Iabadiou Piko, Hidden Conflict Landscape Series #2, Mix Media on canvas, 200 x 200 x 5 cm, 2015.

Sebagai lanjutan dari program pameran Green Art Space, sebuah ruang pamer di Greenhost Boutique Hotel, Jogjakarta, sebuah pameran lukisan abstrak bertajuk “Towards The Days of Tomorrow” digelar dari 2 Desember 2015 – 2 Februari 2016. Ignatia Nilu, kurator pameran, mengatakan bahwa program menghadirkan pameran lukisan abstrak ini muncul dari ide untuk menghadirkan lagi pengalaman estetis; pengalaman melihat, memahami, dan merasa.

“Saat ini seni rupa kontemporer mengalami perkembangan yang sedemikian pesat. Mulai secara konsep, gagasan, ide, medium, teknik, pendekatan hingga manifestasinya. Seni tidak lagi berbatas. Seni menjadi milik semua orang, seni harus dapat dibaca melalui disiplin keilmuan apa pun. Seni menjadi sebuah muara pengetahuan dan peradaban, dan seni menjadi lebih dibaca secara akademis. Namun seni, itu adalah soal pengalaman,” ujarnya.

Keyakinan ini menjadi intisari tema pameran – bahwa hal tersebut masih akan relevan sampai kapan pun. Praktiknya, melalui diskusi dengan tim Artistik Greenhost, dipilihlah enam seniman yang konsisten menggarap estetika dan visual seni abstrak. Mereka adalah Betty Susiarjo, Iabadiou Piko, I Made Wianta, Nasirun, Rieke Darling, dan Uswarman yang berupaya membawa publik untuk kembali mengalami pengalaman atas seni melalui bahasa yang cair, tanpa konsep dan bentuk yang pasti dan absolut.. 70% karya yang ditampilkan oleh seniman-seniman ini adalah karya baru atau karya yang dikerjakan bersama Nilu selama di Jogja.

Bongkar pasang komposisi seniman sempat terjadi. “Karena seni abstrak sendiri kan luas sekali cangkupan serta ragamnya. Kami mencoba mendapatkan komposisi artistik yang unik, serta mempertimbangkan pergaulan karya satu dan lainnya di ruang pajang,” tukas Nilu. Ini yang akhirnya melahirkan diskusi, termasuk tentang perspektif para seniman terhadap praktik seni lukis serta pendekatan kekaryaan di medan sosial dan seni rupa saat ini.

“Melihat lukisan abstrak kita mau tidak mau harus menikmati sebuah pengalaman visual yang sublim yang mediumnya adalah rasa. Hal ini merupakan pengalaman yang perlu dihadirkan kembali kepada publik melalui sebuah peristiwa pameran.” Pernyataan Nilu tersebut mengingatkan kembali, di tengah cairnya definisi seni dan pertarungan gagasan yang tak habis-habis diusung, tidak ada salahnya mengembalikan seni ke dalam dirinya yang lain: perasaan yang diwujudkan.