Ciri utama karya-karya lukisan Nasjah Djamin adalah sunyi. Secara sederhana, lukisan-lukisan Nasjah dapat dikelompokkan dalam dua tema utama. Pertama, tema potret, termasuk di dalamnya potret diri, potret sahabatnya, dan orang-orang yang dikenal dengan baik.
Lukisan potret itu sebagian besar merekam sosok tunggal, laki-laki maupun perempuan, dan sebagian lainnya potret kerumunan. Para pelukis pada zamannya, sebutlah seperti Affandi, S. Sudjojono, dan Hendra Gunawan, hampir semua memiliki pengalaman melukis potret dengan objek orang-orang dekatnya.
Baca juga Dua Biografi Sudjojono & Rose Pandanwangi Diterbitkan
Sebagian lukisan potret terkait dengan sejumlah kenangan yang unik. Misalnya lukisan Potret Retno, di samping Nasjah mengenal sosoknya, Retno juga bagai kembang yang diincar banyak kumbang.
Pada dokumentasi karya ini Nasjah menulis sebagai berikut, “Wanita yang sebelumnya bikin pusing Kirdjomuljo dan Ramadhan, yang akhirnya menjadi isteri Sukirno Hadi. Lukisan ini menjadi hadiah perkawinan mereka, tahun 1956.” (Kirdjomuljo adalah penyair, dan Ramadhan, mungkin Ramadhan KH).
Catatan itu menunjukkan situasi “emosi” Nasjah terhadap sosok Retno. Nasjah juga melukis sosok (tokoh) bernama Lestari Fardani (1958), dan tertera catatan di sana “dikoleksi Presiden Sukarno pada 1960, seharga Rp6.000”.
Kita menjadi tahu, sampai di mana pencapaian seorang Nasjah, kalau lukisan karyanya sudah dikoleksi seorang pencinta seni yang cermat (Bung Karno). Tak hanya itu, Nasjah juga mencatat di dokumentasinya, bahwa satu lukisan bertema panorama taman bertajuk Rimbun (1953) dipamerkan pada peristiwa Biennale Sao Paulo, Brasil (tahun 1957).
Baca juga Isyarat Spiritualitas Karya Nasjah Djamin
Kembali pada lukisan potret, Nasjah juga sempat melukis sahabatnya, penyair Kirdjomulyo (Potret Kirdjomuljo) pada 1955. Pada dokumentasi lukisan itu, ia memberikan catatan, semacam kritik diri, “Kelemahan-kelemahan karya ini terutama pada lengan dan jari-jari”.
Dokumentasi lain juga menunjukkan, Nasjah banyak melukis anak-anak pelukis Sudarso. Tahun 1957 melukis Isteri Sentot, yang dikoleksi James Stewart dari Asia Foundation. Lukisan Potret Diri (1948) mendapat kesempatan diikutkan dalam berbagai pameran keliling.
Pertanyaannya kini, mengapa Nasjah Djamin dan pelukis pada zamannya banyak melukis potret diri dan potret orang-orang dekatnya? Sejumlah alasan bisa dijelaskan, antara lain, merupakan bagian dari proses studi, mengasah ketrampilan, tanpa harus membayar model; sebagai ungkapan emosi atas kedekatan relasi, komunikasi, dan berkehendak ingin mengabadikan perasaan itu.
Kedua, adalah tema panorama (landscape), dengan berbagai wujud, antara lain lanskap pantai lepas, hamparan padang pasir dan perbukitan, serta bentangan sawah dan gunung-gunung. Lanskap dalam gubahan Nasjah adalah lanskap yang sudah berada dalam resapan jiwanya, atau paduan antara realitas, imajinasi, situasi jiwa yang diungkapkan melalui sepotong panorama.
Lukisan-lukisan itu seperti mengabarkan tentang realitas kehidupan, utamanya kehidupan para perempuan lapis bawah, para perempuan pekerja kasar, demi ketahanan hidup (survivality).
Pada bentangan panorama – perbukitan, pantai, sungai, sawah, jalan setapak – hampir selalu dihadirkan sosok-sosok perempuan dalam citra gerak dalam suasana bekerja. Mereka, para perempuan itu, adalah sosok-sosok pekerja, yang memanen padi, menambang pasir atau batu, petani garam, berarakan ke pasar.
Di punggung para perempuan itu selalu bertumpuk gendongan, yang mengukuhkan bahwa mereka adalah pilar penyangga kehidupan keluarga, para pekerja keras dan mandiri.
Sosok-sosok itu selalu tampak kecil, terlihat dari kejauhan. Cara ungkap semacam itu dapat dilihat sebagai sebuah isyarat spiritualitas, bahwa manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi, sesungguhnya hanya makhluk kecil di tengah semesta raya. Sosok-sosok itu tidak sedang “menguasai” alam dengan rakus dan destruktif, tetapi sekadar memanfaatkan dan mengolah alam untuk kehidupan secukupnya.
Baca juga Perjalanan Seni dan Kurasi Sally Texania
Karya-karya lukisan panorama Nasjah memiliki kebedaan yang signifikan dibandingkan dengan lukisan sejenis dari para pelukis sezaman, karena metode dan pendekatannya pada apa yang disebut sebagai pemandangan alam. Pada pelukis pemandangan alam berpeluang hanya memotret sepotong pemandangan untuk dipindahkan pada kanvas atau kertas.
Gairah untuk hidup Nasjah Djamin terlihat dari karya-karya sastra dan lukisannya. Nasjah menuturkan lewat tulisan (novel-novel dan naskah drama), dan mewujudkan lewat lukisan-lukisan yang menyentuh. Lorong sunyi Nasjah Djamin menjadi gairah untuk hidup, dan sekaligus memaknai kehidupan yang fana ini menjadi demikian berharga.
Suwarno Wisetrotomo – kurator pameran “Retrospeksi Nasjah Djamin” di Galeri Nasional Indonesia, 24 Oktober – 3 November 2017