Ide bisa saja datang dari kondisi lapar. Inilah yang dialami Hari Prasetyo. Ia mendapatkan ide untuk menciptakan karya grafis bertajuk Behind Territory Lines (Conflict and Agreements) dari sekaleng sarden yang ia buka ketika lapar menyerang.

Dari karya tersebut, Hari mendapatkan penghargaan Young Artist Award 2013 dari ART l JOG 2013 – sebuah penghargaan yang diberikan bagi seniman yang berusia di bawah 33 tahun. Young Artist Award 2013 diterima seniman yang biasa disapa Hari ‘Otoy’, karena ia dinilai berhasil mendeskripsikan tema Maritime di ART l JOG 2013, serta menawarkan beragam hal baru khususnya ide kreatif baik dari segi wacana maupun medium artistik.

hari-prasetyo---local-DJ_edit
Local DJ (afroseries), 2007, oil on canvas, 80 x 100 cm

Seniman yang pernah mengajar di Fakultas Seni Rupa di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mengolah karyanya berangkat dari tulisan kanji di kaleng sarden. Ia yakin betul jika ikan di dalam kaleng itu diambil dari lautan Indonesia. “Nelayan Indonesia seakan tidak sadar ikan yang mereka tangkap dijual ke luar negeri, kembali diimpor ke Indonesia. Tapi ada juga hasil laut yang ‘dicuri’ kapal-kapal nelayan asing berbendera Indonesia,” kata Hari. Terang-terangan ia menyebut Jepang sebagai salah satu negara yang paling banyak meraup keuntungan dari kekayaan laut Indonesia. “Selintas pancaran sinar dari kaleng sarden mirip dengan ikon negeri Matahari Terbit (Jepang)”.

Karya ini juga menampilkan konflik pribadi Hari, yang mungkin juga dirasakan masyarakat. Saat produk impor itu dengan mudah ditemukan di swalayan ataupun toko makanan lainnya, secara tak langsung menunjukkan adanya kesepakatan di belakangnya. “Kita berteriak kencang mengatakan mereka mencuri isi laut kita, tapi tak bisa melepaskan diri dari ketergantungan pada produk-produk itu,”katanya.

Pengolahan ide inilah yang menurut tim juri Young Artist Award menjadi kelebihan karya Hari. Selintas karya berukuran 120 x 200 cm itu tak lebih dari sebuah peta Indonesia yang ‘ditempelkan’ dengan grafis kaleng sarden yang memendarkan sinar merah. Namun, ternyata maknanya jauh lebih dalam.

Ada cerita unik di balik kemenangan Hari. Ternyata karyanya hampir saja gagal ikut seleksi. Satu hari jelang penutupan pendaftaran, karyanya baru selesai. “Sehari setelahnya, website Art Jog untuk mendaftarkan karya hang. Saya beruntung,”ujarnya. Saat mengetahui karyanya terpilih, rasa tidak percaya sempat muncul. Bukan saja karena karyanya terpilih, juga karena seniman terpilih lainnya jauh lebih senior dan berpengalaman darinya.

Ia juga mengaku sempat kebingungan saat karyanya ditawar pengunjung. Kepada Sarasvati, ia mengaku tak pernah memikirkan harga karyanya. Karena sepengetahuannya, Art Jog hanyalah pameran besar bersama. “Saya tidak tahu kalau karya yang dipamerkan bisa dijual. Jadi tidak pikir harga,”kata Hari. Ia pun menyerahkan penentuan harga karyanya kepada panitia penyelenggara.

ArtJog
Behinds Territory Lines (Conflict and Agreements), 2013, mixed media on cad tracing paper, 120 x 200 cm

Hari mengaku tidak pernah menyangka akan memenangkan penghargaan pertama untuk para seniman muda yang turut serta dalam ArtIJog 2013. Apalagi, seniman-seniman muda lainnya termasuk yang rajin berkarya. Hari sendiri baru beberapa bulan terakhir menjelang diselenggarakannya ArtIJog 2013 kembali mencoba menciptakan karya.

Sebelum lulus dari Fakultas Seni Rupa UNJ-Jakarta, Hari sempat menjadi penulis seni rupa di sebuah majalah. Lulus tahun 2011 lalu, Hari diterima bekerja di sebuah perusahaan konsultan perencanaan arsitektur PT Birano Architect di Jakarta. Dua tahun lamanya Hari bekerja di perusahaan arsitektur itu. Tapi kerinduannya pada dunia seni rupa menggiringnya untuk kembali ke kampus lamanya di UNJ sebagai seorang pengajar. Jadi wajar saja saat ditanya apakah pernah mengadakan pameran tunggal, Hari menggelengkan kepalanya. “Pameran bersama, satu dua kali ada,”katanya.

Hari-prasetyo-and-work_edit
Hari Prasetyo and work

Bakat seni Hari mulai tampak sejak duduk di bangku sekolah dasar. Di waktu senggangnya, ia kerap kedapatan tengah sibuk menggambar sesuatu. Beruntung ia memiliki orangtua yang sangat memahami kelebihan anaknya. Dukungan pun sepenuhnya diberikan saat Hari memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Fakultas Seni Rupa di UNJ.

Di bangku kuliah, kemampuannya menggambar kian terasah. Ia juga sempat berkenalan dengan aliran seni rupa lainnya seperti membuat patung, keramik, grafis dan instalasi. Tapi hanya drawing yang membuat dirinya merasa nyaman. “Saya senang drawing, khususnya membuat potret. Jumlahnya saat ini cukup banyak,”ujarnya.