Karya Ykha Amelz
Karya Ykha Amelz "Faux Extinction" (kiri) dan "Best. Show.Ever" (kanan), ukuran 100x150 cm, acrylic on canvas, 2017 (Foto: Jacky Rachmansyah)

Pernah terbentur dengan pertanyaan, “Sebenarnya apa sih yang aku inginkan dalam hidup?” Atau juga ketidaktahuan-ketidaktahuan lainnya tentang pemaknaan dari apa yang kita jalani setiap hari?

Pameran Self Explanatory yang merupakan group exhibition dari tiga seniman perempuan; Ines Katamso, Natisa Jones dan Ykha Amelz yang diadakan di Dia.Lo.Gue, Kemang Jakarta (16 November – 16 Desember 2017) mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan klasik tersebut. Lewat 25 karya yang terpajang di sudut maupun dinding ruang galeri Dia.Lo.Gue, ketiga seniman ini menelaah persoalan yang mendominasi dalam hidupnya.

Diskusi dengan diri sendiri selalu menjadi pembahasan menarik yang diceritakan melalui karya seni. Sebagian seniman memang senang mengajak penikmat karya untuk masuk ke ruang pribadinya, berdialog dan menemukan cerita di sana. Tidak harus ada kesamaan, setidaknya ada “tepukan” yang membuat kita tersadar kalau sesungguhnya peristiwa-peristiwa tersebut pernah kita alami. Persoalan bagaimana cara kita mengurainya tentu ini menjadi pilihan yang berbeda.

Baca juga Butet Kartaredjasa Bermain Rupa dengan Keramik

Shila Ghaisani selaku kurator Self Explanatory mengatakan masing-masing seniman punya gaya sendiri menanggapi urusan personal di dirinya.

“Dalam karya-karyanya Ines lebih banyak bercerita soal perkembangan tekniknya, dia masih mencoba menggali lebih dalam tentang kediriannya, makanya dalam karyanya kita akan menemukan perbedaan sapuan kuas, ada yang tipis maupun tebal serta bentuk-bentuk yang bervariasi,” kata Shila.

Karya Ines Katamso pada pameran Self Explanatory di Dia Lo Gue, Jakarta
Karya Ines Katamso pada pameran Self Explanatory di Dia Lo Gue, Jakarta (Foto: Jacky Rachmansyah)

Natisa punya kesahnya sendiri. Sembilan karyanya bisa saja terkesan kelam namun sesungguhnya menggambarkan perjuangan Natisa menghadapi emosi campur aduknya. “Setidaknya, saya sudah berusaha. Setelah apa yang terjadi dan semua luka-luka itu, saya ada di separuh jalan menuju tujuan,” kira-kira kalimat inilah yang tercetus saat melihat karya-karya seniman yang sempat mengisi ruang di Ruci Art Space Jakarta lewat Tough Romance-nya, 2016 lalu.

Ada kesan ketangguhan yang tak terjelaskan pada karya Imma Take the Long Route (At Least I’ll Know That I’m Half Way Home). “Luka-luka” yang digurat Natisa sangat rumit namun tidaklah sulit untuk merasanya.

Karya Natisa Jones
Karya Natisa Jones “The Mechanic”, ukuran 100×120 cm, acrylic, ink, charcoal on linen canvas, 2017 (Foto: Jacky Rachmansyah)

Baca juga Lemak Hewan Penghasil Visual

Melihat karya-karya ketiga seniman ini semakin mengukuhkan betapa kompleks personal seseorang. Kalaupun ada yang menghadapi persoalan sama, cara mereka merespon pasti berbeda. Demikian juga ingatan yang terekam, buah dari peristiwa tersebut.

Seperti pada karya-karya Ykha misalnya. Bisa jadi kita akan menangkap super keceriaan dalam tujuh karyanya, lewat tingkah polah Babbot yang terekam di kanvas. Tapi…coba amati, ada kecemasan-kecemasan terselubung nan manusiawi yang kalau ditimbang-timbang pernah kita alami juga.

Menghadapi rasa malas di Senin pagi, takut telat di tengah macet Jakarta atau juga keengganan menghadapi tumpukan pekerjaan. Pada akhirnya Ykha mencoba mengingatkan, betapapun sulitnya hidup dan peliknya persoalan yang dihadapi, kita seharusnya bisa punya alasan untuk tetap bergerak maju.

Baca juga Biennialisasi Indonesia

Self Explanatory bisa jadi tidak punya relasi apa-apa dengan ingatan kita. Tetapi cara ketiga seniman ini menjelajah pertanyaan kedirian dan menjadikannya sebagai karya adalah bukti, seringkali manusia menemukan eurekanya dalam situasi terhimpit.penutup_small

Artikel Susahnya Menjelaskan Diri dimuat di majalah SARASVATI edisi Desember 2017