Mencari Pencerahan di Pekan Seni Jogja

0
5153
Artjog, Sea Remembers, Mulyana Mogus
Instalasi rajutan "Sea Remembers" karya Mulyana Mogus. (Dok ArtJog)

Setiap tahunnya, berbagai pameran digelar untuk menyemarakkan bursa seni ARTJOG. Pengunjung punya banyak waktu untuk melihat berbagai pameran dari seniman established dan emerging, yang tersebar di Yogyakarta dan Magelang. Sejumlah terobosan pun dapat kita jumpai di sini. Berikut penilaian dari beberapa pameran yang Sarasvati temui.

 

ARTJOG 2018 “ENLIGHTENMENT

4 Mei – 4 Juni 2018

Jogja National Museum

Lewat tema “Enlightenment: Toward Various Future”, ARTJOG 2018 yang berlangsung 4 Mei – 4 Juni 2018 di Jogja National Museum menghadirkan karya-karya 54 seniman Indonesia dan mancanegara. Jika tahun lalu ArtJog menghadirkan commission work dari Wedhar Riyadi bertajuk Floating Eyes berupa sculpture mata yang terkesan dark, tahun ini pengunjung ARTJOG disambut warna-warni kehidupan bawah laut yang dihadirkan Mulyana Mogus lewat karya komisi bertajuk Sea Remembers.

Tahun ini, tema “Enlightenment: Toward Various (Pencerahan: Menuju Berbagai Masa Depan)” merupakan lanjutan dari tema sebelumnya, yakni “Changing Perspective”. Setelah mengubah cara pandang, kita digugah untuk menuju pencerahan/kondisi yang lebih baik lewat seni.

Entang Wiharso, SKIN, artjog
Entang Wiharso, SKIN, Ballpoint on canvas, 390×275 cm. 2016. (Foto: Dhamarista Intan)

Salah satu upaya menuju “pencerahan” yang dilakukan seniman bisa jadi dengan mengubah atau lepas dari kebiasaan seniman. Entang Wiharso, misalnya, menyuguhkan karya abstrak berjudul Skin lewat media ballpoint di atas kanvas.

Skin tentunya sangat kontras jika dibandingkan dengan karya-karya Entang sebelumnya yang lebih figuratif baik lewat lukisan, relief, dan sculpture. Tidak tampak subjek ikonik manusia berselang, bentuk hewan, atau tumbuhan, melainkan coretan yang rapat, terkesan dingin, dan kadangkala repetitif.

Baca juga Menteri Kebudayaan Singapura Kagumi Koleksi OHD Museum

Berbeda dengan Entang, Popok Tri Wahyudi hadir dengan karya yang (masih) menggunakan warna terang. Bedanya, Popok tidak menggunakan akrilik di atas kanvas melainkan teknik sulam dengan tali rapia. Hasilnya, berupa instalasi bertajuk The Battle of Moron yang tampak menceritakan kisah perang tak berujung.

ArtJog, The Battle of Moron, Popok Tri Wahyudi
Detail karya “The Battle of Moron” dari Popok Tri Wahyudi. (Foto: Dhamarista Intan)

Secara keseluruhan, ARTJOG tahun ini masih menarik untuk dikunjungi karena banyak materi baru yang ditawarkan oleh seniman di luar kebiasaannya. Selayaknya citra bursa seni yang “wah”, banyak karya berukuran besar dan material yang variatif begitu memancing pengunjung untuk melihat lebih dekat. Sedangkan dari sisi kuratorial, meski dibilang menjadi perpanjangan tema dari tahun sebelumnya, belum jelas terasa bagaimana arah pencerahan yang dimaksud.

SANGGAR DEWATA INDONESIA YOGYAKARTA: “PROUD TO BE AN ARTIST”

29 April  – 29 Mei 2018

Syang Art Space, Magelang

Kadek Marta Dwipayana, DAMPED, artjog
Kadek Marta Dwipayana, DAMPED, Acrylic on canvas, 150x120cm, 2018. (Foto: Dhamarista Intan)

Sebanyak 23 seniman yang tergabung dalam Sanggar Dewata Indonesia Yogyakarta (SDIY), menggelar pameran bertajuk “Proud To Be An Artist” pada 29 April  – 29 Mei 2018 di Syang Art Space, Magelang. Setelah cukup lama hiatus, SDIY dua tahun belakangan kembali mengadakan pameran kelompok untuk menyatukan kembali spirit berkesenian Bali.

Baca juga Enam Windu Sanggar Dewata Indonesia

Kali ini, tema “Proud To Be An Artist” dipilih sebagai bentuk perhatian pada tendensi memudarnya idealisme dan kepekaan diri yang harusnya diasah terus menerus oleh para seniman. Karena untuk menjadi seniman, dibutuhkan usaha untuk menghasilkan inovasi yang tidak muncul begitu saja sejak lahir.

Dengan kata lain, pameran ini berupaya memupuk semangat untuk menjadi seniman sepenuhnya dan bercermin dari beberapa yang telah berkiprah dalam skala biennale dan triennale internasional.

Dewa Made Mustika,
Dewa Made Mustika, “Diah Tantri #Genius Girl Series”, oil on canvas, 175x120cm, 2018. (Foto: Dhamarista Intan)

Pameran ini melibatkan seniman lintas generasi yang tumbuh dari akar tradisi yang kuat dan cara pandang kontemporer, yakni Pande Ketut Taman, Putu Sutawijaya, Adi Gunawan, Gusti Ngurah Udiantara, Made Sukadana, Made Toris Mahendra, Dewa Made Mustika, Palguna, Nyoman Adiana, Nyoman Darya, Gede Arya Sucitra, Made Widya Diputra, Wayan Agus Novianta, Tjokorda Wiratmaja, Pande Gotha Antasena, Kadek Didin Junaedi, Yusa Dirgantara, Agus Putu Suyadnya, Kadek Martha Dwipayana, Nyoman Agus Wijaya, Putu Sastra Wibawa, A.T. Sitompul, dan Heri Dono. Secara keseluruhan, meski pameran ini dihelat oleh komunitas perupa Bali, namun elemen Bali tidak begitu menonjol di pameran ini.

 

Bakaba #7: Zaman Now

3-31 Mei 2018

Yogya Gallery, Yogyakarta

 

riski januar, bakaba, zaman now
Riski Januar, AFTER BEAUTIFUL LANDSCAPE, 40X90 cm (9 panel), acrylic on canvas, 2018. (Foto: Silvia Galikano)

Setiap tahunnya, Sakato Art Community, komunitas perupa asal Sumatra Barat di Yogyakarta, mengadakan pameran tahunan Bakaba yang mengisi rangkaian pameran di Jogja Art Weeks.  Tahun ini, Bakaba ke-7 didukung Gajah Gallery, mengusung tema “Zaman Now” yang berlangsung pada 3-31 Mei 2018 di Yogya Gallery, Yogyakarta.

Istilah zaman now yang dipilih untuk memayungi Bakaba di tahun ini, terlihat ingin menonjolkan posisi milenial yang lekat dengan istilah tersebut. Hal ini tampak dari besarnya porsi bagi seniman muda dan mahasiswa yang diberi tempat di Bakaba #7, yang menjadi ruang alternatif selain ArtJog yang lebih diisi primadona pasar seni rupa.

Sebelum masuk ke ruang pamer, ada yang terasa berbeda. Tahun lalu, fasad Yogya Gallery tampil begitu berani dengan warna merah mencolok, hasil kerja dari tiga commission artist  seperti Derry Pratama, Dian Hardiansyah, dan Taufik Ermas. Sedangkan di Bakaba #7 ini, commission work absen dari agenda pameran.

Baca juga Porsi Besar Bagi Seniman Milenial di Bakaba #7

Mengambil ruang pamer yang sama seperti Bakaba #6, ruangan Yogya Gallery diisi oleh materi karya dua dan tiga dimensi dari 74 seniman lintas generasi Sakato. Kita bisa melihat karya instalasi dari seniman established Handiwirman yang khas lewat bentuk karet gelang merah muda, hingga lukisan abstrak figuratif berwarna cerah dari seniman muda Iabadiou Piko.

MEDIUM@PLAY

5 Mei – 11 Juni 2018

Gajah Gallery – Yogyakarta,

Masih dalam rangkaian acara Jogja Art Weeks, Gajah Gallery mempersembahkan pameran berjudul Medium@Play yang berlangsung dari 5 Mei-11 Juni 2018. Pameran ini dikurasi oleh Wulan Dirgantoro (Ind) dan Jason Lim (Sng), menampilkan seni visual dan seni performance. Sederet seniman mapan pendatang baru pun turut dihadirkan, diantaranya: Arahmaiani Feisal, Ayu Arista Murti, Fika Ria Santika, Loli Rusman, I Gak Murniasih, Octora Chan, Tisa Granicia, XXLab, perfomace art dari Luna Dian Setya, Retno Sayekti Lawu Ratu Saraswati, dan Tamara Pertamina.

Medium@Play berusaha untuk meng-eksplor secara mendalam kaitan medium dengan sang seniman. Medium dapat digunakan untuk bercerita, menyampaikan wacana, bahkan sebagai representasi kehidupan seniman itu sendiri. Pada akhirnya, pameran ini bertujuan membuka praktik-praktik historis medium dan membuka makna medum tersebut.

Meskipun Medium@Play ditampilkan dalam skala kecil, tetapi penataan display yang rapi dan kurasi karya yang mumpuni membuat pameran ini patut dikunjungi.

“Celebrating Indonesian Portraiture”

6 Mei – 8 Oktober 2018

OHD MUSEUM, Magelang

 

Supar Madiyanto, OHD Museum
Supar Madiyanto (1963), WAJAH MATAHARI, paper collage on aluminium plate, 120×80 cm, 2018. Courtasy artist. (Foto Silvia Galikano)

“Celebrating Indonesian Portraiture” yang diselenggarakan di OHD Museum, menggambarkan perkembangan portraiture di Indonesia. Karya-karya seni yang menekankan pada wajah/tubuh manusia di media patung, lukisan, drawing, print, fotografi, paper-cut, keramik, seni instalasi, dan seni video dari 66 seniman Indonesia. Pameran ini bagian rangkaian Jogja Art Weeks, pekan raya seni yang berlangsung pada April hingga Juni 2018.

Di “Celebrating Indonesian Portraiture”, pengunjung langsung disambut dengan sederet patung di pintu masuk menuju museum. Patung-patung tersebut karya dari seniman Saptoto, Trubus Soedarsono, Edhi Sunarso, Harijadi S., dll.

Baca juga Tak Selalu Manis, Indonesia dalam Karya Potret

Memasuki museum, tepat di depan entrance, pengunjung dapat menyaksikan lukisan-lukisan Self Portrait Affandi dan lukisan karya seniman lain yang didedikasikan untuk Affandi . Di lantai pertama dipamerkan pula karya-karya antara lain Lucia Hartini, Sigit Santosa, Nasirun, Agus Suwage, dan Laksmi Sitharesmi. Terdapat pula karya-karya maestro Indonesia, seperti Raden Saleh, Trubus, Soedibio, Nashar, dan Sudjojono.

Naik ke lantai dua, sederet sketsa langka Hendra Gunawan disejajarkan dengan lukisan di atas kertas milik Lee Man Fong dan R.J Katamsi. Lebih jauh lagi, pameran ini tidak hanya menampilkan wajah-wajah Indonesia, tapi juga mendedah cerita-cerita di baliknya.

ComparisonArtikel_Artjog_edit-01