Lukisannya mengusung isu plagiarisme, namun orisinil. Tak ada faktor desain grafis ataupun fotografi. Spontanitasnya lah yang mengantarkan Suroso Isur menjadi pemenang kompetisi lukis UOB tahun ini.
Sang seniman terduduk lelah di atas sebuah kursi dengan sehelai kain putih menutupi matanya. Ia seakan tak menggubris dua perempuan molek yang berdiri dihadapannya. Salah seorangnya tampak anggun mengenakan setelah kebaya berwarna hijau dipadu dengan kain batik berwarna coklat.
Seorang lainnya mengenakan blouse putih dengan belahan dada rendah. Ia juga duduk, sembari menyingkap roknya hingga terlihat kedua pahanya. Di bagian belakang, tampak tumpukan lukisan terpajang. Tapi mereka bukan lukisan biasa. Diantaranya ada karya Raden Saleh berjudul ‘Kuda Arab Diterkam Singa’ dan lukisan potret Affandi.
Seluruh ruang studio sang seniman terlukis indah diatas kanvas berukuran 150 x 180 cm, karya Suroso Isur berjudul “Indonesian Artist Studio” (2013) yang berhasil terpilih sebagai pemenang dalam kompetisi lukis bergengsi di Indonesia – UOB Indonesia Painting of the Year 2013 (UOBI POY 2013), menyisihkan 880 seniman lainnya. Dengan apik, ia menuangkan karya-karya pelukis ternama dan legendaris Indonesia – Raden Saleh, Affandi, dan Basoeki Abdullah – ke dalam karyanya.
“Lukisannya menggambarkan pergulatan idealismenya sebagai seorang pelukis dan subjek dalam lukisannya yang ingin mengekspresikan ide orisinilnya dengan isu plagiarisme, bebas berekspresi, tapi juga berhadapan dengan pilihan untuk mengikuti keinginan pasar,”ujar salah satu dari tiga anggota tim juri, Amir Sidharta. Tim juri lainnya adalah Agus Dermawan T dan Dra.Watie Moerany dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Karya Isur, lanjut Amir, sekaligus mengisyaratkan kembalinya kejayaan seni rupa yang berdasarkan pada pendekatan seni lukis dimana kejadian atau pemandangan dilukiskan dengan warna-warna medium cat dalam sapuan kuas atau pisau palet yang mengutamakan spontanitas untuk menunjukkan emosi dan perasaan sang seniman. Ketimbang fokus pada ketepatan atau presisi rasional yang melibatkan faktor fotografi, desain grafis, ataupun lainnya.
Atas kemenangannya itu, Isur berhak membawa pulang hadiah utama uang senilai Rp.250 juta. Ia juga berkesempatan untuk mengikuti kompetisi tingkat regional untuk memperebutkan gelar penghargaan Southeast Asian Painting of the Year, berhadapan dengan seniman-seniman Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Karya-karya para seniman pemenang regional akan dipamerkan ulang di 73-12 Gallery di Singapura, pada 26 November – 7 Desember 2013. Selain itu, Isur juga berpeluang untuk mengikuti program residensi pada Fukuoka Asian Art Museum di Jepang.
Pendatang Baru
Tahun ini, UOBI POY 2013 juga memberikan penghargaan kepada empat seniman profesional dan pendatang baru dengan kategori penghargaan Gold; Silver; dan Bronze Award. Adapun seniman profesional yang berhasil meraih penghargaan Gold Award adalah Agung ‘Tato’ Suryanto dengan judul karya “Levitasi II” (2013); disusul vani Hidayatur Rahman dengan judul karya “Unity #5”; dan terakhir, Cucu Ruchyat dengan karya berjudul “Revenge of Nature” (2013).
Sementara untuk kategori pendatang baru, penghargaan Most Promising Artist of the Year diraih oleh Achmad Toriq dengan karya berjudul ‘Balada Lutung Kasarung’ (2013). Penghargaan Gold Award diserahkan kepada Camelia Mitasari Hasibuan dengan judul karya “Sisa-Sisa Merdeka” (2013), diikuti oleh karya Merry Afganial S berjudul “Quibble” (2013), dan karya Fikri Effendi dengan judul “Kesendirian yang Indah” (2013).
“Hal yang mengagumkan adalah para seniman-seniman muda dan pendatang baru ini, mampu hadir dengan menonjolkan karakternya masing-masing. Secara teknik juga tak jauh berbeda dengan karya-karya seniman profesional. Ini cukup menyegarkan,”kata Amir.
Secara umum, tema yang dipilih para seniman peserta kompetisi tahun ini mulai meninggalkan isu-isu kritik sosial yang justru banyak hadir di kompetisi serupa pada tahun 2011 dan 2012. Agus Dermawan mengatakan, tahun ini isu yang dipilih berbicara seputar isu lingkungan, konflik antar bangsa, dan dominansi teknologi dalam kehidupan manusia.
“Perubahan ini menunjukkan bahwa wacana politik tak lagi menarik untuk dibahas. Sementara isu-isu dunia yang diserap para seniman dari media cetak ataupun TV, jauh memikat,”katanya.
Seniman Miskin?
Meningkatnya besaran hadiah utama dalam kompetisi lukis ini tentu sangat menggiurkan para seniman di tanah air. Lihat saja dari jumlah karya yang masuk di tahun ini hampir mencapai 1.700 karya, yang terdiri dari 862 karya pelukis profesional dan 762 karya seniman pendatang baru. Jumlah tersebut dua kali lipat dari peserta tahun sebelumnya.
Perubahan dramatis besaran hadiah itu ternyata juga berlaku di tiga negara Asia Tenggara lainnya – Singapura, Malaysia, dan Thailand – yang juga menggelar kompetisi serupa. Menurut Presiden Direktur PT Bank UOB Indonesia, Armand B.Arief, perubahan tersebut merupakan bentuk apresiasi UOB atas kerja keras para seniman khususnya seniman lukis.
“Kami sadar bahwa untuk membuat sebuah karya yang berkualitas, seorang seniman lukis harus mengeluarkan modal yang cukup besar. Tak sedikit seniman kita yang hidup dalam kemiskinan karena belum berhasil mendapati posisi di pasar seni rupa Indonesia,”katanya.
“Harapannya dengan jumlah hadiah utama yang tinggi, dapat memacu lebih banyak seniman yang berminat ikut dalam kompetisi ini, sekaligus memperbaiki kondisi perekonomian mereka. Siapa tahu bisa membangun sebuah studio setelah menang,”ujar Armand sembari tertawa.
Anda tertarik untuk melihat karyanya? Datang saja ke gedung UOB Plaza di Jl. MH Thamrin No. 10, Jakarta Pusat. Sebanyak 68 karya finalis akan dipamerkan mulai tanggal 20 November hingga 19 Desember 2013.