Wayan Martino, "The Dinamic Shadow".

Apa yang mereka hadirkan dalam merespons tema pasar kerap kali terjebak pada romantisme memandang pasar tradisional yang kondisinya makin terimpit oleh pasar-pasar modern dan pusat-pusat perbelanjaan di kota Denpasar yang terus tumbuh.

Menelusuri sejarah sebuah kota, barangkali paling mudah melalui asal-usul namanya. Seperti kota Denpasar, nama kota ini berasa dari dua kata dalam bahasa Bali yaitu den dan pasar. Den dalam bahasa Bali merupakan kependekan bunyi dari kata dajan yang berarti “di utara”, sedangkan pasar tetap sebagaimana arti yang kita pahami. Sehingga jika diterjemahkan, kota Denpasar dapat berarti sebagai kota yang berdiri di utara pasar. Nama tersebut memang sesuai dengan rujukan sejarah yang menjelaskan asal usul kota ini, yang ditandai ketika terjadi perpindahan pusat kekuasaan ke puri Denpasar yang berada di sebelah utara pasar pada kisaran tahun 1788. Dahulu lokasi pasar berada di lapangan Puputan, sebelum dipindahkan ke dekat sungai Badung pada era kolonial Belanda.

Penempatan nama pasar sebagai bagian dari nama kota ini menunjukkan betapa pasar, selain sebagai penanda geografis, memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakatnya di masa dahulu, hingga masa kini. Selain sebagai ruang transaksi ekonomi, dalam konsep tata kehidupan masyarakat Bali, pasar memiliki keterhubungan secara langsung dengan pura (spiritualitas) dan puri (kekuasaan politis). Berangkat dari pemikiran itulah, Cushcush Gallery mengajak sejumlah insan kreatif yang tinggal di kota Denpasar untuk kembali menelusuri pasar dan membangun ulang dialog tentang keberadaannya dalam pertumbuhan kota hari ini melalui sebuah pameran berjudul “Den Pasar” yang dihelat pada 26 Mei hingga 26 Agustus 2017.

 

I.G.P.A.Mirah Rahmawati, "Kumbasari at Night".
I.G.P.A.Mirah Rahmawati, “Kumbasari at Night”.

 

Secara keseluruhan, ada 17 insan kreatif yang berhasil lolos kurasi. Seleksi dilakukan melalui sistem aplikasi terbuka yang dimulai sejak Februari lalu. Tidak semua dari mereka adalah seniman yang bergelut dengan media visual, beberapa di antaranya adalah desainer fashion, arsitek, bahkan penari. Mereka ialah Adhika Anissa, Dian Suri, Myra Juliarti, Farhan Adityasmara, Mirah Rahmawati, Jaya Putra, Andre Yoga, Suhartawan, Wayan Martino, Lugu Gumilar, Nadjma Achmad, Sidhi Visathya, Syaifudin Vivick, Tri Haryoko Adi, Qomaruzzaman Alamry, Reevo Saulus, dan Yoga Wahyudi.

 

Ulasan lengkap Dialog tentang Pasar dan Sejarah Kota dapat dibaca di majalah SARASVATI edisi Juli 2017.