritis ke dalam dunia fashion.
Ulasan lengkap Terusik Kelamnya Dunia Mode dapat dibaca di majalah SARASVATI edisi April 2017.