Priscilla sedang memperagakan bagaimana membatik yang benar (Foto: Ester Pandiangan)

Aroma malam yang dipanaskan memenuhi ruangan lantai dua Gedung Kerta Niaga, Kawasan Kota Tua. Semua peserta hening dengan tangan memegang canting dan berusaha mengikuti pola yang ada pada secarik kain tanpa harus menumpahkan malam.

Tiba-tiba saja seseorang menyeletuk, “Seharusnya kita ngebatik sambil bernyanyi,” dan diapun mendendangkan lagu Jawa. Pemandangan bersahaja ini menjadi pengisi acara “Workshop Batik Lasem” sebagai rangkaian kegiatan Festival Ragam Nusantara (5 – 8 Oktober 2017).

Memegang canting jangan seperti memegang pensil, harus sejajar supaya malam tidak tumpah (Foto: Ester Pandiangan)
Memegang canting jangan seperti memegang pensil, harus sejajar supaya malam tidak tumpah (Foto: Ester Pandiangan)

Beberapa tahun terakhir Lasem memang sangat populer. Entah itu tempat-tempat heritage-nya, kuliner termasuk batiknya. Hari Batik Nasional boleh saja sudah lewat beberapa hari, namun semangat selebrasinya sudah sepantasnya dirayakan setiap hari.

Pasangan suami istri Henry Ying dan Priscilla Renny adalah dua pengrajin/pengusaha batik yang datang ke Kota Tua untuk kembali mengingatkan kita kalau seni batik tidak akan pudar dimakan waktu.

Sembari menemani mereka-mereka yang ingin mencoba membatik, keduanya bercerita kalau sebelumnya tidak pernah terpikirkan kelak akan menjadi pengrajin/pengusaha batik. Akhirnya, karena tidak ada saudara yang bisa meneruskan usaha batik orangtua, membuat mereka memilih untuk tinggal di Lasem dan membesarkan batik Lasem usaha keluarga yang sudah berusia puluhan tahun.

Menurut Priscilla, keunikan batik Lasem terletak pada motif dan warnanya. Dengan lokasi Lasem yang berdekatan dengan pantai, tidak dapat dipungkiri kalau motif yang berkembang adalah hal-hal yang berhubungan dengan pantai seperti rumput laut, udang dan ikan.

Selain itu juga, karena kultur Lasem juga banyak terpapar dengan kebudayaan Tionghoa, motif yang muncul juga berbentuk naga, kilin dan burung hong.

Lantas apa yang membedakannya dengan motif Pekalongan? Jelas adalah warna Lasem yang sangat berkarakter yaitu sering disebut dengan “merah darah ayam” karena merahnya yang unik. “Ini disebabkan karena kandungan mineral pada air di lingkungan Lasem yang lebih tinggi dibanding dengan daerah-daerah yang lain,” tambah Priscilla.

Salah satu motif batik Lasem (Foto: Ester Pandiangan)
Salah satu motif batik Lasem (Foto: Ester Pandiangan)

Pop sebagai pemerhati kebudayaan dan heritage di Lasem yang turut hadir dalam acara tersebut berkomentar kalau menurutnya Lasem punya paduan yang unik antara warna dan motifnya. Terkadang kondisi unik tersebut mengacu pada abstrak yang membuat penampilan si pemakai terkesan klasik dan elegan.

Walaupun batik Lasem sudah semakin dikenal, bukan berarti memudahkan langkah Priscilla dan pengrajin batik lainnya, perlu tetap ada terobosan dan kreativitas supaya batik Lasem tidak tenggelam ditelan zaman.