Darman Angir, Hotel Majapahit. (Foto: Dok. Semarang Contemporary Art Gallery)

Sketsa bukanlah medium sekunder. Sketsa adalah karya itu sendiri dan bukanlah draft awal dari proses produksi dari karya yang lebih sempurna.

Dalam sebuah tayangan mengenai industri komik Jepang atau manga, digambarkan sebuah adegan sang komikus atau mangaka mengirim sketsa komiknya kepada editor.

Sketsa yang biasa disebut dengan istilah name tersebut lebih menyerupai coret-coretan kasar sebagai gambaran awal bagaimana sang komikus akan menyusun komiknya. Menariknya, meski berupa coret-coretan kasar, sang editor komik begitu lihai dalam membaca sketsa tersebut.

Tayangan ini menunjukkan bahwa membaca atau mengapresiasi sketsa dalam hal ini dapat dimaknai sebagai praktik mengimajinasikan pikiran sang sketcher. Lebih jauh lagi, mengapresiasi sketsa merupakan upaya membayangkan karya-karya kelanjutan yang mungkin dikembangkan berdasar pada coretan-coretan yang dibuat secara spontan dan dalam waktu singkat.

Peresmian “City in Line” oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (Foto: Dok. Semarang Contemporary Art Gallery)
Peresmian “City in Line” oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (Foto: Dok. Semarang Contemporary Art Gallery)

Pada 13 hingga 28 Agustus 2016, warga Semarang mendapat kesempatan mengapresiasi karya-karya sketsa para sketcher lokal, nasional, hingga internasional di Semarang Gallery. Berbeda dari kisah mengenai sketsa komik di awal tulisan ini, sketsa dalam pameran berjudul “City in Line” tersebut berpusat pada bangunan dan suasana kota urban, sebuah genre sketsa yang lebih banyak dikembangkan oleh para arsitek.

*Ulasan lengkap tentang Sketsa sebagai Seni yang Ber-Aura bisa dibaca di majalah Sarasvati edisi September 2016