Bermula dari kejenuhan dalam penggunaan printer dan kamera digital, membuat saya berpikir untuk menjadi seorang John Frederick William Herschel. Fantasi mengantar saya bertukar zaman dengan zamannya sehingga saya fokus mempelajari teknik cetak tua seperti Anthotype dan Gum Dichromate. Keterbatasan dan kekurangan adalah emulsi untuk melahirkan kreativitas. Hal tersebut mengantar saya bereksperimen menggunakan gelatin.
Gelatin Print adalah nama teknik yang saya karang sendiri karena bingung eksperimen ini masuk dalam kategori cetak alternatif yang bagaimana. Gelatin Print yang saya buat adalah teknik cetak menggunakan bahan dasar gelatin yang dicampur dengan sensitizer dan pigmen warna untuk menghasilkan imaji.
Bermula di saat saya mencoba menerapkan teknik cetak Gum Dichromate, yang memanfaatkan gum (getah arab) dan dichromate untuk menghasilkan imaji. Dichromate dan gum adalah bahan yang sulit didapat walaupun teknik cetak ini telah digunakan untuk mencetak foto sejak abad ke 19. Karena sulitnya menemukan bahan teknik cetak tua tersebut, saya mencari bahan pengganti yang lebih mudah didapat, murah, dan familiar.
Baca juga Banten dan Perebutan Klaim Ruang Publik
Pencarian saya membuahkan hasil. Dari berbagai bahan yang pernah saya coba seperti tepung terigu dan sabun batang, saya menemukan gelatin. Gelatin adalah lemak hewan olahan yang biasa digunakan untuk membuat es krim dan kue. Sementara untuk mengganti dichromate saya menggunakan sensitizer yang biasa digunakan sebagai obat afdruk untuk teknik cetak saring (sablon). Gelatin mudah didapat karena biasanya dijual di toko-toko bahan makanan. Sementara sensitizer bisa ditemukan di toko perlengkapan sablon.
Teknik ini adalah proses perekaman gambar melalui master cetakan yang menggunakan cahaya pada media yang bisa menyerap air seperti kertas dan kayu. Teknik ini menangkap bayangan lalu mentransformasikannya kepada media lain sehingga menghasilkan imaji. Fungsi dari gelatin sendiri adalah sebagai pengikat sensitizer agar tidak larut jika terkena air dan “terbakar” saat terkena cahaya.
Pembuatan master cetakannya sendiri dilakukan dengan biaya yang murah dan mudah. Pada prinsipnya teknik ini mengandalkan cahaya untuk merekam gambar, maka master cetakan haruslah gambar yang dicetak transparan agar cahaya bisa tembus ke media cetak.
Baca juga Biennale Mini yang Minim
Untuk membuat master cetak transparan saya mencetak gambar menggunakan printer inkjet, lalu mengolesnya dengan minyak goreng sehingga kertas menjadi transparan dan tahan terhadap air sehingga master cetakan ini bisa digunakan berkali-kali. Sementara proses penyinaran bisa menggunakan cahaya matahari ataupun lampu neon dengan pengukuran waktu yang tepat.
Hasil eksperimen ini tidak saya klaim menjadi milik personal, karena saya yakin pasti ada seseorang diluar sana yang lebih dahulu menerapkannya. Keterbatasan saya dalam mencari informasilah yang membuat saya tidak tahu.
Sudah lebih dari satu tahun saya menggeluti teknik ini. Pun, sejak tahun 2014 saya mulai konsisten berkarya menggunakan teknik cetak alternatif yang diawali dengan mengeksplor teknik cetak Anthotype, yaitu teknik yang memanfaatkan saripati daun tanaman untuk menghasilkan imaji hingga penggunaan gelatin seperti saat sekarang ini. Sebagian besar karya saya buat dengan medium kertas.
Baca juga Butet Kartaredjasa Bermain Rupa dengan Keramik
Pada pertengahan bulan lalu saya mendapatkan tawaran dari panitia “Pameran Perupa Muda” untuk mengisi acara lokakarya sebagai rangkaian acara pameran kondang para perupa muda. Lokakarya dijadwalkan pada tanggal 26 November 2017 di Bale Banjar Sangkring, Yogyakarta.
Pada lokakarya inilah untuk pertama kalinya saya mempresentasikan gelatin print kepada publik. Bagi saya, sebuah teknik adalah milik Tuhan, dan berbagi adalah cara paling tepat untuk mengembangkan teknik tersebut agar lebih baik lagi di masa depan.
Pameran perupa muda yang kedua kali ini mengambil tema November on Paper. Semua karya yang dihadirkan pada pameran ini menggunakan media kertas. Pada pameran ini kertas disulap menjadi sesuatu yang indah dan kreatif melalui semangat anak muda sehingga menghasilkan karya-karya yang berani.
Bertahan dalam siklus seni rupa Indonesia yang statis memang menyulitkan para perupa muda untuk tampil dan di apresiasi oleh publik. Ruang pamer hanya diisi oleh seniman yang “itu-itu saja”. Maka Bale Banjar Sangkring melalui pameran perupa mudanya membuka ruang bagi para anak muda untuk tampil. Dilandasi oleh hal tersebut saya yang juga seorang pemuda sangat tertarik untuk berada dalam lingkaran pemuda-pemudi ini melalui lokakarya yang saya presentasikan.
Lokakarya yang saya lakukan dihadiri segelintir anak muda yang tertarik dengan teknik cetak alternatif. Bukan hanya para perupa yang kebanyakan adalah mahasiswa ISI Jogja, lokakarya ini juga dihadiri oleh beberapa teman yang tidak memiliki spesifikasi seni, seperti Wilasti dan Lina yang datang jauh-jauh dari wilayah utara Yogyakarta hanya untuk mengikuti proses cetak menggunakan gelatin. “Biasanya gelatin di pakai untuk bahan makanan, tapi kali ini saya tertarik mengikuti lokakarya karena penasaran bagaimana gelatin dimanfaatkan untuk mencetak foto,” ujar Wilasti.
Baca juga Tingkah Kids Jaman Now di EKI Update 3.0
Antusiasme publik dalam mengapresiasi teknik ini memberikan sebuah harapan baru. Teknik ini bukan hanya untuk para perupa, kelak diharapkan dapat juga dimanfaatkan oleh semua orang. Gelatin Print menawarkan pilihan cetak anti-mainstream dengan bahan yang murah dan mudah didapat serta penerapannya yang sederhana. Semoga pengembangan teknik ini tidak berhenti di ranah seni rupa saja, namun bisa menjadi bentuk karya lain yang bernilai ekonomis bagi masyarakat yang lebih luas seperti kerajinan dan produk-produk kreatif.