Empat patung karya Purjito tegak menyambut pengunjung Galeri Nasional Indonesia, Jakarta sejak dari pekarangan galeri. Sementara satu patung wanita berjudul Ibu Bumi tergolek melintang di depan pintu Gedung A. Patung perunggu ini menjadi satu dari sekian banyak sosok wanita dari perunggu, fiber, dan alumunium yang hadir dalam wujud patung dan relief yang dipamerkan seniman lulusan ISI Yogyakarta ini hingga 8 Januari mendatang dalam tajuk “Memorandum”.

Meski dibuat dalam periode 2002-2015, patung-patung ini tak hadir dalam rupa kekinian. Wanita-wanita berbalut kain panjang dan baju kasual era ’60-an menjadi pemandangan jamak mulai dari muka ruang pamer. Pun dengan sosok-sosok yang dibawa Purjito dalam sejumlah karya. Dewi Shinta, misalnya, dalam karya bertajuk Sinta dan perempuan-perempuan bertelanjang dada yang sedang menumbuk dalam karya Nutu (Lesung). Beberapa di antaranya sudah pernah dipamerkan di beberapa acara seni, salah satunya dalam Triennale Patung pada 2014 lalu.

IMG_20160105_120504
Atas Nama Perseorangan (2014)

Wanita-wanita ini, menurut Suwarno Wisetrotomo, kurator Galeri Nasional, menjadi simbol ibu. Kata ibu, menurutnya, mencakup pengertian nyata sebagai ibu yang melahirkan anak-anaknya, maupun sebagai kiasan untuk menggambarkan sumber kehidupan: ibu bumi, ibu kehidupan, ibu pertiwi– tempat siapapun tinggal dan menyerap kehidupan–yang seringkali diabaikan.

Dalam 44 judul karya relief dan patung yang hadir di pameran tunggal kelima Purjito ini, hadir beberapa patung pemuka negara.Tak terkecuali Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati, pasangan BJ Habibie dan Ainun, Joko Widodo, bahkan sosok internasional macam Barrack Obama, Margaret Tatcher, dan Yasser Arafat mengelilingi patung Gus Dur dan Soekarno yang tampak sedang berdiskusi.  Ditata di tengah puluhan patung wanita di dalam gedung tersebut, karya bertajuk Diskusi ini menciptakan kesan pertemuan imajiner para pemimpin.