Poster pameran “Fertil, Barakat, Ayom-Budaya Gendongan Bayi”

Melalui gendongan bayi, manusia mengenal cinta. Gendongan bayi membantu bayi bersandar pada dada dan punggung ibu dengan nyaman. Mencium harum dan merasakan suhu tubuh ibu, merasakan perlindungan dan memahami makna cintanya.

Selain memiliki makna kasih sayang yang esensial untuk mempererat hubungan ibu dan anak dengan fungsi melindungi, gendongan bayi memiliki kekayaan makna budaya. Di seluruh penjuru dunia, khususnya Asia, manusia menggunakan cara dan bentuk gendongan bayi yang berbeda-beda dan berkaitan erat dengan pola asuh anak.

Penggunaan keahlian membordir, menjahit dan pemberian manik-manik memperluas hiasan gendongan bayi, tak hanya menjadi ekspresi dari seni budaya, juga manifestasi konkrit ekspresi kultural dari pengharapan terhadap kesuburan, berkat, dan perlindungan.

Baca juga Hanafi Kisahkan Jalur Rempah di New York.

Pameran “Fertil, Barakat, Ayom-Budaya Gendongan Bayi” (Fertility, Blessings and Protection- Cultures of Baby Carriers) di Museum Nasional, Jakarta, 20-29 Oktober 2017 merupakan kerjasama Museum Nasional Prasejarah-Taiwan (National Museum of Prehistory-Taiwan) bersama Studiohanafi dan Museum Nasional Indonesia. Pameran ini bagian dari tur internasional setelah diselenggarakan di Taiwan dan New York-AS.

Studiohanafi memvisualkan pameran dengan pendekatan etnografi dan membahasakannya dalam display kontemporer agar lebih dekat dengan publik saat ini. Sebanyak 27 karya koleksi gendongan bayi dari National Museum Of Prehistory (NMP) akan diboyong ke Indonesia bersanding dengan koleksi dari Museum Nasional Indonesia. Setiap karya berisi uraian makna dan filosofi gendongan bayi dari sejarah, makna pola, hingga cara menggendong.

Baca juga Budaya dan Identitas Baru Tubaba

“Salah satu metode yang selalu kami sertakan dalam program-program kesenian, khususnya pameran gendongan bayi ini tak bisa kami luputkan dari penelitian etnografi. Maka, jauh-jauh hari sebelum pameran ini dirancang seperti sekarang, kami dan pihak Taiwan melakukan kerja etnografi selama beberapa waktu di Taiwan” tutur Hanafi yang melakukan riset ke Taitung dan Taipei pada Agustus silam.

Foto ibu menggendong bayi menggunakan gendongan bayi kain. (Foto: Jen, Hsien-Min/ Dok. Studiohanafi)
Foto ibu menggendong bayi menggunakan gendongan bayi kain. (Foto: Jen, Hsien-Min/ Dok. Studiohanafi)

Melalui display kontemporer, Hanafi bersama Enrico Halim (Aikon) akan mendesain ruang pamer temporer Museum Nasional Indonesia menjadi bentuk rahim. Tak ada sudut yang tajam. Segalanya lembut, nyaman dan halus.

Pengunjung akan memasuki ruangan dengan lantai kayu yang mengambang. Melihat satu per satu koleksi gendongan bayi, foto, narasi teks budaya, dan video bersama iringan lagu pengantar bayi (lullaby). Ditambah, untuk memperkuat tema sebagai pameran etnografi, pada salah satu ruang akan berisi koleksi gendongan bayi dari Dayak-Kalimantan bersama sosok ibu yang menenun.

Baca juga Jakarta Biennale 2017 Libatkan 50 Seniman.

Selain gendongan bayi, pameran akan diisi oleh pendamping acara berupa seminar antropologi tentang gendongan bayi Asia dan pola asuh anak di suku-suku asli Indonesia dan Taiwan dengan tiga pembicara sebagai narasumber antropolog, yakni Dr. Tony  Rudyansjah, M.A. dan Dr. Dave Lumenta, Ph.D dari Universitas Indonesia, serta Chi-Shan Chang, Ph.D selaku Kurator dari National Museum of Prehistory- Taiwan.

“Kami tidak hanya ingin menampilkan pameran tapi juga pengetahuan kepada publik seni Indonesia dan menjalin hubungan yang lebih panjang dengan Taiwan melalui jalan kebudayaan” ungkap Hanafi.

Museum Nasional Prasejarah-Taiwan (NMP) menyambut baik tur pameran istimewa ke Indonesia berdasarkan misi pertukaran budaya. Gendongan bayi sebagai benda-benda buatan tangan yang amat halus secara bertahap menjadi warisan budaya yang tak ternilai harganya. NMP mengutamakan pilihan potongan-potongan yang sarat akan makna cinta serta berkah tentang kelahiran dan membesarkan anak, dan berharap bisa memberi gambaran dengan baik kepada para pengunjung di Museum Nasional, Indonesia.

Taiwan sebagai titik awal, pameran istimewa ini akan memungkinkan interaksi dan kolaborasi antara seni, budaya masyarakat, lembaga akademik antara Taiwan dan Indonesia. Tujuan pameran ini adalah untuk menyadarkan nilai universal tentang keadaan manusia, “Sejak tali pusar menopang sampai ke gendongan bayi,” tutur Chi-Shan Chang sebagai kurator National Museum of Prehistory-Taiwan.