Dunia cat air di Indonesia masih dibayangi nada miring baik dari pelaku seni lukis sendiri maupun para kolektor. Hanya mengedepankan teknik realis yang lekas dilupakan, mediumnya yang lebih cepat rusak dibanding cat minyak, atau susah laku untuk dijual kembali hanyalah sebagian dari sederetan alasan tidak populernya lukisan cat air di Indonesia.
Menolak pandangan tersebut, International Watercolor Society (IWS) Indonesia menggelar pameran cat air internasional pertamanya di Indonesia di Gedung B dan C Galeri Nasional, 3-14 September 2015. Dalam pameran ini, hadir karya 84 seniman Indonesia dan 61 seniman internasional dari 23 negara. Mengangkat tema ‘LovE@rth, ke-145 seniman ini merupa masa depan bumi dan manusia dalam tataran simbolik.
Para pengunjung kemudian disuguhi beragam lukisan dan instalasi yang kebanyakan menampik stereotip lukisan cat air—bersapu kabut dengan nuansa manis romantis, memanfaatkan sifat transparan cat air dengan memunculkan langit atau cahaya lampu, atau menghadirkan efek gerimis di atas gambar realis. Salah satunya yakni lukisan abstrak seluas 150 cm x 25 cm karya Agus Budiyanto yang menyambut pengunjung saat memasuki ruang pameran pertama di gedung B Galeri Nasional.
Dengan karya berjudul Luna Negra tersebut, Agus memanfaatkan watak ekspresif cat air yang harus sekali jadi dengan memadukan warna-warna kontras. “Kami berusaha hadir mendobrak pameran cat air yang biasa-biasa saja dengan memadukan cat air yang tidak laku dengan gaya abstrak yang lebih-lebih tidak laku,” kelakar Eddy Soetriyono, kurator pameran.
Selain lukisan abstrak, Agus yang kini juga menjabat ketua IWS Indonesia menghadirkan suasana rawa dengan instalasi dedaunan keladi besar yang dilatari audio. Sementara itu, lukisan Natural karya Karno Soetjitro hanya menyisakan penegasan bahwa medium yang dipakainya benar-benar cat air pada dinding tak sudah yang melatari sosok gadis Tionghoa yang sibuk memainkan perantinya. Ada pun Dodit Artawan bahkan menyodorkan sajian hyperrealist pop art dalam objek barbie yang tersenyum lebar di sisi kolam renang dalam Poolside Bar.
Ada pula karya-karya yang di samping memberikan visualisasi indah, tetap lugas meningkahi tema, seperti lukisan Luqman Reza Mulyono, Hope. Dalam karyanya, gajah yang tetap melangkah gagah meski tertutup es yang tengah mencair seolah mengingatkan bagaimana usaha mammoth mempertahankan hidupnya saat pemanasan bumi membuat zaman es menghilang dengan berevolusi.
Sementara itu, ironi realistis dimunculkan Suhirman Djirman dalam lukisan Mother #2 yang merupa primata tengah memeluk anaknya di balik pohon, selagi truk kayu potong melewati mereka.
Selain pameran, ada pula lomba melukis cat air bertema seputar Jakarta yang digelar pada hari pembukaan pameran, 3 September 2015 dan melukis bersama di atas kertas sepanjang 20 meter. Pameran LovE@arth juga akan hadir di Bentara Budaya Bali pada 24 Oktober hingga 2 November mendatang.