Penampilan kontingen luar negeri di gelaran EIFAF. (Foto: Dok. Dispar Kutai Kartanegara)

Pesta adat Erau dan International Folk Arts Festival (EIFAF) kembali digelar di Kota Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada 20-28 Agustus 2016.

Erau akan berlangsung di Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang sekarang jadi Museum Mulawarman, dan di luar kedaton. Museum Mulawarman akan diubah tampilannya menjadi seperti kedaton pada masa dahulu.

Selama sepekan, ruang-ruang publik akan digunakan sebagai panggung seni budaya dan upacara adat, seperti upacara pedalaman, orkestra mini tradisional, lomba permainan tradisional, pertandingan olah raga tradisional, lomba pacu perahu motor tradisional, Erau expo dan bazaar, serta  festival kuliner.

Tradisi beseprah bakal menarik perhatian pengunjung. Beseprah adalah makan bersama sambil duduk bersila di lantai. Namun khusus untuk Erau, beseprah akan menghampar sejauh satu kilometer dan melibatkan masyarakat.

Atraksi kesenian Dayak di Pulau Kumala. (Foto: Dok. Dispar Kutai Kartanegara)
Atraksi kesenian Dayak di Pulau Kumala. (Foto: Dok. Dispar Kutai Kartanegara)

Erau yang sudah berjalan cukup lama merupakan acara pariwisata unggulan masyarakat Kutai Kartanegara (Kukar), jadi andalan wilayah Kalimantan, dan masuk dalam calender of event pariwisata nasional. Selain meningkatkan kunjungan wisata, EIFAF bertujuan melestarikan dan mengembangkan budaya daerah Kutai.

Erau diselenggarakan tiap bulan Juli. Namun karena pada tahun ini bertepatan dengan bulan Ramadan dan  Idul Fitri 1437 H,  maka pelaksanaannya diundur pada 20-28  Agustus.

“Dalam pakem Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, sesungguhnya Erau dapat dilaksanakan kapan saja bila Sultan berkehendak,” ujar Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dalam jumpa pers persiapan EIFAF di Gedung Sapta Pesona, kantor Kementerian Pariwisata RI, Jumat (12/8).

“Pada 2008, Erau sempat digelar pada bulan Desember,” Rita melanjutkan, “Namun dengan pertimbangan pelaksanaan Erau telah menjadi agenda tetap daerah dan nasional maka sejak 2009 hingga sekarang, Sultan berkenan menyelenggarakan Upacara Adat Erau bertepatan dengan pelaksanaan waktu libur, bulan Juli.”

Bersamaan dengan pesta adat Erau, diadakan pula International Folk Arts Festival yang merupakan kerja sama Pemda Kukar dengan lembaga internasional Council International Of Foklore Festival (CIOFF).

Acara gabungan yang sudah memasuki tahun keempat ini akan diikuti 10 grup yang terdiri dari 218 peserta, yakni dari Asia (2 grup), Eropa (6 grup), dan Amerika (2 grup). Selain itu ada 17 grup kesenian rakyat Nusantara, termasuk grup kesenian dari Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Bandung, Buton, dan Boyolali yang mengirim tim kesenian secara mandiri.

Festival ini akan menyuguhkan pentas seni budaya internasional serta pertunjukan jalanan (street performance), diakhiri dengan kunjungan kebudayaan ke Dayak Experience Center di Pulau Kumala, yang merupakan delta di Sungai Mahakam.

Dayak Experience Center adalah obyek wisata favorit Kutai Kartanegara selain Planetarium Jagad Raya, Waduk Panji Sukarame, Museum Kayu Tuah Himba, dan Pantai Tanjung Harapan Samboja.

“Kami perkirakan acara ini akan dihadiri 60 ribu pengunjung selama festival berlangsung, meningkat 5.000 pengunjung dari tahun lalu. Sekarang akses lebih mudah setelah Jembatan Kartanegara dibuka pada Desember 2015,” ujar Rita.

Kiri ke kanan: Kepala Dinas Kutai Kartanegara Sri Wahyuni, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, Asdep Pengembangan Komunikasi Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar Putu Ngurah. (Foto: Silvia Galikano)
Kiri ke kanan: Kepala Dinas Kutai Kartanegara Sri Wahyuni, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, Asdep Pengembangan Komunikasi Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar Putu Ngurah. (Foto: Silvia Galikano)

“Erau” berasal dari kata “eroh” yang berarti ramai, riuh-rendah. Prosesi upacara Erau bermula dari Kerajaan Kutai di Jahitan Layar atau Kutai Lama pada abad ke-13, yakni pada perayaan Tijak Tanah Raja Kutai dan pengangkatan raja pertama Kerajaan Kutai  Aji Batara Agung Dewa Sakti.

Selanjutnya upacara Erau dilaksanakan pada saat penobatan raja dan putra mahkota, pemberian gelar kepada mereka yang berjasa bagi kemajuan kerajaan, serta peristiwa lainnya di lingkungan kerajaan.

Ketika Islam masuk, Kerajaan Kutai berganti nama  menjadi Kesultanan Kutai. Pada abad ke-17, Kesultanan Kutai menaklukkan Kerajaan Martadipura (Kerajaan Hindu di Muara Kaman yang pada abad ke-4 termasyhur dengan Maharaja Mulawarman).

Nama Kesultanan Kutai pun berganti menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan tradisi upacara adat Erau terus dilanjutkan di lingkungan kesultanan. Semenjak Kesultanan Kutai bergabung dengan NKRI dan menjadi daerah Swapraja kemudian menjadi Daerah Istimewa Kutai dan Daerah Tingkat II Kutai, praktis upacara adat Erau mengalami kevakuman.

Pada tahun 1970-an, Bupati Kutai Ahmad Dahlan berupaya menghidupkan kembali Erau meski dengan tataran upacara adat belum lengkap. Pasalnya waktu itu Kesultanan Kutai Kartanegara belum memiliki sultan, meski sudah ada putra mahkota.

Erau diadakan bersamaan hari jadi Kota Tenggarong pada 28 September, tiap dua tahun dengan pertunjukan seni dan budaya daerah. Akibatnya masyarakat mengira Erau identik dengan hari jadi Kota Tenggarong, padahal Kota Tenggarong baru berdiri pada 28 September 1782 atau lima abad setelah Erau pertama diadakan pada abad ke-13 di Kerajaan Kutai – Jahitan Layar – Kutai Lama.

Gelaran dua tahunan itu berlanjut hingga 2004. Selanjutnya diadakan tiap tahun pada bulan Juli.