Festival video internasional dan terbesar yang diadakan di Indonesia – OK.Video Festival – kembali diadakan dan secara resmi dibuka di Galeri Nasional Indonesia (GNI) Jakarta, Rabu (4/9). Tahun ini, sisi menarik ditampilkan dalam program ‘Media/Art Kitchen’ yang menghadirkan 23 seniman Jepang dan ASEAN.

OK.Video Festival – yang diadakan setiap dua tahun sekali – kini telah mencapai usia 10 tahun. Tahun ini, tampil 91 karya video dan seni media dari 29 negara yang ditampilkan di GNI hingga 15 September dalam tema Muslihat. Tema ini dipilih untuk menangkap berbagai praktik ‘mengakali’ teknologi yang banyak ditemukan di negara-negara yang tidak memproduksi teknologi, salah satunya Indonesia.

 Dari 91 karya yang tampil, sebanyak 29 karya merupakan hasil seleksi open submission. “Total karya yang diterima melalui jalur open submission mencapai 303 karya dan berasal dari 51 negara,” kata Mahardika Yudha – akrab disapa Dicky – Direktur Festival OK.Video ke-6.

 Sementara sisanya, merupakan karya seniman yang diundang khusus seperti Irwan Ahmett yang  menampilkan karya video Urban Bender dan karya video instalasi Adytama Pranada – peserta terbaik pada OK.Video Festival ke-5 (2011) – berjudul Fictional Truth Collection #2 – the Golden Umbrella.

Hal yang menarik pada karya Irwan bukan saja terlihat dari tema yang dipilih, yakni menyoroti upaya pemerintah mengontrol masyarakat yang pada akhirnya menghancurkan daya kreativitas dan menghilangkan ruang bermain masyarakat. Tetapi juga penyajian karya yang sengaja ditampilkan di luar gedung Galeri Nasional.

“Saya memindahkan ruang berpameran ke ruang publik, sebuah pasar loak di tengah kota Jakarta. Sebagai simbol bahwa karya seni bukan saja milik pecinta seni yang rajin datang ke galeri, tetapi juga masyarakat luas,”kata Irwan.

Sementara, karya Charda (sapaan akrab Adytama) menampilkan berbagai simbol-simbol sejarah yang oleh sang ‘pemilik’ – masyarakat Indonesia – sama sekali tidak pernah dikenal apalagi melihat. Sehingga, kehadirannya tak lebih dari legenda, mitos, yang dibicarakan dari mulut ke mulut. Ironisnya, diantaranya bahkan ada yang sudah berpindah tangan ke negara ‘sahabat’.

“Namun, kebenaran dari fakta-fakta yang saya sajikan tidak sepenuhnya benar, bahkan sebagian besar adalah kebohongan. Tapi apakah sepenuhnya bohong? Disanalah muslihatnya. Anda sendiri atau instansi bertanggung jawab (museum) yang harus membuktikan,”katanya.

Mengukur Kemampuan Mengatasi Keterbatasan Teknologi

Kemampuan seniman menuangkan tema Muslihat menjadi ukuran pihak OK. Video dalam menentukan karya terbaik. Tahun ini terpilih tiga karya, yaitu karya Arya Sukapura Putra (Indonesia), Carla Chan Ho-Choi (Hong Kong) berjudul When a Circle Meets the Sky, dan Marek Kucharski (Polandia) berjudul Return.

cuplikan-video-E-Ruqyah-dari-Arya-Sukapura-Putra-pada-pembukaan-OK-Video-di-Galeri-Nasional,-Jakarta
Arya Sukapura Putra, E-Ruqyah

Mengambil judul E-Ruqyah, Arya menampilkan dalam videonya, seorang pria bertelanjang dada, duduk diam di sebuah ruangan. Perlahan, terdengar alunan ayat-ayat suci Al Quran yang diputar dari sebuah ponsel. Kemudian, pria itu mulai menggosok-gosokkan ponsel yang masih mengalunkan ayat-ayat suci itu, ke seluruh bagian tubuhnya. Dari ubun-ubun kepala, ke wajah, lengan, hingga ke dada.

Adegan itu adalah bagian dari praktik penyembuhan yang sangat dikenal dalam agama Islam, disebut Ruqyah. Tujuan utamanya adalah mengusir energi buruk termasuk keberadaan makluk halus yang mengganggu kesehatan tubuh manusia. Biasanya ayat-ayat suci itu dibacakan langsung oleh pe-ruqyah, tapi oleh Arya, posisinya per-ruqyah diganti sebuah ponsel.

Kemampuan membaca makna Muslihat inilah yang dinilai tiga kurator OK.Video – Irma Chantily, Julia Sarisetiati, dan Rizki Lazuardi menjadi keunggulannya.

Salah satu kurator, Rizki Lazuardi, mengatakan tema muslihat dipilih usai menyaksikan adanya kecenderungan konsumen teknologi khususnya dari negara non-produsen teknologu untuk mengakali akibat keterbatasan kuasa terhadap teknologi itu sendiri. “Melalui OK.Video Festival, kita bisa melihat, membaca, mencatat, dan memetakan sejauh mana aksi mempermainkan, mengakali, dan memuslihat teknologi di tengah-tengah masyarakat,”kata Rizki.

Aksi mengakali ini ternyata juga merambah hingga ke dunia seni rupa. Perkembangan teknologi yang dilengkap dengan fitur-fitur canggih mempermudah semua orang untuk menjadi ‘seniman’ yang bahkan juga mendapat apresiasi dari para kolektor.

Variasi Lintas Disiplin

Upaya memperkaya jenis karya yang ditampilkan, dilakukan penyelenggara dengan cara bekerja sama dengan dua festival seni media internasional yaitu IMPAKT dari Belanda dan Videobrasil dari Brazil. Sebagian karya-karya yang tampil di dua festival itu ditampilkan di OK. Video.

Cuplikan-video-Afgan-Box-Camera-Project-dari-Lukas-Birk-&-Sean-Foley-pada-pembukaan-OK-Video-di-Galeri-Nasional,-Jakarta-(3)_small
Lukas Birk & Sean Fole , Afgan Box Camera Project

Panitia juga mengundang dua komunitas yang fokus mengeksplorasi media dan teknologi – Jatiwangi Art Factory (JAF) vs Kinetik dan WAFT – untuk berkolaborasi merancang sebuah duel pertunjukan di RURU (ruangrupa) Gallery, pada 13-25 September 2013.

Selain itu, diadakan pula program Media/Art Kitchen bekerja sama dengan The Japan Foundation. Pameran ini merupakan bagian dari serangkaian acara untuk memperingati kerja sama dan hubungan persahabatan ASEAN – Jepang selama 40 tahun. Dan, Jakarta adalah negara pertama yang menjadi lokasi pameran tersebut. Selanjutnya pameran akan berlangsung di Manila, Kuala Lumpur, dan Bangkok sepanjang September 2013 hingga Februari 2014 mendatang.

Media/Art Kitchen berlangsung hingga 15 September 2013 dikuratori oleh Ade Darmawan dan M Sigit Budi dari Indonesia dan Keiko Okamura dari Jepang.

Seluruh seni media yang ditampilkan di segmen ini memperlihatkan lintas disiplin mencakup film, video digital, anime, fotografi, sound art, instalasi, dan performance art.

Misalnya, karya seniman Jepang Mohri Yuko berjudul Circles (triptych) yang menampilkan berbagai karya instalasi – cahaya, suara, dan patung kinetik – menjadi satu karya. Untuk melihat karya ini, para pengunjung ‘dipaksa’ menunggu hingga lebih dari satu menit untuk menyaksikan salah satu instalasinya beraksi, dan itu sama sekali tidak membosankan.

Begitu juga dengan karya sejumlah seniman Yogyakarta – Lifepatch – yang menampilkan teknologi inovatif seperti bioteknologi, menjadi sebuah karya seni media. Lihat saja karya Moist Sense yang menggabungkan teknologi dengan karya seni suara. Para pengunjung dibuat terkejut dengan suara nyaring yang mirip suara jangkrik muncul dari balik pot-pot bunga kecil yang dipajang di dinding ruang pamer gedung C Galeri Nasional Indonesia.

Cuplikan-video-Casting-Jesus-dari-Christian-Jankowski-(Jeman)-pada-pembukaan-OK-Video-di-Galeri-Nasional,-Jakarta-(1)
Christian Jankowski , Jesus

“Pameran seni ini menawarkan beragam ide praktik kreatif yang menantang eksplorasi artistik dari penggunaan medium yang tersedia. Di antaranya dengan membongkar, merakit kembali, dan memodifikasi media dan teknologi dari produk yang sudah ada untuk kemudian ditampilkan menjadi bentuk karya seni dengan pendekatan kritis,” kata Keiko.

Pujian:

Tema kali ini cukup mencerminkan perkembangan teknologi dan seni rupa saat ini, tidak saja di Indonesia namun di dunia. Hal itu sesuai dengan misi ruangrupa dan progam OK.Video. Festival ini memperlihatkan kematangan persiapan dengan pemberian informasi yang komprehensif bagi publik seni lewat promosi di berbagai media dan katalog yang memamarkan pandangan kuratorial yang kritis.

Masukan:

Kebanyakan karya menarik ditampilkan justru bukan di ruang galeri utama. Akan lebih baik jika ada semacam cara untuk bisa mendorong pengunjung untuk dibuatkan semacam tur, sehingga mereka tidak berpusat pada karya-karya yang ada di galeri utama saja.