“Saya baca Kompas dan di sana ada cerita tentang lukisan ini. Tapi dibilangnya, perempuan ini istri Ali Sastroamidjojo,” ujar Ramzi Effendi pada Sarasvati di depan lukisan Gadis Melayu dengan Bunga, Sabtu, 6 Agustus 2015.
Lukisan itu buatan pelukis Meksiko, Diego Rivera, yang sedang dipamerkan di pameran koleksi lukisan Istana Negara bertajuk “17|71: Goresan Juang Kemerdekaan” di Galeri Nasional Indonesia. Sedangkan, artikel yang dirujuk Ramzi adalah artikel Perempuan Berwajah Merah yang terbit di surat kabar Kompas, Minggu, 31 Juli 2016.
Artikel itu pun memancing rasa penasaran Ramzi. Pasalnya, cerita mengenai lukisan tersebut mirip seperti cerita yang ia dengar soal ibu kandungnya dilukis oleh seorang pelukis Meksiko. Begitu ia berdiri di depan lukisan yang dimaksud, barulah ia mendapat jawabannya: model dalam lukisan Gadis Melayu dengan Bunga memang benar sang ibu, Siti Ainsyah, istri diplomat Indonesia untuk Meksiko saat itu, Boes Effendi.
Berdasarkan artikel di Kompas, pembuatan lukisan tersebut bermula dari permintaan Presiden Soekarno agar Diego Rivera membuat lukisan bernuansa Indonesia. Di paragraf berikutnya, tertulis: “Bung Karno lalu mengirim perempuan sebagai model. Dia tak lain adalah istri Duta Besar Meksiko saat itu.”
“Saya tidak tahu tentang cerita awal pembuatan lukisan itu,” ujar Ramzi, “cerita yang saya tahu adalah ibu saya bertemu Diego Rivera tahun 1955 dan meminta melukis ibu saya.”
Pertemuan itu terjadi di Meksiko, tempat Boes Effendi bertugas. Namun, Ainsyah menolak tawaran pelukis Meksiko terkenal tersebut sebab dirinya mengaku tak suka dilukis. Kemudian, sang suamilah yang membujuk agar Ainsyah mau dilukis oleh Rivera.
“Sepertinya orangtua saya tidak tahu bahwa Diego Rivera sebetulnya disuruh oleh Soekarno,” kata Ramzi.
Presiden Soekarno sendiri kemudian mengetahui sosok di balik lukisan tersebut beberapa waktu kemudian. Setelah itu, Soekarno pun meminta Presiden Meksiko saat itu, Adolfo López Mateos, untuk mengirim lukisan tersebut ke Indonesia. Sayangnya, Gadis Melayu dengan Bunga kadung dianggap sebagai lukisan langka dan bersejarah bagi rakyat Meksiko. Bahkan, dibuat juga sebuah Undang-Undang khusus untuk melindungi lukisan potret Ainsyah Effendi. Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa lukisan tersebut tidak dibenarkan berada di luar Meksiko dalam keadan apa pun.
Yang bisa meloloskan niat Soekarno untuk memboyong lukisan itu ke Indonesia tak lain adalah jurus-jurus negosiasi yang ia lancarkan. Belum ditemukan sumber-sumber yang menjelaskan bagaimana detail negosiasi tersebut. Satu yang pasti: akhirnya Presiden Meksiko mengeluarkan dekrit Presiden untuk mengeluarkan lukisan yang kini menjadi koleksi Negara Indonesia.
“Menurut cerita ibu saya, lukisan itu dibawa ke Indonesia oleh delegasi Meksiko yang datang ke peresmian Hotel Indonesia,” tutur Ramzi.
Upaya Pihak Keluarga
Ramzi Effendi tak pernah bermimpi ia akan benar-benar melihat dengan mata kepalanya sendiri lukisan yang juga bersejarah bagi keluarganya. Di hadapan lukisan karya Rivera itu, ia berujar, “Seandainya ibu saya masih hidup, saya pasti sudah ajak ke sini.”
Siti Ainsyah wafat pada tahun 1991. Semasa hidup, wanita yang memiliki empat anak ini baru dua kali melihat lukisan potret dirinya itu. Pertama, ketika lukisan selesai dibuat. Kedua, ketika ia dan kelompok arisannya mendapat kesempatan tur melihat koleksi lukisan di Istana Negara sekitar tahun 1989. “Saat itu ibu saya cari lukisan ini ke bawah istana dan berhasil menemukannya. Kemudian ibu saya berfoto sama lukisan ini.”
Sesungguhnya, pihak keluarga pernah berupaya untuk menyimpan lukisan Gadis Melayu dengan Bunga di rumah. Pada pertengahan 1980, keluarga Effendi meminta izin pada Direktur Jenderal Pariwisata masa itu, Joop Ave, agar lukisan tersebut bisa jadi lukisan keluarga. Sayangnya, niat itu tidak terwujud karena sudah menjadi koleksi negara.
Seandainya keluarga Effendi mau membawa lukisan itu waktu baru selesai dibuat, barangkali mereka bias menikmatinya di ruang pribadi. “Waktu itu papi dan mami menolak membawa lukisan karena repot dan lukisan itu berat, sementara sebagai diplomat keluarga saya hidupnya pindah-pindah,” ujar Ramzi.
Perkiraan Waktu Pembuatan Lukisan
Karena hidup berpindah dari satu negara ke negara lain, anak-anak Boes dan Ainsyah Effendi lahir di negara yang berbeda-beda. Ramzi, si bungsu, misalnya lahir di Filippina. Dan satu kebetulan juga, semasa tinggal di Meksiko, bertepatan dengan tahun dibuatnya lukisan Gadis Melayu dengan Bunga, Ainsyah Effendi melahirkan anak kedua.
Anak yang diberi nama Normansyah Effendi tersebut lahir 7 Juli 1955. Jika merunut dari keterangan Ramzi yang mengatakan bahwa ibunya sedang mengandung dua bulan sewaktu menjadi model lukisan Rivera, maka diperkirakan lukisan Gadis Melayu dengan Bunga dibuat sekitar awal bulan Januari.
Tahun itu pun sebetulnya adalah tahun yang berat bagi Diego Rivera. Pelukis yang dikenal lewat mural-muralnya ini baru saja kehilangan sang istri, Frida Kahlo, yang meninggal satu tahun sebelumnya. Tak hanya itu, Rivera sendiri sedang bertarung dengan kanker di tubuhnya, yang akhirnya mengalahkan pelukis berhaluan politik kiri ini dua tahun kemudian.
Dalam rentang 71 tahun masa hidupnya, Diego Rivera telah membuktikan diri sebagai salah satu pelukis paling penting di negaranya. Sempat tinggal di Paris , Rivera mempelajari gaya kubisme pada 1913 sebelum akhirnya juga menjajal aliran post-impressionisme. Baru pada 1921, ketika ia kembali ke Meksiko, Rivera menjadi satu dari “Tiga Seniman Besar” bersama José Clemente Orozco dan David Alfaro Siqueiros yang membuat gerakan seni mural untuk menyampaikan pesan-pesan politik.