Mengambil tema “ART-CHIPELAGO” pada penyelenggaraan kedelapannya, Pameran Seni Rupa Nusantara berhasil menjaring sekitar 527 karya yang masuk dalam masa pendaftaran. Jumlah itu diseleksi menjadi 97 peserta lolos, ditambah sembilan peserta undangan lokal, dan dua seniman undangan dari Malaysia. Karya-karya tersebut sangat bervariasi, tidak hanya bersifat dua dimensional, tapi juga tiga dimensional, bahkan multimedia dan video art.
Pameran ini dikuratori oleh Asikin Hasan, Suwarno Wisetrotomo, dan Sudjud Dartanto yang mengaku menghabiskan waktu dua hari untuk menilai ratusan karya yang masuk. Namun, yang membuat gembira para kurator tersebut adalah ketika mereka menemukan seniman yang belum mendapat banyak sorotan tapi memiliki kualitas karya yang cemerlang. “Kami betul-betul senang saat menemukan karya-karya yang bagus dari seniman yang namanya belum besar, apalagi dari tempat yang juga di luar dominasi seni rupa – Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta,” ujar Suwarno dalam sambutannya.
Opini ini kurang lebih memberi gambaran atas peta persebaran wilayah asal seniman yang mengikuti pameran ini. Dari 23 provinsi di Indonesia yang ikut serta, Yogyakarta menyumbang 24 seniman dan Jawa Barat diwakili 17 seniman. Namun, keterlibatan seniman dari di luar daerah Jawa, seperti Kalimantan Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Aceh, Nusa Tenggara Timur, dan yang lain, memberikan ruh yang penting juga pada pameran ini. Apalagi, dengan dilibatkannya seniman dari luar Indonesia, tema “ART-CHIPELAGO” semakin menunjukkan misi meluaskan cakupan Pameran Seni Rupa Nusantara untuk menyatukan wilayah archipelago melalui seni rupa.
Bertempat di Galeri Nasional, pameran ini terbagi ke dalam tiga ruangan – ruang A, B, dan C – yang menurut Suwarno, display di tiap ruangan tidak ditentukan oleh hierarki kualitas karya. Di depan pintu masuk ruang A, pengunjung langsung disambut oleh dua karya patung. Patung pertama berjudul Silence Journey (Homage to Chris Hill) buatan Wayan Upadana yang menampilkan wujud lembu berbahan kayu dan arang dengan konstruksi badan, leher, dan kaki berbentuk kotak dan kaku. Patung kedua adalah karya Ade Setiawan bertajuk Lelah dan Tergoda yang berwujud harimau yang ia buat dari bahan kertas. Uniknya, patung harimau ini mempunyai pasangannya berupa patung rusa yang dipajang di dalam ruang A.
Pada hari pembukaan, 25 Mei 2015, beberapa seniman ikut hadir dan menjelaskan tentang karyanya, juga proses berkarya yang mereka lakukan. Misalnya, S. Handono Hadi yang berdiri di depan karya yang ia beri judul Bersyukur. Pelukis asal Sumatera Utara ini menyebut lukisan yang dipenuhi lafadz-lafadz dzikir dengan tulisan arab ini sebagai “karya selesai yang belum selesai”. “Saya menyelesaikan karya ini, namun karya ini belum selesai. Sebab karya ini akan terus berdzikir, dan orang yang melihatnya pun akan terus bersyukur,” ujarnya. Karya berukuran besar dengan dominasi warna merah, biru, dan putih ini dikerjakannya selama delapan bulan.
Lukisan yang dipamerkan pun memiliki beraneka pendekatan. Contohnya, untuk lukisan realis, pengunjung bisa melihat lukisan Muhamad Andik yang berjudul Tukang Sampah Pasar. Lukisan ini menampilkan kegiatan membersihkan sampah di pasar dengan warna gelap yang tajam dan hidup. Lain halnya dengan luksian Bingkisan Dari Syurga karya Muhammad Lugas Syllabus yang lebih popular menampilkan warna yang cerah dengan suasana tepi pantai dan kapal pengangkut barang. Yang menarik, di karya ini, sang seniman memasukkan karakter-karakter kartun seperti Donal Bebek atau Jerry Tikus.
Keragaman medium dan aliran di tiap karya di Pameran Seni Rupa Nusantara ini seperti menunjukkan keragaman yang ada di kehidupan Nusantara itu sendiri. Menonjolkan warna-warni manusia dalam sebuah wilayah kepulauan yang dibatasi oleh laut ke sebuah karya seni. Pameran ini dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan. Dan pengunjung masih bisa menikmati pameran dua tahunan ini sampai 7 Juni 2015.