Untuk memperingati ulang tahun yang ke-100 Widayat, beberapa tempat di Yogyakarta dan Magelang menggelar pameran karya-karya Widayat. Diantaranya adalah Museum Haji Widayat, OHD Museum dan Bentara Budaya Yogyakarta.

Museum OHD di Magelang merayakan centennial Widayat dengan memamerkan 100 karya Widayat  dalam 100 tahun. Sejak tahun 1953 hingga akhir hayatnya tahun 2002, Haji Widayat telah membuat lebih dari ratusan karya. Kini, 100 karya lukisannya dapat disaksikan pada pameran “Widayat Centennial Celebration: 100 Works for 100 Years” di Museum OHD, kota Magelang. Karya-karya Widayat yang dipamerkan merupakan koleksi dari OHD Museum Magelang. Dr Oei Hong Djien menyajikan karya-karya Widayat ke dalam 6 bagian tematik yaitu, Galeri 1 memamerkan “Abstraksi dan Karya di atas kertas”; Galeri 2 memamerkan tema “Flora, Fauna dan Ikan laut-dalam”; Galeri 3 memamerkan tema “Muka dan Topeng”; Galeri 4 memamerkan tema “Mitologi”; serta Galeri 5 dan 6 memamerkan tema “Kehidupan Sehari-hari”. Dikuratori Joana Lee, pameran yang berlangsung sejak tanggal 26 Oktober 2019 hingga tanggal 23 Maret 2020 nanti memperlihatkan lukisan-lukisan terbaik yang pernah dilukis oleh sang maestro.

Centennial Widayat (Dok:OHD Museum)
Centennial Widayat (Dok:OHD Museum)

Sementara peringatan 100 tahun Widayat juga digelar di kota Yogyakarta, sejumlah perupa asal Semarang menggelar pameran lukisan di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) yang berlangsung pada 22-30 Oktober 2019. Mereka adalah Andy Sueb, Angga Aditya, Bagus Panuntun, Dedy Juddah, Denny AP, Deny Renanda, Fadhul Baqi, Galang Irnanda, Heru Prasetyo, Jimmy boy, Richo Lyaldhi, Rudy Murdock, Una, W. Putra Pembayun, Wizka Zakaria. Pameran tersebut dibuka oleh Fajar “Pungki” Purnomosidi anak almarhum Widayat, serta sahabat dekat Widayat, Dr Oei Hong Djien.

Centennial Widayat
Centennial Widayat (Dok: OHD Museum)

Kemudian pameran 100 tahun Widayat juga berlangsung di Museum Haji Widayat di Mungkid, Magelang. Bertemakan “The Legacy of Widayat” sekitar 400 karya Widayat dipamerkan di museum yang berdiri sejak tahun 1995 ini. Tema “The Legacy of Widayat” diangkat dengan tujuan untuk mengenalkan kembali karya-karya sang maestro kepada publik dan juga untuk memberikan inspirasi kepada masyarakat luas.

Centennial Widayat
Centennial Widayat

Sepanjang perjalanan berkeseniannya, Widayat telah menghasilkan ribuan karya lukis dengan berbagai macam aliran, namun akhirnya perhatiannya tertuju pada Dekora-Magis, menurut catatan, istilah ini pertama kali disebut oleh Linda Miraflor dalam tulisannya tentang Widayat di tahun 1979. Gaya dekoratif yang bercirikan dua dimensi, datar, seluruh bidang dilukis penuh, ada pengulangan objek, merupakan gaya asli Indonesia seperti Batik dan lukisan Bali tradisional. Menikmati lukisan Widayat, kita seperti diajak menjelajah alam dongeng negeri antah berantah. Negeri yang hadir saat mata dan imajinasi kita berinteraksi dengan karya Widayat. Bercorak dekora-magis, lukisan Widayat dikenal dengan aura greng-nya.

Widayat - Keluarga Burung
Widayat – Keluarga Burung

Widayat lahir di Kutoarjo, Jawa Tengah pada 9 Maret 1919. Ia pertama kali belajar melukis dari Mulyono. Di tahun 1950, Widayat terdaftar sebagai siswa ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) –sekarang ISI Yogya— yang mana salah satu gurunya adalah Hendra Gunawan. Semasa di ASRI, Widayat mendirikan PIM (Pelukis Indonesia Muda) di tahun 1952. Setelah lulus dari ASRI, Widayat menetap di Jepang dari tahun 1960 sampai tahun 1962, dimana ia mempelajari pertamanan, keramik dan dekorasi bunga. Saat kembali ke Indonesia, ia mendedikasikan hidupnya sebagai pengajar seni di ISI Yogya sampai ia pensiun di tahun 1988.

Selama karirnya Widayat meraih berbagai hadiah dan penghargaan prestisius, diantaranya adalah “Anugrah Seni” dari pemerintah Indonesia di tahun 1972, hadiah tertinggi dari “Biennial Painting Indonesia” di tahun 1992, dan “Penghargaan Seni ASEAN” di tahun 1993. Di tahun 1994 ia membuka Museum Widayat di Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Hidup dan kesenian Widayat terdokumentasi dalam buku “Greng: Lukisan Ekspresionis Widayat” (1994) dan “Widayat : The Magical Myticism of a Modern Indonesian Artist” (1998).

Widayat adalah seseorang yang serba bisa dan lingkup perhatiannya sangat luas. Dalam berkesenian, Widayat seperti Affandi, tidak banyak berteori. Ia lebih banyak menggunakan rasa dan intuisi serta bekerja dan bekerja. Ia berkata sebuah lukisan yang baik harus “greng dan ngrenyem”. Ia tidak suka lukisan yang manis dan ampang. Oleh karenanya ia mengkritik karya Basuki Abdullah. Kritikan ini pernah dilontarkannya di depan umum dalam siaran TVRI.

Pameran Widayat berlangsung selama Oktober 2019 hingga Maret 2020. Desember mendatang, Museum Haji Widayat akan memamerkan sekitar 1.000 karya Widayat dan memberi kesempatan kepada pengunjung untuk melihat fasilitas museum, gudang penyimpan lukisan Widayat, kamar tidur sang pelukis, studio tempat Widayat berkarya, dan berbagai aksesoris Widayat.