Erika dan Erik dengan latar belakang karya kolaborasi mereka Montage 240 x 360 cm (18 panels), Mix Media in Perspex Sheet, 2017
Erika dan Erik dengan latar belakang karya kolaborasi mereka Montage 240 x 360 cm (18 panels), Mix Media in Perspex Sheet, 2017 (Foto: Jacky Rachmansyah)

Erika Ernawan dan Erik Pauhrizi menggelar pameran bertajuk Migrasi di Rumah Sendiri, 4- 25 November 2017 di Can’s Gallery Tanah Abang II No 25 Gambir Jakarta. Total ada 21 karya yang ditampilkan termasuk tiga karya kolaborasi keduanya.

“Sebenarnya di sini ada dua solo show dan satu kolaborasi,” kata Erika. Padahal di awal rencananya semua karya adalah kolaborasi tetapi di perjalanan mempersiapkan karya, ada background yang berbeda sehingga keduanya memutuskan untuk membedakan mana yang karya sendiri dan mana yang dikerjakan bersama.

Baca juga Jakarta Biennale 2017, Dari Semsar Siahaan Sampai Seniman Afrika Selatan

Berbicara mengenai karya, jika sebelum-sebelumnya Erika lebih banyak menampilkan figur, kali ini Erika berbicara soal proses pembuatan karya tersebut. Sehingga, jangan heran kalau melihat lekuk sosok perempuan dari beberapa box yang ditampilkan Erika bersama jejak cat yang teracak dengan manusiawinya pada 4 Panels of Gesture.

4 Panels of Gesture karya Erika Ernawan, 50 cm x 75 cm Digital Print on Perspex, LED 2017
4 Panels of Gesture karya Erika Ernawan, 50 cm x 75 cm Digital Print on Perspex, LED 2017 (Foto: Jacky Rachmansyah)

Dalam Room nr.2 (Ican, Zico, Alin, Fajar), Erika menyoroti hak hidup manusia yang paling dasar yaitu air. Kondisi ini terinspirasi dari sungai di belakang rumah yang baunya tak sedap diangkatnya ke dalam bentuk karya empat panel yang memperlihatkan empat temannya yang sedang tergantung terbalik tetapi pada akhirnya ketika ditempatkan di ruang pameran Can’s Gallery dipasangnya terbalik juga, “Kita kan kadang dibolak-balikkan hidup,” celetuk Erika.

Kemudian untuk Room nr.01 sendiri Erika mewujudkan tubuh sebagai ruang kosong yang nyatanya diisi oleh makhluk hidup lain. Tubuh walaupun memiliki nafas sejatinya hanyalah ruang ataupun bentuk-bentuk tanpa makna yang diberikan makna oleh yang di luar tubuh tersebut, “Ini juga sebagai dialog jawaban untuk karya Erik Unpredictable Waters dimana waktu itu dia hampir meninggal karena kelelep air saat berenang dengan teman-temannya,” jelas Erika.

Baca juga Masa Depan Ingatan

Berbeda dengan Erika yang lebih banyak dipengaruhi penjelajahan atas aspek formal karya, Erik justru lebih figuratif dan tematik selain ketertarikan khususnya pada isu-isu poskolonial. Dalam pameran “solonya” ini, Erik membahas persoalan pengungsi di kawasan Jerman yang menjadi isu panas di tahun 2016. “Migrasi tidak hanya soal perpindahan ke tempat baru tetapi juga pertemuan dengan orang-orang baru, pencarian rumah baru dan dalam proses pencarian tersebut ada pertaruhan nyawa juga,” cerita Erik.

Ini menjadi peristiwa yang menarik buat Erik sehingga dia tuturkan lewat karya. Dalam proses pengerjaan karyanya, Erik melakukan napak tilas mengikuti jalur-jalur yang dilalui para pengungsi. Tak jarang lewat napak tilasnya tersebut Erik menemukan jejak-jejak para pengungsi seperti emergency blanket dan perahu karet.

You broke the Ocean in Half to be Here Only to Meet Nothing that Want You, karya Erik Pauhrizi, 120x160 cm (Diptych), mixed media on perspex, Photography on Alucobond, Digitalized 16mm celuloid, 2017
You broke the Ocean in Half to be Here Only to Meet Nothing that Want You, karya Erik Pauhrizi, 120×160 cm (Diptych), mixed media on perspex, Photography on Alucobond, Digitalized 16mm celuloid, 2017 (Foto: Jacky Rachmansyah)

Di luar tiga karya kolaborasi mereka MontageIntercommunications #1 dan Intercommunications #02, sejatinya Erik dan Erika saling mempengaruhi satu sama lain. Sebut saja Get to Know Erika #01 dan Get to Know Erika #02, ketika Erika membuat Erik kembali menginjak “bumi” menggunakan sapuan-sapuan konvensional pada ciptaannya.

Pun, ketiga karya kolaborasi mereka tersebut adalah rekaman percakapan-percakapan yang intens. Ketika Erika bertindak sebagai “pencipta”, Erik mundur dan hanya menjadi pengamat, demikian juga sebaliknya. Namun, tak jarang sapuan Erik tertutup oleh kuas Erika yang pada akhirnya saling-silang keduanya menciptakan bahasa baru yang menarik untuk ditelaah.

Baca juga “Membedah” Sosok Chairil Anwar Lewat Empat Perempuan Istimewa Dalam Hidupnya

“Pameran Erik dan Erika mempertemukan percakapan keduanya sebagai individu, pasangan dan seniman. Percakapan intim dan eksperimental inilah yang bisa dilihat dalam pameran ‘Migrasi di Rumah Sendiri’ ini,” kata Heru Hikayat selaku kurator pameran.penutup_small