Keramik tak selalu mulus dan tanpa cacat. Atau selalu berupa wadah yang fungsional. Seperti halnya kayu, metal, atau batu, tanah liat juga bisa dijadikan bentuk-bentuk abstrak yang mengejar nilai estetika dan artistikk. Inilah yang diperlihatkan 50 karya keramik Ahadiat Joedawinata yang dipamerkan di Museum Nasional Indonesia, 15-27 Agustus 2013.

Highlight:

Satu setengah dasawarsa Ahadiat menekuni dunia seni keramik. Sepanjang itu, karya-karyanya terus menjalani pembaruan. Tak lagi sekadar fokus pada aspek fungsional keramik sebagai wadah, namun terselip pesan dan filosofi mendalam yang bisa memberikan pencerahan bagi mereka yang melihatnya. Ia pun kian tertarik mengeksplorasi berbagai jenis tanah liat/lempung dari beragam daerah guna menemukan karakter dan citra rasa yang berbeda.

  • Tidak kurang dari 50 karya seni keramik tampil dalam pameran tunggal Ahadiat Joedawinata yang diselenggarakan atas kerja sama Sarasvati Art Management dan Museum Nasional Indonesia. Pameran bertajuk ‘Memberi Makna Pada Yang Fana’ yang berlangsung pada 15-27 Agustus 2013, merupakan pameran tunggal kelima Ahadiat yang mulai menekuni dunia seni rupa dengan intens pada tahun 2000.
  • Menyelesaikan studi di Departemen Seni Rupa, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahadiat melebarkan penjelajajahan kreatifnya dari seorang perancang interior menjadi seniman keramik. Bersama sang Istri – Rini Chairin Hayati, yang juga seorang seniman grafis – Ahadiat dengan tekun menciptakan karya-karya keramik kontemporer hingga akhirnya mendapatkan pengakuan di pasar seni rupa dunia.
  • Meski sempat dinilai sebagai craft dan masuk kategori low art, seni keramik kontemporer Indonesia tetap bertahan dan berkembang hingga sukses meraih perhatian dan minat para kolektor baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Melalui karya-karya pekeramik seperti Ahadiat dan Albert Yonathan Setyawan, keramik Indonesia muncul dengan ciri khasnya sendiri.

Beberapa tahun terakhir, penciptaan seni keramik Indonesia tak lagi mengedepankan aspek fungsional semata. Pada praktik keramik kontemporer, seniman-seniman Indonesia memunculkan dimensi narasi, filosofi, dan wacana yang didominasi oleh pengalaman pribadi keramikus itu sendiri. Begitu pula karya Ahadiat yang dalam proses penciptaannya mengambil berbagai sumber tanah liat yang memberikan karakter tersendiri bagi masing-masing karya. Ahadiat percaya bahwa masing-masing tanah liat memiliki karakter dan bahasanya sendiri. Hanya butuh keterbukaan diri bagi keramikus untuk “mendengarkan”.

Read more…