Webinar Seni Rupa yang mendiskusikan tentang Seni Rupa di Saat Pandemi Covid-19 telah dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2020 lalu. Acara yang diinisiasi oleh Sarasvati Art Management ini mencoba untuk memberikan gambaran terhadap situasi terkini seniman, kurator dan pengelola museum/galeri selama menghadapi pandemi Covid-19. Sarasvati menghadirkan perwakilan dari galeri dan museum, kurator yang juga art promotor serta seniman/artist dari berbagai daerah. Kelima pembicara yang turut menghidupkan diskusi ini diantaranya dr. Oei Hong Djien (Owner Museum OHD dan Art Promotor), Jasdeep Sandhu (Founder Gajah Gallery), Soemantri Widagdo (Founder Titian Artspace dan Award) dan Zamrud Setyanegara (Ketua Pameran Galeri Nasional Indonesia).

Webinar ini diselenggarakan atas dasar keresahan dari seniman tentang kelangsungan seni rupa di masa sekarang dan mendatang. Terlebih saat ini kehidupan telah berubah sejak adanya pandemi Covid-19. Berbagai sektor terdampak dan hampir mati tidak terkecuali industri seni rupa. Pelaku seni dan budaya dituntut untuk berpikir kembali bagaimana upaya yang dapat dilakukan demi mempertahankan keberlangsungan seni yang menjadi mata pencaharian utama mereka. Kebijakan Pemerintah di bidang ekonomi dalam menjamin para pekerja seni ini juga belum menyasar seniman secara nyata. Atas dasar kondisi tersebut, diskusi ini berupaya untuk merumuskan dan mencari solusi untuk membantu Pemerintah dalam menjamin pelaku seni serta memberikan pilihan solusi yang dapat dilakukan oleh pelaku seni selama pandemi maupun pasca pandemi nantinya.

Epidemiologis Indonesia terkemuka yang saat ini berada di New Zealand, dr. Pandji Fortuna Hadiseomarto memaparkan bahwa saat sekarang, kasus Covid-19 di dunia yang telah selesai dan dinyatakan sembuh baru 52% dan diperkirakan akan selesai 97% pada September 2020. Sementara di Indonesia, kasus Covid-19 baru mencapai 36% kasus selesai dan diperkirakan juga selesai 97% pada September 2020.

Dilihat dari angka kumulatifnya, kasus Covid-19 di Indonesia masih terus meningkat disertai dengan peningkatan kasus selesai dan dinyatakan sembuh. Laju kasus baru di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan kasus selesai dan sembuh sehingga masih ada optimisme bahwa Indonesia akan bisa melalui pandemi Covid-19 ini. Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali merupakan dua dari 34 provinsi di Indonesia yang telah berada di fase mitigasi dengan kasus selesai mencapai 75%. Menariknya kedua daerah juga merupakan pusat kesenian di Indonesia. Kedua daerah ini dapat menjadi contoh dalam menyusun strategi untuk seni rupa dapat survive di masa pandemi.

Sebagai Art Promotor, kolektor sekaligus pemilik museum, dr. Oei Hong Djien juga setuju bahwa adanya pandemi ini harus dihadapi dengan positif dan penuh harapan. Melihat sejarah masa lalu di tahun 1998 pada krisis ekonomi, Balai Lelang justru ramai dengan kolektor dan bahkan harga karya pada saat itu masih cukup tinggi dibandingkan tahun 1997. Sama halnya dengan menghadapi Covid-19 ini, pemilik galeri memiliki lebih banyak waktu untuk merecovery karya-karya yang sudah lama tidak terpelihara dan menata kembali ruang pameran sehingga lebih nyaman. Adanya pembatasan sosial dan berkumpul pada saat ini akan mengembalikan esensi dalam menikmati sebuah karya.

Sementara itu, Founder Gajah Gallery, Jasdeep Sandhu mengatakan bahwa dalam kondisi chaos seperti sekarang, pelaku seni perlu menemukan langkah baru untuk memberikan kemudahan dan menjamin keberlangsungan seni. Terutama bagaimana memudahkan akses terhadap infrastruktur yang sudah ada di masing-masing wilayah seperti Art Jakarta dan SEA Focus. Masalah pada akses seperti adanya lockdown akan membatasi perkembangan industri seni dan menjadinya galeri kering. Kemudahan akses akan mendorong setiap pelaku seni untuk tidak skeptis dalam menghadapi pandemi. Yang dapat dilakukan saat ini adalah banyak mengembangkan seni melalui internet/daring dengan tidak mengurangi informasi yang diberikan. Perlu juga untuk memperkaya sejarah karya dari artis sehingga memberikan informasi yang lengkap ketika seni disuguhkan dalam media online.

Selanjutnya Founder Titian Artspace dari Bali, Soemantri Widagdo memaparkan tentang emerging artist dan pemanfaatan platform digital. Titian Artspace menjadi salah satu penghubung antara emerging artist yang tidak memiliki pasar spesifik dengan kolektor/buyer. Pada masa pandemi Covid-19, hampir tidak ada penjualan karya baik dari kelompok emerging artist maupun establish artist. Pemanfaatan platform digital akan menjadi metode baru untuk dapat menghubungkan artist dengan buyer. Penting juga dalam menambah nilai dari suatu karya dengan memperkuat story telling yang orisinil. Tidak hanya memamerkan karya dan ceritanya saja, melalui film pendek yang memberikan penggambaran dan cerita karya yang lebih menarik akan menambah nilai dari pameran karya itu sendiri. Ini akan sangat relevan diterapkan pada masa pandemi saat ini maupun post Covid-19 mendatang.

Terakhir pemaparan dari ketua pameran Galeri Nasional Indonesia (GNI) yang disampaikan oleh Zamrud Setyanegara bahwa saat ini pihak GNI telah mengikuti regulasi dari Pemda DKI dengan menutup galeri dan membatalkan serta menunda pameran. Seperti yang telah disampaikan oleh pembicara-pembicara sebelumnya, memang solusi yang paling memungkinkan dilakukan adalah semua eksibisi karya disediakan dalam daring/online. Ini juga selaras dengan prinsip pemenuhan HAM (hak publik) yang terus bergulir. Pihak GNI akan melakukan banyak hal dengan berkolaborasi dengan pihak swasta untuk memberikan pelayanan yang edukatif untuk publik secara luas.

Sebagai kesimpulan dari Webinar kali ini, funding menjadi permasalahan utama dalam menjamin keberlangsungan seniman khususnya untuk kelompok emerging artist. Pemanfaatan platform digital menjadi solusi untuk memamerkan karya pada saat ini tanpa harus menghilangkan esensi dari karya itu sendiri. Melalui kolaborasi antar berbagai pihak dan akan mampu mendorong semangat dan memberikan harapan kepada seniman, kurator, pemilik galeri/museum sehingga seni rupa tidak tergerus krisis.