Kehidupan selalu memberikan pengulangan terhadap rutinitas itu-itu saja yang membuat manusia itu sendiri muak dengan jadwal monoton yang harus dilakukannya terus menerus demi eksistensi hidup.
Dalam kemonotonan hidup tersebut, ketakutan demi ketakutan membayangi perjalanan hidup kemanusiaannya. Sampai kapan dia akan terus mengulang aktivitas yang sama, bagaimana kalau dia berhenti dan mencoba melakukan hal berbeda?
Pengulangan ritme ini pada akhirnya membuat manusia kehilangan makna untuk apa yang dilakukannya terus-menerus tersebut. Kompleksitas kemanusiaan inilah yang digambarkan David Gheron Tretiakoff dalam art performance-nya pada Rabu (8/11) malam.
Baca juga Jakarta Biennale 2017, Dari Semsar Siahaan Sampai Seniman Afrika Selatan
Lampu Hall B Gudang Sarinah Ekosistem dimatikan, membuat suasana gelap dan hanya ada penerangan dari lampu proyeksi dan senter dari tim yang membantu pertunjukan David. Dimulai dari pembacaan puisi miliknya Toeti Heraty versi bahasa Indonesia dan Inggris, baru kemudian David mengajak tiga penonton secara acak untuk masuk ke dalam “panggung” yang dia ciptakan.
Masing-masing ada yang memegang cermin, baskom berisi air kemudian handuk. David memulai ceritanya dengan mencukur cambangnya sambil bercakap-cakap dengan diri sendiri. Ada kegusaran dan ketakutan dalam perbincangannya dengan diri sendiri. Dan dalam pergulatannya dengan diri tersebut dia tidak sadar kalau dagunya terluka sampai mengucurkan darah. Bukankah kita juga sering mengalami hal demikian? Bahkan untuk hal yang fasih dilakoni sehari-hari bisa melukai tanpa sengaja atau sengaja karena menikmati?
David memainkan proyeksi cahaya, membuat yang menyaksikan merasakan betul perpindahan dimensi kehadiran David secara imaji, fisik kemudian semesta kepada David. Pada akhirnya apa yang David tunjukkan semakin memperkuat kompleksitas jiwa manusia yang tidak hanya memiliki unsur feminin dan maskulin tetapi juga hewani. Kontrol ada di kita, sosok mana yang ingin ditampilkan, walaupun seringnya kita lebih sering terbawa arus rutinitas dan kehilangan jiwa murni itu sendiri.
Baca juga Jakarta Biennale 2017 Usung Tema “Jiwa”
David Gheron Tretiakoff adalah seniman visual, editor film, sutradara, penulis, dan art performer berkebangsaan Prancis yang berfokus pada perkembangan politik dan sosial kontemporer. Untuk pameran Jakarta Biennale 2017, David membawa video instalasi berjudul Ceremony yang menceritakan tentang manusia sekarang sudah kehilangan pengetahuan mengenai kepercayaan nenek-moyang zaman dulu dimana ketika memecahkan masalah melalui laku ritual masih dianggap masuk akal.