Art Jakarta edisi ke-11 baru saja usai digelar. Pameran seni rupa yang melibatkan galeri-galeri se-Asia Pasifik ini digelar di Hall A dan B Jakarta Convention Center (JCC), sejak Jumat (30/8/2019) hingga Minggu (1/9/2019). Memasuki dekade barunya, Art Jakarta telah naik ke level yang lebih tinggi dari gelaran tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terbukti dari pemilihan venue yang lebih besar dan lebih luas serta partipasi galeri, baik lokal maupun internasional yang meningkat secara signifikan. Art Jakarta tahun ini melibatkan 70 galeri seni se-Asia Pasifik yang terdiri dari 40 galeri internasional dan 30 galeri lokal.
Art Jakarta 2019 datang dengan wajah baru, hal ini ditandai dengan hadirnya sosok Tom Tandio sebagai Fair Director Art Jakarta 2019. Sebagai kolektor seni rupa papan atas, Tom Tandio telah banyak berkecimpung dalam kegiatan seni rupa internasional maupun lokal. Untuk menyukseskan Art Jakarta tahun ini, Tom Tandio dibantu oleh sebuah tim yang berisi individu-individu dengan latar belakang seni rupa dan juga banyak berkolaborasi dengan para profesional industri kreatif.
Yang berbeda dari Art Jakarta tahun ini adalah banyaknya kolaborasi yang terjadi di luar Art Jakarta sendiri. “Efek domino yang tercipta sungguh luar biasa, terbukti dari pemerintah provinsi DKI Jakarta yang mendeklarasikan Jakarta Art Week sebagai respon untuk ikut meramaikan` Art Jakarta tahun ini.” ujar Aviandani Lestari, Media Relations Manager Art Jakarta 2019.
“Menyambut Art Jakarta, galeri-galeri yang memang based di Jakarta, juga mengadakan pameran-pameran sendiri di galeri-galeri mereka, selain itu mall-mall seperti Senayan City, FX Sudirman dan Gandaria City juga memajangkan instalasi dan karya seni untuk turut ambil bagian meramaikan Art Jakarta, jadi Art Jakarta tahun ini terasa lebih semarak karena banyaknya pihak yang ikut berkolaborasi.” tambah Aviandani.
Indonesia sendiri tengah optimis menghadapi masa depan seni rupa yang terbilang cerah, terlebih lagi dengan posisi strategis Indonesia di Asia Tenggara. Berdasarkan data yang dipaparkan Avia, sebesar 40 persen market share pasar seni rupa di Asia Tenggara dikontrol oleh pasar di Indonesia, ini merupakan indikator yang positif untuk perkembangan seni rupa di Indonesia. Terlebih lagi Indonesia memiliki ribuan seniman dengan latar belakang dan karakter yang beragam. Jika satu dasawarsa lalu Indonesia masih mengandalkan sumber daya alam sebagai komoditas perdagangan, bukan tidak mungkin jika satu dasawarsa ke depan, SDM Indonesia justru yang akan menjadi primadonanya.
Terlebih lagi, untuk edisi Documenta — pameran seni terbesar dan bergengsi level dunia yang digelar 5 tahun sekali di Kassel, Jerman — berikutnya, penyelenggara memilih kelompok kolektif Ruangrupa dari Indonesia untuk menjadi kurator pameran tersebut. Ini merupakan pencapaian yang luar biasa, karena sebelumnya Documenta tidak pernah memilih kelompok kolektif untuk menjadi kurator, dan untuk pertama kalinya Ruangrupa terpilih sebagai creative community yang pertama yang mengkuratori documenta. Sebuah pencapaian baru bagi scene seni rupa Indonesia.