Kemah Budaya Nasional 2016 resmi dibuka oleh Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, Senin, 19 September 2016. Upacara pembukaan yang berlangsung di Lapangan Pramuka Bumi Perkemahan Busong Bugis, Desa Juruseberang, Kabupaten Belitung ini diikuti 812 anggota Pramuka penggalang dari 34 provinsi di Indonesia.
Dalam pidatonya, Hilmar Farid, yang mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, mewacanakan agar Pramuka tidak hanya menjadi kegiatan ekstrakurikuler, tapi kokurikuler. Artinya, kegiatan Pramuka tidak sekadar berada di luar kurikulum melainkan jadi bagian darinya, menjadi salah satu subjek yang diajarkan di dalam kelas selama jam belajar.
Hilmar Farid menyatakan harapannya agar nilai-nilai Pramuka mampu menyeimbangkan nilai-nilai lain yang masuk.
“Kalau kita tidak seimbangkan,” kata Hilmar, “akan kacau ke depannya. Seperti sekarang anak-anak terancam jadi generasi yang menunduk terus menatap gadget. Nantinya, Pramuka harus berdiri di depan membawa perubahan ini.”
Naiknya status Pramuka diharap pula mampu menjadi jembatan Pramuka mengenal kebudayaan daerah-daerah di Indonesia. Sebagai negara yang kaya akan budaya dan anggota Pramuka, Indonesia, menurut Hilmar Farid punya peluang besar untuk itu.
“Seperti yang tampak pada hari ini, Pramuka bisa menjadi bukti Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Hilmar kepada para peserta.
Terpilihnya Belitong menjadi tuan rumah Kemah Budaya Nasional ketujuh tidak lepas dari terpenuhinya beberapa syarat yang juga berbau kebudayaan. Direktur Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Triana Wulandari mengatakan ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah daerah untuk bisa menjadi tuan rumah.
“Pertama, harus punya bumi perkemahan. Kedua, punya budaya yang kuat. Dan ketiga, punya keinginan untuk menunjukkan kebudayaannya tersebut ke mata seluruh daerah di Indonesia,” ujar Triana.
Belitong sudah sejak empat tahun lalu melamar menjadi tuan rumah, namun tersalip secara berturut-turut oleh Polewali Mandar, Bintan, Solo, dan Siak.