Source : Galeri Nasional Indonesia

Pemaknaan residensi dalam seni rupa memang tidak bisa dilepaskan dari interpretasi bebas dari pihak penyandang dana. Mungkin inilah yang terjadi pada pengalaman residensi yang diberikan negara India kepada seniman-seniman ASEAN yang terpilih. Dari 10 negara, terpilihlah 25 seniman yang diberi kesempatan ke Darjeeling selama sepekan pada 10-17 Juni 2012.

Di kota ini, mereka diharapkan bisa saling bertukar pikiran satu sama lain dan pada akhirnya mewujudkan hasil pengalaman riset ini ke atas kanvas seni. Hasil dari residensi sepekan ini pun bisa dilihat di pameran Merging Metaphors di Galeri Nasional Indonesia pada 17-31 Maret ini yang dikuratori oleh Sushma K. Bahl.

Dalam pembukaan pameran, Duta Besar India untuk Indonesia dan Timor Leste, Gujrit Singh berpendapat bahwa program residensi ini untuk memperlihatkan kesamaan bahasa visual seni para seniman. “Residensi seni rupa India-ASEAN di Darjeeling pada tahun 2012 ini merupakan suatu upaya untuk menjalin keselarasan di antara perbedaan budaya antar negara, yang diwujudkan melalui rangkaian bahasa visual dari sapuan kuas di atas kanvas,” ucap Gujrit.

Meski sudah berlangsung tiga tahun silam, Gujrit merasa pameran ini masih cukup relevan untuk menjadi bagian dari acara Sahabat Indonesia – The Festival of India in Indonesia 2015 yang bertujuan untuk merayakan jalinan persahabatan budaya antara India dan Indonesia.

Mengamati pameran ini, terlihat bagaimana para seniman memperoleh terjemahan visual yang berbeda-beda dari pengalaman aktivitas yang sama. Fokus yang setiap seniman tekuni dalam mencerminkan pengalaman residensi ini pun terlihat jauh berbeda satu dengan yang lain.

Image source : Galeri Nasional Indonesia
Image source : Galeri Nasional Indonesia

Sebagai salah satu seniman yang mewakili Indonesia dalam program residensi ini, Pupuk Daru Purnomo misalnya lebih memilih untuk mencerminkan di atas kanvas, pergumulan yang ia alami seputar realita kehidupan. Lewat sapuan cat akrilik, lukisan berjudul Sexual Imagination itu menggambarkan adegan still life benda-benda yang memenuhi kamar tidur yang merupakan simbol dari situasi yang mengingatkannya akan sebuah kegelisahan imajinasi seksual. Menurut kurator Sushma K. Bahl, pengalaman ini mengingatkan sang seniman akan kenangan masa kecilnya di mana gambaran kamar tidur orangtuanya seakan hidup kembali dari pengalamannya di residensi ini.

Sebaliknya, karya seniman lainnya ada yang lebih mencerminkan pengalaman beraktivitas di Darjeeling secara langsung. Hal ini dapat dilihat dari karya lukisan bergaya tradisional Cina buatan seniman Quek Kiat Sing yang mewakili Singapura. Melalui goresan kuas dan tinta di atas rice paper berjudul Profile of the mountain spirit at Darjeeling, lukisan triptych ini menggambarkan suasana pemandangan di perbukitan Darjeeling yang dihiasi pohon-pohon bambu. Mengkorporasikan gaya lukisan tradisional Cina yang ia terapkan dalam karier seninya, pohon bambu sebagai objek utama dalam lukisan ini pun mengandung simbolisasi mendalam yang menggambarkan sifat kerendahan hati seseorang.

Karya lukisan lain yang dipamerkan pada Merging Metaphors ini pun ada yang menggambarkan aktivitas kehidupan sehari-hari di Darjeeling. Seperti lukisan Indian Girls karya seniman Burma, Min Wae Aung, maupun lukisan yang mengombinasikan komposisi garis grafis dan eksplorasi bentuk dan warna karya Osman Muhammad dari Brunei Darussalam yang berjudul Windows and Storyboard. Dari karya-karya yang presentasi gayanya beragam ini kita dapat melihat keragaman pertukaran budaya antar negara-negara ASEAN dan India, walaupun dalam bentuk medium seni lukis yang sama.

Sebagai rangkaian acara Sahabat Indonesia – The Festival of India in Indonesia 2015 yang diselanggarakan sepanjang tahun 2015 ini, diadakan juga berbagai macam acara budaya dari seni rupa, film, tari, maupun musik khas India yang diorganisir oleh Kedutaan Besar Republik India di Indonesia dengan kerja sama pihak Indian Council for Cultural Relations.