Seniman yang memilih bahasa visual ekspresionistik dan memiliki warna provokatif serta ditandai garis-garis agresif cipratan banyak di sisi kanvas dalam karyanya, Ipong Purnama Sidhi menggelar pameran tunggal berjudul “Kakang Kawah Adhi Ari-ari” di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) Jakarta Pusat, Kamis (26/2) malam.
Pameran ini bukanlah pameran tunggal biasa, melainkan pameran ‘perpisahan’ khas Ipong yang memutuskan pensiun sebagai ilustrator di media cetak Harian Kompas tempat ia bekerja selama ini. Sejumlah karya lukisan yang ia buat sepanjang tahun 2009 – 2014 dipamerkan. Beberapa ilustrasi cerpen yang pernah dimuat di Harian Kompas dalam rentang waktu 1990 – 2000, sejumlah desain sampul buku dan sejumlah seni grafis yang dibuat sepanjang 2012 juga diperlihatkan.
Judul pameran ini diambil dari bahasa Jawa yang artinya saudara halus. Masyarakat Jawa mempercayai bahwa setiap individu memiliki “saudara halus” yang akan mendampinginya. Dan, Ipong memiliki kenangan khusus tentang si saudara halus ini.
“Waktu saya kecil, Ibu saya selalu mengatakan: Le, urip itu rekoso, hidup ini berat dan sulit. Maka bila engkau nanti perlu pertolongan sebutlah kakang kawah adhi ari-ari. Merekalah saudara halusmu,” kenang Ipong.
Sepanjang kariernya, seperti yang dituliskan Kurator Bentara Budaya Jakarta, Sindhunata, karya-karya Ipong banyak menampilkan figur yang mengingatkan kita pada sosok badut. Kostum makhluk-makhluk ciptaannya tidak lumrah dan penuh warna. Senyuman khas badut selalu ditemukan di setiap wajah figur-figur lukisannya, lengkap dengan warna merah terangnya.
“Karyanya tidak saja mengajak kita untuk tertawa, tapi juga menertawakan diri. Ipong berhasil mengekstrimkan kekonyolan badut-badut itu, kekonyolan yang tidak pernah kita sadari bahwa kita adalah kekonyolan tingkat tinggi,” tulis Sindhunata.
Lalu, apakah ini pertanda bahwa Ipong akan mengakhiri kariernya sebagai seniman? Sindhunata yakin jawabannya tidak. Meski kesehatan Ipong saat ini mengkhawatirkan, bahkan sebelum pembukaan pameran ini ia sempat menjalani perawatan, namun “kebebasan” baru ini tentu tidak akan disia-siakan seorang Ipong yang disebut Sindhunata sebagai seniman yang pernah terpaksa bekerja di luar minat hanya untuk mencukupi nafkah.
“Rasa semangat dan hasrat berkesenian itu tak mungkin padam, sekalipun pensiun. Justru saya semakin bebas tanpa hambatan untuk menuntaskan sisa-sisa daya dan kreatif saya dalam berkarya,” ujar Ipong.
Beberapa kerabat kerja dari harian Kompas dan teman terdekatnya lainnya ramai menghadiri acara pameran sekaligus perpisahan Ipong. Namun yang pasti kami akan selalu menunggu karya-karya terbaru Mas Ipong mendatang. Semoga tetap sehat dan terus berkarya buat Mas Ipong.