Seniman Indonesia tampil di Beijing International Art Biennale (BIAB) ke-7, dari 24 September hingga 15 Oktober 2017, pada kategori Special Exhibitions. BIAB diselenggarakan setiap dua tahun sekali, berlokasi di National Art Museum of China, Beijing.
Tema Biennale tahun ini adalah “The Silk Road and The World’s Civilization” dan dikuratori Kuss Indarto. Seniman yang terpilih melalui seleksi panitia pameran adalah Camelia Mitasari Hasibuan (Memory of the Silk Road), Chusin Setiadikara (Traceback), I Putu Edy Asmara (Exchange), Erizal As (Rabab Minang), Gatot Indrajati (Flying Ryukin), Ivan Sagita (Everybody Has Silk Road, Januri (Many Roads Lead to Beijing dan Hard Work), Johan Abi Tobing (Three Women in Javanese Costume, Catwalk 1, dan Dancing Girl).
Baca juga Menggores Ekspresi dengan Teknik Gutha Tamarin
Seniman lainnya adalah Joni Ramlan Wiono (Two Harmonious Culture, Golden Moment dan Village of Two Cultures), Made Gede Paramahita (Hope for the World dan Where is the Way), I Made Wianta (Black and White Eagles dan Golden Poems), Mangu Putra (Small Flowers in the Jungle), Nasirun (Mark), Nyoman Nuarta (Legenda Borobudur III), Franciscus Sigit Santoso (Year of Rooster), Ugy Sugiarto (The Meaning of Friendship dan The Power of Love), serta Yince Djuwidja (Unity in Diversity Bhinneka Tunggal Ika).
Dalam catatan kuratorialnya, Kuss Indarto menjelaskan bahwa sebagian besar karya seniman Indonesia yang dihadirkan di Paviliun Indonesia BIAB adalah karya yang mencoba melakukan pembacaan ulang (re-reading) atas tema “Silk Road”. Tema tersebut kemudian dikontekstualisasikan kembali (re-contextualization) ke dalam persoalan yang berkaitan dengan kondisi dan kultur Indonesia, atau yang berkaitan dengan ketertarikan dan pemahaman personal masing-masing seniman. Dari sinilah muncul karya-karya para seniman yang secara visual memberikan tafsir atau pembacaan atas tema “Silk Road” dengan berbagai variasi tafsirannya.
“Tafsir, atau pembacaan visual atas tema ‘Silk Road’ ini, saya kira, bisa beragam, dan keberagaman tersebut justru akan memberikan pengayaan atas tema tersebut,” tulis Kuss.
Baca juga Makna Kelahiran dalam Karya Spiritual Trujillo
“Sik Road” dalam konteks pemahaman seniman Indonesia yang sejarah kebudayaannya berbeda, lanjutnya, tentu akan memiliki titik diferensiasi dengan pemahaman seniman dari Tiongkok, atau dari kawasan/negara lain yang masih satu benua, atau apalagi bila dibandingkan dengan seniman dari lain benua.
Indonesia-China Art Association (ICAA), yang didirikan Yince Djuwija, mensponsori keberangkatan para seniman Indonesia ke BIAB. Sebelumnya, pada 18-24 Oktober 2014, ICAA membuat pameran internasional Indonesia-Tiongkok di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dan dibuka duta besar Tiongkok untuk Indonesia. Pameran tersebut menampilkan karya-karya dari 16 seniman Indonesia dan 14 seniman Tiongkok.
Beijing International Art Biennale juga didukung oleh Kedutaan Besar Indonesia di Beijing, China Artists Association (CAA), United in Diversity, Agility Freight Forwarder, dan Sampoerna Foundation.