Bandara Pun Jadi Etalase Seni

    0
    3725
    Jubah Raksasa, timbul rahardjo
    Timbul Rahardjo di dalam "Jubah Raksasa" karyanya. (Foto: FX Harminanto/ krjogja.com)

    New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta akan dijadikan etalase seni yang diisi karya-karya seniman Yogyakarta.

    Berbeda dengan peletakan karya seni di Bandara Adisutjipto yang tanpa melibatkan kurator dengan pertimbangan tempatnya terbatas, Angkasa Pura I sudah membentuk tim kurator untuk NYIA yang dijadwalkan beroperasi April 2019. Di bandara baru dengan luas lahan 587 hektare itu akan lebih banyak karya seni ditampilkan, sehingga keberadaan kurator diperlukan.

    Baca juga Mencari Posisi Patung di Dalam Medan Seni Rupa Kontemporer

    “Sudah pernah ada focus discussion group dengan seniman Jogja, khususnya paguyuban seni Kulonprogo. Sudah ada informasi yang disampaikan ke kami bahwa paguyuban ini akan menampilkan karya seninya. AP I akan mengakomodir, tapi belum tahu bentuknya seperti apa,” ujar General Manager PT. Angkasa Pura I (Persero) Agus Pandu Purnama dalam lewat sambungan telepon, Jumat, 8 Juni 2018.

    New Yogyakarta International Airport, Kulonprogo
    New Yogyakarta International Airport, Kulonprogo. (Foto: Antara)

    Empat tahun terakhir, Bandara Adisutjipto yang memiliki luas 80 ribu meter persegi itu diisi karya-karya patung Timbul Rahardjo. Ada 10 karya Timbul, antara lain karya-karya monumental Kuda dan Jubah, umumnya diletakkan di area Kedatangan.

    Timbul Rahardjo adalah pematung yang banyak mengeksplor baja, gerabah, dan paku sebagai media. Pasar utama karyanya adalah Eropa dan Amerika. Selain di bandara, karyanya yang dipasang di ruang publik adalah patung singa berjudul Petangguh (7×3 meter) di Jalan Malioboro, Yogyakarta, menandai ulang tahun kota ini pada 2017.

    Baca juga Saumata dan AGSI Sandingkan Arsitektur dan Seni

    Tak ada kriteria khusus, juga tak harus mengandung kearifan lokal agar suatu karya seni dapat dipasang di bandara Adisutjipto. Karya Timbul pada akhirnya yang dipilih, menurut Agus, karena memiliki ciri kuat dan sudah diakui secara luas.

    “Ada beberapa seniman yang menawarkan. Saya sih setuju, selama bisa memperindah bandara, monggo. Ternyata yang melaksanakan hanya pak Timbul,” ujar Agus.

    Terminal Domestik Bandara Adisutjipto
    Terminal Domestik Bandara Adisutjipto. (Dok. adisutjipto-airport,co,id)

    Kriteria, dalam hal ini, berkaca pada kontroversi pemasangan karya Galam Zulkifli, The Indonesian Idea, di ruang boarding Terminal 3 (T3) Ultimate Bandara Soekarno-Hatta pada 2016. Karya yang menampilkan wajah-wajah pahlawan itu menuai geger ketika salah satunya diduga wajah tokoh PKI Dipa Nusantara Aidit.

    Baca juga Tentang Mega-Event Seni yang Kurang Dikenal

    Chris Darmawan, salah satu kurator pemasangan karya seni T3, menceritakan ihwal pemilihan seniman untuk mengisi T3.  Ada semacam lomba yang melibatkan  3-4 seniman bagi setiap spot yang disiapkan untuk karya seni di T3.

    Tim kurator mengundang seniman-seniman yang memenuhi syarat berkarya di ruang publik untuk mempresentasikan konsep berikut maketnya. Dari sana dipilih konsep mana yang paling sesuai untuk spot tertentu di T3.

    Timbul Rahardjo, Troya Horse
    Timbul Rahardjo, “Troya Horse”, 215x51x172 cm, kayu jati dan aluminium, 2016. (Foto A. Sartono – tembi.net)

    “Kami hanya memberi headline, bukan kriteria. Kalau pakai kriteria malah akan menghalangi kreativitas. Di bandara manapun, seni rupa kontemporer tidak ada pembatasan, kecuali kesusilaan atau sengaja menyinggung,” ujar Chris.

    Saling menguntungkan

    Setiap hari, Bandara Adisutjipto didatangi lebih dari 12 ribu orang. Daya tampung makin tak mencukupi. Namun demikian, di sisi lain, bandara terus merias diri untuk menjadi lebih baik seiring digarapnya sektor pariwisata Yogyakarta. Selain mempercantik bandara, patung-patung Timbul mengundang pengunjung untuk berswafoto.

    Baca juga Seni Pembebasan Semsar Siahaan

    Sistem pemasangan karya ini kerja sama. Bandara menyediakan tempat, Timbul menyediakan karya-karyanya untuk memberi sentuhan seni pada bandara. Seluruh biaya, termasuk untuk pemasangan, pemeliharaan, dan perbaikan karya jika ada yang rusak,sepenuhnya ditanggung Timbul.

    agus pandu purnama
    Agus Pandu Purnama (Dok. Agus Pandu Purnama)

    “Kami tidak diuntungkan secara ekonomi. Ini simbiosis mutualisme. Kalau ada karya yang terjual, pembeli langsung berhubungan ke pak Timbul. Yang penting bagi kami, pak Timbul sudah berniat mempercantik bandara,” ujar Agus.

    Di tiap karya dipasang caption yang menerangkan judul karya, media, ukuran, dan tahun pembuatan. Karya-karya tersebut setahun sekali diganti. Penggantian terakhir adalah tahun 2017, sedangkan untuk tahun 2018 masih dalam proses produksi.

    Timbul berencana terus menyediakan karya-karya patungnya untuk Bandara Adisutjipto. Pemasangan karya di bandara dan tempat-tempat umum, menurutnya, lebih merupakan proyek sosial yang tidak memberi keuntungan secara langsung. Justru keuntungan untuk masyarakat yang lebih banyak. penutup_small