Sumatera, ini adalah gudangnya kopi dengan rasa terbaik. Sebut saja kopi Sidikalang, kopi Gayo, kopi Lintong, kopi Mandailing.
Sumatera, ini adalah gudangnya kopi dengan rasa terbaik. Sebut saja kopi Sidikalang, kopi Gayo, kopi Lintong, kopi Mandailing (Foto: Diana Saragih)

Seorang teman pernah berkata, kopi menambah pergaulan. Bagi pecinta kopi,  minum kopi sudah menjadi bagian hidup. Apalagi yang sudah  paham tentang cita rasa kopi otentik dan khas. Terkhusus di  Sumatera, ini adalah gudangnya kopi dengan rasa terbaik.  Sebut saja kopi Sidikalang, kopi Gayo, kopi Lintong, kopi Mandailing. Semua disajikan dengan vulgar dan tanpa keluhan, mahal atau sejenisnya. Ya, deretan kopi  dengan nama asalnya tadi daerahnya berada berdekatan dan selalu mudah ditemui terutama di sejumlah coffee shop kota Medan.

Tren ngopi di kedai kopi modern dengan berbagai teknologi sajinya pun berkembang pesat. Di setiap sudut kota selalu bisa ditemui  tempat ngopi modern yang ramai terutama saat malam hari. Ungkapan ngopi malam bakal bikin susah tidur agaknya diabaikan saat ini. Anak-anak muda nongkrong sambil ngopi, nobar tayangan sepak bola, bergurau, sampai bicara serius tentang politik dan bisnis. Tapi sajian kopinya bukan perkara main-main atau cuma selingan. Di Medan, hanya ada dua jenis kopi, yang enak dan enak sekali. Jadi jangan coba-coba menyajikan kopi di luar dua rasa itu jika tidak mau ditinggalkan pengunjung.

Omerta Koffie tempat ngopi asyik di Medan
Omerta Koffie tempat ngopi asyik di Medan (Foto: Diana Saragih)

Baca juga Toko Roti Retro Terus Dirindu

Bagi penikmat kopi, kedai langganan sangat diharapkan. Selain untuk memudahkan lidah mendapat citarasa yang cocok untuk momen santai penuh makna, kedai kopi langganan juga menjadi tempat mengadu. Rasa sepi, kering ide, atau sekedar tempat curhat. Untuk alasan yang terakhir ini, keramahan pelayan atau pemilik kedai yang biasa melayani pengunjung sangat dibutuhkan. Hospitality tidak semata-mata standard operational procedure(SOP) untuk menjamu pelanggan, ada kehangatan layaknya sahabat yang membuat penikmat kopi betah berlama-lama dan sering berkunjung.

Nah, untuk yang satu itu, salah satu tempat ngopi asyik di Medan pastilah tercetus, Omerta. Kedai kopi yang terletak di Jalan Wahid Hasyim Medan ini punya pelanggan fanatik. Bukan sekedar minum kopi sambil bercengkrama dengan teman atau kolega, di Omerta kita bisa belajar tentang seluk beluk kopi dan upaya konservasi. Buka sejak tahun 2012, Omerta Koffie kerap mengadakan cupping untuk meluaskan pengetahuan tentang kopi Sumatera dan cara menyajikannya.

Kopi-kopi Sumatera yang ada di Omerta Koffie
Kopi-kopi Sumatera yang ada di Omerta Koffie (Foto: Diana Saragih)

Ketika datang satu varian kopi baru, kita bisa bertanya tentang kopi itu. Seperti ketika saya berkunjung ke Omerta, setelah hampir enam bulan tidak singgah. Ada kopi Purba Simalungun. Nah, ini sepertinya baru muncul ke permukaan, kendati sebenarnya daerah Purba di Kabupaten Simalungun – Sumatera Utara, ini sudah lama menghasilkan kopi. Tetapi nama Kopi Purba sepertinya belum familiar.

Baca juga Bakoel Koffie, Ikhtiar Melanjutkan Garis Kopi

Saya pun ingin mencoba merasakannya dengan sajian V60. Menurut salah satu “buruh kopi” di Omerta, Ayumi, kopi ini tidak sepahit kopi Lintong atau Sidikalang. Rasanya lebih ringan jadi yang tidak begitu suka dengan kopi hitam bisa menikmatinya.  Varian baru lainnya masih dari dataran tinggi Simalungun, ada Kopi Sipangan Bolon, yang artinya makan besar. Kebetulan Simalungun adalah daerah kampung halaman saya, cerita dua kopi tersebut semakin menarik perhatian saya.

Cerita tentang kopi-kopi di Omerta saya dapatkan lebih banyak dari si pemilik kedai, Denny Sitohang. Jurnalis yang kini serius berbisnis kopi ini mengatakan, saat ini fokus pemburu kopi nikmat seperti dirinya tidak lagi terpaku pada proses hilir atau penyajiannya. Kata Denny, 60% kenikmatan kopi itu berasal dari treatment penanaman atau di hulu. Sisanya pada pengolahan biji kopi, roasting, sampai ke penyajian. Karenanya, para petani kopi kini lebih memperhatikan budidaya kopinya sehingga bisa meningkatkan daya jual. Menurutnya, di sini peran pemerintah sangat dibutuhkan. Selain untuk penyuluhan budidaya, namun juga bagaimana menjualnya. Petani yang cerdas akan menghasilkan produksi yang lebih baik.

Denny Sitohang (kiri) menyeduh kopi sambil bercengkrama dengan pelanggannya
Denny Sitohang (kiri) menyeduh kopi sambil bercengkrama dengan pelanggannya (Foto: Diana Saragih)

“Saya menemukan fakta di lapangan bahwa kini ada pergeseran pemahaman petani kopi terhadap produksinya. Dulu sejumlah daerah penghasil kopi di Sumatera Utara “termakan” isu bahwa kopi ini bukan komoditi utama, tetapi pendamping produksi industri. Ini menyesatkan, sebab bisa menurunkan kepercayaan petani kopi terhadap masa depan produksi mereka. Harga dikontrol pengepul dan petani pasrah. Tapi seiring dengan perkembangan teknologi informasi, petani kopi mulai memahami betapa selama ini mereka telah salah kaprah. Dan ini berita baik bagi perkembangan kualitas kopi nasional ke depan,” ujar Denny.

Baca juga Mengingat Kenangan Mengenang Selamanya

Pendampingan terhadap petani kopi yang dilakukan sejumlah organisasi tani di Sumatera Utara turut membantu peningkatan kapasitas pengetahuan petani kopi. Termasuk dari segi agrobisnisnya. Setelah mengetahui harga kopi sedang di atas angin, petani lebih serius mengelola lahan produksinya. Meskipun di sejumlah daerah penghasil kopi lain masih ada yang belum tersentuh pendampingan sehingga masih meyakini kopi bukan pertanian yang menjanjikan.

“Ada yang lebih menarik lagi. Di kampung penghasil kopi, mereka jarang ada yang minum kopi tubruk produksi mereka. Mereka terbiasa minum kopi kemasan. Ironi memang, tapi kembali lagi ke persoalan selera. Kita tidak bisa intervensi selera lidah orang lain kan,” tambah Denny sembari tersenyum.

Ayumi pegawai Omerta, sedang menyiapkan pesanan pelanggan
Ayumi pegawai Omerta, sedang menyiapkan pesanan pelanggan (Foto: Diana Saragih)

Begitu juga dengan persoalan di hilir. Baginya cara menyajikan kopi ini sebenarnya semudah menyeruputnya. Kopi kualitas baik diseduh biasa saja juga pasti nikmat. Jika ada teknik-teknik penyajian yang semakin berkembang, itu semata-mata ingin semakin mendongkrak keistimewaan kopi. Di dunia, eksistensi kopi sudah hampir menyamai minuman anggur. Mau dibuat mewah, bisa. Mau dibikin santai juga bisa. Terserah si peminum kopi bagaimana cara ia menikmatinya. Yang jelas, kopi memang menambah persahabatan. Mau disajikan panas atau dingin tergantung selera dan cerita-cerita yang mengiringinya.penutup_small