Prajurit Kemayu

Pameran Prajurit Kemayu mengikutsertakan lima seniman muda yang berasal dan menetap di Bali, yang juga baru pertama kali mengadakan pameran di Jogjakarta. Seniman-seniman ini antara lain I Gede Jaya Putra, I Nyoman Suarnata, I Made Putra Indrawan, I Putu Nova Ruspika Yanto, dan Ngakan Putu Agustus. Menurut I Gede Jaya Putra yang bertanggung jawab atas tema dan konsep pameran, pameran ini menandakan langkah pertama dari karier kelompok ini di pergerakan seni Jogjakarta yang bergengsi. Pameran ini berlangsung dari 7 April hingga 3 Mei 2015 dan bertempat di Via Via Café & Alternative Art Space.

Ketika di wawancara melaui telepon, I Gede Jaya Putra yang akrab dipanggil Dekde bercerita tentang judul pameran yang cukup enigmatis ini. Tema yang diangkat ini sebenarnya merupakan simbol dari refleksi dirinya terhadap perjalanan kariernya sebagai seorang seniman. Menurutnya, sosok seorang prajurit yang identik dengan seorang lelaki tegas merupakan repsesentasi dari karier seorang seniman yang sudah mapan; yang dengan tegas menjajakkan langkah kreatifnya dengan percaya diri. Bertentangan dengan simbolisasi karakter prajurit, kata kemayu hadir dengan tujuan menggambarkan letak karier mereka yang sebenarnya; di mana ia merasa belum tegas dan mapan.

Tema ini tercermin pada karya yang Dekde ciptakan khusus untuk pameran ini. Beberapa gambar wanita sebagai pahlawan atau superhero digambarkan dengan komposisi serupa halaman akun media sosial Instagram; lengkap dengan tulisan komentar-komentar publik tentang gambar tersebut. Dari karya ini, tema Prajurit Kemayu terlihat secara eksplisit. Namun, penataannya di dinding beriringan dengan beberapa mobil mainan yang diwarnai lapisan cat putih dan kata-kata bertema pahlawan seperti ‘Hero’ membuat terjemahan tema ini terkesan terlalu harfiah; dan lebih mencerminkan nuansa keterampilan ketimbang karya seni.

Suasana pameran Prajurit Kemayu. Image Source : I Gede Jaya Putra
Suasana pameran Prajurit Kemayu. Image Source : I Gede Jaya Putra

Walaupun sudah beberapa kali pameran di Bali dan Jakarta, pameran perdana ke lima seniman Bali di Jogjakarta ini merupakan sebuah tahap yang signifikan bagi masing-masing seniman. Menurut Dekde, hal ini karena sifat komunitas seni di Jogjakarta yang cukup berbeda dengan di Bali.

“Komunitas seni di Jogjakarta lebih kritis dalam upaya apresiasi karya seni,” Ujar Dekde. Setelah mengalami sendiri acara artist talk pada malam pembukaan pameran ini, mereka menyadari pentingnya peran opini dan pertanyaan-pertanyaan kritis tersebut dalam perkembangan karier seni mereka yang masih dalam tahap awal.

Walau kelima seniman ini semua lulusan jurusan seni rupa ISI Bali, pada pameran ini terlihat ketertarikan pada medium yang beragam. Karakter yang bervariasi pun terlihat dari 10 karya yang dipersembahkan pada pameran ini, sebagai cerminan dari hasil diskusi dan saling konsultasi dalam proses penciptaan karya. Kelima seniman yang ikut serta dalam pameran pun cukup ambisius dalam upaya mencapai karakter ke-prajuritan yang tegas ini. Menjelang pertengahan dan akhir tahun ini misalnya, mereka sudah merencanakan dua pameran lagi di Jogjakarta.

Pada pameran di Via Via Café ini, memang hal penataan pameran bisa dibilang belum mencapai tahap yang maksimal. Beberapa karya yang dipajang di dinding contohnya, diposisikan berdempetan dengan meja makan; sehingga menyuiltkan pengunjung yang ingin mempelajari karya dengan lebih detail di tengah sibuknya kegiatan café. Dekde menambahkan bahwa pada kesempatan pameran berikutnya, dirinya dan teman-teman dalam kelompok ini ingin lebih mendalami proses eksplorasi ruang pameran. Dengan memperlajari lebih lanjut teknik penataan karya dan pameran tersebut, ke lima seniman dari Bali ini mungkin dapat menjajakkan langkah karier seni rupa yang lebih tegas di kancah seni rupa Jogjakarta; seiring dengan harapan mereka pada pameran Prajurit Kemayu.