Arya Pandjalu, "Lindungi Aku dari Cahayamu, 2014-2017, 200 cmx65cmx200cm. (Foto: Jacky Rachmansyah)

Sebuah video projection on paper cut menyorotkan simbol-simbol keagamaan saling bertumpuk membentuk wajah manusia. Menyampaikan gagasan tentang kekhawatiran akan ketegangan sosial yang memecah-belah pluralisme di Indonesia.

Hal yang mirip dapat kita temui dalam karya Terrorism is Too Mainstream oleh Mujahidin Nurrahman yang membentuk karya seni arabesque menggunakan simbol perang seperti senapan.

Karya-karya tersebut dipamerkan  Martell dalam “Contemporary Art and Social Turbulence” pada 6-19 Februari 2017 di Edwin’s Gallery. Pameran ini sekaligus mengusung tema Martell sejak tahun 2016, “Be Curious”.

Pameran “Contemporary Art and Social Turbulence” ini melibatkan 17 seniman, mereka adalah Abdi Setiawan, Adi Gunawan, Aliansyah Chaniago, Arya Pandjalu, Ayu Rista Murti, Dodi Sofyanto, Francy Vidriani, Kara Andarini, Muhammad Vilhamy, Mujahidin Nurrahman, Reza Ayundya, Rudi Atjeh, Rudi Herdianto, Septian Hariyoga, Tara Astari Kasenda, Yosefa Aulia, dan Yogie A. Ginanjar.

Tema “social turbulence” ini pun diangkat Rifky Effendi, kurator pameran, berdasarkan keadaan sosial yang tengah terjadi di Jakarta dan bahkan di dunia. “Para seniman menanggapi persoalan perubahan sosial melalui berbagai pengalaman langsung maupun yang dialami melalui perkembangan teknologi informasi,” tulis Rifky dalam pengantar kuratorial.

Septian Harriyoga,
Septian Harriyoga, “Bladeflawr”, 2017, 75cmx42cm. (Foto: Jacky Rachmansyah)

Karya yang dipamerkan pun menawarkan variasi yang menarik, dari lukisan dan patung, hingga video art dan seni kinetik. Contohnya video art installation oleh Rudy Atjeh yang bertajuk The Next Unknown / Follower Generation di awal tulisan.

Memang agak disayangkan beberapa karyanya bukanlah karya baru yang merespon topik ini, bahkan beberapa sudah pernah dipamerkan sebelumnya. Walaupun begitu, kualitas karya yang ditampilkan tidak perlu diragukan lagi.

Sudah tujuh tahun sejak penghasil cognac tertua di dunia ini mendukung perkembangan seni kontemporer Indonesia, dan pada tahun 2016, Martell mendirikan Martell Foundation. Mengapa seni kontemporer? “Martell men-support sesuatu yang di masa depan yang masih akan terus berkembang. Dan seni itu inovatif,” ujar Edhi Sumadi, Managing  Director PT Penord Richard Indonesia.