Berawal dari kumpul-kumpul di warung kopi, sembilan seniman dari beraneka ranah subkultur memutuskan untuk menggelar pameran bersama.
Dalam definisi pameran secara luas, Silincer8, Pofobag, ARTZ, Nandi Yoga, Esa Adi, R. Fajar, Aswina Gunari (Blackface13), Nyoman Asgra, dan Fajar Abadi bukan baru kali ini melakukannya. Mereka kerap terlibat dalam pameran di lingkaran masing-masing, di sebuah distro, di festival tato, dan lainnya.
Yang berbeda kali ini, sembilan anak muda ini memamerkan karya di Sangkring Art Project, Yogyakarta, sebuah galeri yang sudah dikenal di dunia seni rupa.
“Mereka ini seniman-seniman yang aktif di komunitas masing-masing, seperti graffiti, tato, grafis, dan semacamnya. Untuk pameran kali ini, mereka sepakat untuk menampilkan karya-karya drawing di atas kertas,” ujar Huhum Hambilly, pegiat dan pengamat subkultur yang menjadi penulis pameran bertajuk “Everythink” ini.
Drawing dipilih sebab dianggap dekat dengan laku kesenian yang mereka jalani sehari-hari. Seorang penato menghadirkan flash tato (rancangan gambar sebelum diaplikasikan ke kulit), desainer perlu menggambar sebelum diolah lebih lanjut dengan apa yang dikenal sebagai digital drawing, pembuat graffiti menyajikan gambar untuk mengatur skala sebelum dieksekusi di tembok, pun demikian dengan para ilustrator.
Meski demikian, sekitar 40 karya drawing yang dipamerkan di pameran ini merupakan karya drawing yang selesai. Artinya, karya-karya ini bukan berupa rancangan, tetapi hasil akhir. Huhum mengatakan bahwa kesepakatan menampilkan drawing juga tidak lepas dari pertimbangan ruang pamer.
“Kami sepakat untuk tidak memamerkan graffiti atau desain ilustrasi yang sudah dituang ke dalam produk. Di sisi lain, kami juga tidak sedang mengkampanyekan posisi drawing di dalam seni rupa kontemporer. Kami hanya ingin mengerjakan apa yang menyatukan seniman-seniman ini, selain drawing itu sendiri lebih pas bentuknya di ruang pamer.”
Kecanggihan teknik menggambar para seniman betul-betul terlihat di pameran yang berlangsung 18-25 November 2016 tu. Keragaman ide diolah dalam teknik yang terampil.
Blackface13 misalnya, memadukan isu lingkungan dengan sosok lelaki perempuan yang sering terlihat marah atau geram. Tinta Blackface13 menghasilkan warna-warna gelap dan semi terang untuk simbol-simbol yang konkret dan yang abstrak.
Sementara itu, Silincer8, seniman yang telah lama menggeluti seni drawing, menyuguhkan kengerian imaji yang divisualisasikan ke dalam bentuk tengkorak, malaikat kematian, dan sejenisnya. Penggambaran detailnya memikat. Warna monokromnya menjerat. Sosok-sosok menyeramkan dalam karyanya seperti sedang berusaha menyeruak ke luar.
“Dalam setahun belakangan, Silincer8 berhadapan dengan situasi, sebut saja nir-produktif. Tersebab sindrom skizofrenia yang menggejala, ia mengalami depresi yang secara langsung mempengaruhi aktivitas pengkaryaannya,” kata Huhum. Barangkali inilah refleksi bawah sadar dari keadaan tersebut.
Secara umum, pameran ini tidak menekankan pada satu tema untuk dibicarakan. Para seniman diberikan kebebasan untuk menuangkan apa saja pada karyanya. Selama proses kurasi, Huhum hanya meminta mereka untuk membuat masing-masing 4-5 karya yang mirip. Hasilnya, mereka menghasilkan karya yang personal dan masih berkisar di lingkaran pribadinya sendiri.
Selain pameran, juga akan diadakan acara-acara lain, seperti lokakarya drawing dan tipografi, lokakarya membuat tato, lokakarya hardboard cut patch, dan pemutaran film dokumenter Bless This Mess & Penyintas Tato karya Panca Dz.