Salah satu puisi yang terangkum dalam Luka Cinta Jakarta Foto: Jacky Rachmansyah

Judul: Luka Cinta Jakarta

Penulis: Yudhistira ANM Massardi

Penerbit: KPG

Tebal: 292 halaman

Terbit: 2017

Cover: Softcover

Sebagai ibukota dan poros roda putar ekonomi negara, Jakarta memang menggiurkan untuk mencari materi, namun seringkali dibayar mahal dengan kemanusiaan yang dikesampingkan demi mencapai kebahagiaan pribadi. Ada benci sekaligus cinta untuk Jakarta. Kalau tidak begitu Jakarta tidak akan sepadat sekarang.

Tema inilah yang diangkat oleh Yudhistira ANM Massardi dalam kumpulan puisinya “Luka Cinta Jakarta”. Ada 100 puisi yang menceritakan asam, manis, pahit kehidupan penduduk Jakarta yang diselesaikan penulisnya dalam rentang waktu 3 bulan (April – Agustus 2017). Hampir setiap hari satu puisi terkumpul, kalaupun mangkir akan dikejar di hari berikutnya.

Baca juga 7 Film Indonesia Terbaik Menurut Sutradara Film Turah

Buat Anda yang belum pernah menjalani hidup sebagai penduduk Jakarta bisa jadi tidak memiliki feel apa-apa ketika membaca bait demi bait puisi yang terangkum di sini. Namun untuk orang Jakarta yang mengais rezeki dan memintal cerita di kota ini, setiap sudut memiliki kenangan dan perjuangan.

Coba saja tengok puisi #Jakarta 22 (hal 62-63):

Kehidupan menjajakan roti, nasi uduk, ketupat sayur, dan aneka kue sejak dini hari

…………….

“Apakah kehidupan menepati janji?” katamu

“Jalan tol selalu macet, kereta komuter kadang mati listrik”

Ya, sayangku

Begitulah cara kehidupan di Jakarta menepati janji

Kita harus menyesuaikan diri

………….

“Uh! Kenapa bicara kematian?” katamu

“Pekuburan sudah sempit, program BPJS masih defisit”

Buku Luka Cinta Jakarta
Buku Luka Cinta Jakarta (Foto: Jacky Rachmansyah)

Atau puisi #Jakarta 9 (hal 23-24):

Jangan bicarakan banjir di Jakarta!

Gorong-gorong penuh tikus yang lebih garang dari garong,

Mereka berpolitik merampok aneka anggaran

Mereka mematikan hak rakyat akan perbaikan kehidupan

Mereka mencekik leher rakyat dengan harga-harga makin tinggi…

 Baca juga Menyimak Bagaimana Nasib Pembunuh Bayaran Seharusnya

Sebenarnya kalau ditilik lebih lanjut kumpulan puisi dengan benang merah Jakarta ini menceritakan kondisi Indonesia secara utuh, hanya saja mengambil kerangka lewat teropong Jakarta. Seperti persoalan korupsi, konflik agama, teror bom yang sempat menghantui Jakarta (Kampung Melayu) beberapa waktu lalu, kisruh pemilihan gubernur, demonstrasi anarki dan kejadian-kejadian aktual setahun terakhir ini.

Yudhistira tidak hanya merekam keganasan Jakarta saja tetapi juga hal-hal humanis seperti penjual nasi uduk yang mulai menjajakan dagangannya pagi-pagi ataupun cuplikan aktivitas di Kota Tua sebagai magnet yang tak pernah luput oleh sasaran turis.

Sudah banyak cerita tentang Jakarta yang diabadikan lewat karya. Entah itu puisi, fiksi, lukisan sampai pameran seni rupa yang berangkat dari pengalaman berkehidupan di Jakarta.

Buku berbeda lainnya yang juga bisa jadi referensi untuk menambah khasanah tentang Jakarta terutama Jakarta tempo dulu adalah karangan Scott Merrillees dan Adolf Heuken. Dalam bukunya Scott menyajikan fakta-fakta mengenai Jakarta jadul dan dilengkapi dengan foto, sangat menarik untuk disimak.

Greetings from Jakarta karya Scott Merrillees
Greetings from Jakarta karya Scott Merrillees (Foto: Jacky Rachmansyah)

Anda bisa menemukan cerita kalau ternyata Kalijodo sesuai namanya memang sering dijadikan sebagai tempat para imigran dari China mencari perempuan untuk dinikahi ataupun senang-senang saja. Kemudian Bioskop Metropole yang dulu namanya sempat diganti menjadi Megaria karena menurut Soekarno nama “metropole” terlalu asing. Akhirnya memang, setelah masa kepemimpinan Soekarno berakhir, nama Metropole kembali digunakan.

Baca juga Mencari Keadilan Bersama Marlina si Pembunuh

Tidak berbeda dengan apa yang dilakukan Scott, Adolf juga mencatat sejarah tua Jakarta dalam buku-bukunya. Ketika kehidupan di Jakarta tidak serumit dan seriuh sekarang, bagaimana cara orang dulu menjalani hidupnya dan sudut-sudut ibukota yang menyimpan sejarah.

Buku karangan Scott Merrilees dan Adolf Heuken ini bisa didapatkan di Sarasvati (Gedung Olveh) Jalan Jembatan Batu No. 50 Pinangsia T. 62 21 690 5803/ 6905845 info@sarasvati.co.id  atau Pantjoran Tea House Jalan Pancoran No. 4 RT 6 Glodok, Tamansari T. 62 21 690 5904. penutup_small

Artikel Merefleksikan Luka dengan Cinta Untuk Jakarta dimuat di majalah SARASVATI edisi November 2017.