Sekitar enam bulan lamanya, karya dari perupa Tintin Wulia akan ditampilkan pada perhelatan seni bergengsi internasional Venice Art Biennale (La Biennale di Venezia) mulai dari 13 Mei hingga 26 November 2017. Seniman kelahiran Bali ini menjadi satu-satunya yang mewakili Tanah Air di Paviliun Indonesia, Arsenale, Venesia, Italia lewat proyek bertajuk “1001 Martian Homes”.
Telah berkecimpung di dunia seni kontemporer sejak tahun 2000-an, perupa kelahiran 1972 ini telah mengikuti berbagai pameran lokal hingga luar negeri. Eksplorasi kekaryaannya sering berkutat pada perkara identitas dengan media video juga instalasi.
Terhitung berbagai pameran besar telah diikutinya antara lain Istanbul Biennial (2005), Yokohama Triennal (2005), Jakarta Biennale (2006 dan 2009), Biennale Moscow, Gwangju Biennale, dan Asia Pacific Triennial. Keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan tersebut juga menjadi salah satu pertimbangan kurator Agung Hujatnikajennong, direktur artistik Enin Supriyanto, dan tim BEKRAF dalam memilih Tintin.
Lewat “1001 Martian Homes” Tintin ingin melakukan ekspansi ruang Paviliun Indonesia yang hanya berukuran 70 meter persegi. Caranya adalah membuat tiga pasang instalasi yang ditampilkan pada dua tempat berbeda yakni di Paviliun Indonesia yang berlokasi di Arsenale, Italia dan Senayan City, Jakarta. Ketiga pasang tersebut secara simultan saling terhubung melalui jaringan internet dan bersifat interaktif.
“Ketika saya melihat ruang di sana, saya ingin mengekstensinya. Proyek ini adalah satu dari tiga proposal yang diajukan. Ada dua yang lebih simple tetapi yang paling sulit yang terpilih, untuk mengekstensi ruang dari Venesia ke Jakarta,” ujarnya saat jumpa wartawan di Plataran Menteng, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Berdasarkan penjelasan perupa, karya yang mulai dikerjakan sejak November 2016 tersebut dilengkapi dengan sensor gerakan yang akan menghadirkan interaksi di dua tempat berbeda. “Jadi nanti pengunjung di Venesia bisa melihat bagaimana keadaan objek di Jakarta, begitu juga sebaliknya.”
Berbicara tentang gagasan, lewat karya ini Tintin juga masih berbicara seputar identitas, yang dibenturkan dengan ihwal perbatasan geografis dan ketimpangan sosial. Kisah nenek moyangnya yang harus bermigrasi dari Tiongkok ke Denpasar, turut menginspirasi Tintin untuk membahas isu teritori dan perpindahan yang sesungguhnya relevan dengan kehidupan masa kini.
“Karya ini mencerminkan pergerakan yang tidak menentu dalam kehidupan kita sebagai manusia di dunia yang kita tempati ini. Pada saat yang sama, karya ini juga menjadi metafor untuk tempat tinggal manusia yang terus berkembang secara berkesinambungan, baik untuk kelanjutan hidup maupun untuk kebutuhan, dalam proses mencari kehidupan yang lebih baik atau dalam situasi krisis yang genting,” paparnya.
Kemunculan karya ini diakui Tintin juga terinspirasi dari karya sebelumnya yang digarap pada 2011. Bertajuk The Butterfly Generator, karya tersebut juga menghadirkan dua mesin kembar di dua tempat berbeda yang terkoneksi internet.
Selain melibatkan kurator dan direktur artistik, penggarapan Paviliun Indonesia di Venesia turut melibatkan banyak pihak. BEKRAF didampingi deputi komisioner yang terdiri dari Melani W. Setiawan, Amalia Wirjono, dan Diaz Parzada.
Bagi para penikmat seni yang tak bisa bertandang ke Venesia, tak usah khawatir. Paviliun Indonesia yang serupa juga bisa disambangi di Senayan City, Jakarta mulai dari 13 Mei hingga 26 November 2017. Selain pameran karya Tintin Wulia, pengunjung juga bisa menikmati berbagai rangkaian acara seni menarik lain dari BEKRAF.