Meski pasar seni rupa dunia masih belum stabil, gairah untuk mendirikan galeri seni tetap tinggi. Salah satunya di Jakarta, Indonesia. Di kota metropolitan ini, galeri-galeri banyak berdiri di ruang-ruang publik seperti di mal dan perkantoran.
Mendirikan galeri di ruang publik memiliki keuntungan dari segi perluasan segmen pengunjung. Alasan inilah yang dimiliki Felicia Guo (Gua Fang Fang) saat berencana membuka galeri seni pribadinya yang pertama di gedung perkantoran The Plaza, jalan M.H. Thamrin Kav 28 – 30, level 27 – Jakarta, Indonesia. Dinamakan sesuai dengan namanya, Fang Gallery, Felicia ternyata juga memiliki alasan lain yang lebih sederhana dan personal selain seputar keragaman pengunjung.
“Alasannya sangat personal. Pertama, Jakarta ini macet. Kedua, saya tinggalnya di Jakarta. Jadi saya memilih pusat kota agar memudahkan saya dan para pengunjung yang hendak datang berkunjung ke galeri. Daripada saya memilih kawasan di pinggir Jakarta yang menjadi simpul-simpul kemacetan, bisa-bisa mereka malas datang,” kata Felicia saat ditemui Sarasvati di Fang Galeri.
Felicia bahkan tidak mempermasalahkan ruangan galeri yang terbilang cukup kecil dibandingkan galeri-galeri yang lebih dulu ada di Jakarta. Menurutnya, meski ukuran galeri memberikan pengaruh dalam penampilan karya, namun inti sebuah galeri ada pada karya yang ditampilkan itu sendiri. “Saya tidak khawatir dengan ukuran ruangan, mau 40 meter persegi atau 100 meter persegi. Karena, highlight galeri ada pada karya seni itu sendiri,” katanya.
Selintas cara berpikir dan keputusannya berhasil menunjukkan karakter seperti apa yang ingin dibangun Felicia atas galerinya. Sebuah galeri dalam pandangan Felicia yang juga seorang seniman lukis ini bukanlah sekadar membantu si seniman untuk mendapatkan tempat di medan seni rupa dan berhasil menjual karya-karyanya. Tapi secara langsung maupun tidak, ikut membangun “peradaban” seni rupa di negaranya.
Felicia menjalani pendidikan formal seni di salah satu akademi seni terkemuka di China, Central Academy of Fine Arts (CAFA), Beijing China. Di sana, ia mendapati siswa-siswa yang memiliki idealisme dan standarisasi yang tinggi pada karya seni. “Karya seni harusnya tidak dipandang sebagai objek komersial belaka, sehingga cara berpikirnya bukan sekadar menjual karya seni,” ujar Felicia.
Di dalam situs resmi Fang Gallery, Felicia menuliskan bahwa tujuan utama kehadiran galerinya adalah untuk memberikan “hawa baru” bagi seni rupa Indonesia. Secara formal, seperti yang ia tuliskan dalam situs resmi Fang Gallery, galerinya bertujuan merepresentasikan karya-karya inovatif dengan mengekspos sifat dan keberagaman budaya kontemporer yang mulai merajai karya-karya seni rupa di China dan Indonesia. Pendekatan yang ia gunakan cukup beragam, yakni dengan menampilkan berbagai seniman kontemporer baik lukisan, patung, fotografi, video maupun media baru.
Dalam situs tersebut, Felicia menuliskan bahwa sebagai galeri pribadi dan konsultan seni, Fang Galeri berkomitmen tidak hanya untuk mempromosikan dan membesarkan para seniman berbakat dari Indonesia maupun China ke medan seni rupa internasional. Tapi, dengan adanya pengalaman yang cukup mapan di pasar seni kontemporer, Fang Gallery juga menyediakan pelayanan untuk membantu perusahaan dan kolektor pribadi dalam menemukan karya seni yang mereka sukai.
Komitmen ini pula yang dipegang teguh oleh Felicia dalam menjalankan galeri yang baru berusia tiga tahun. Meski ia mengatakan cukup terbuka pada para seniman yang tertarik untuk mengadakan pameran di galerinya, nyatanya ia memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam menentukan keputusan.
“Saya cukup terbuka dengan para seniman baik yang sudah memiliki nama ataupun belum. Dari mereka saya bisa bertukar pikiran tentang seni, belajar hal-hal baru dan bagi saya itu sangat menyenangkan. Namun, tentu saja dalam mengadakan pameran kami tidak ingin menampilkan seniman-seniman yang karyanya biasa-biasa saja. Kami menginginkan seniman yang sudah memiliki prestasi. Dan itu memang tidak gampang,” katanya.
Namun, hal yang lebih penting bagi Felicia adalah kesamaan cara berpikir sang seniman dengannya. Ini dikarenakan ia memiliki target supaya galerinya hanya memamerkan karya seni yang memiliki kualitas yang layak dan stabil. Untuk itu, sangat penting bagi para seniman yang ia pamerkan karyanya, untuk memiliki cara berpikir yang sama dengan galeri, idealisme yang sama.
Menurut Felicia, yang selama 13 tahun terakhir beraktivitas di China dan pernah bekerja di rumah lelang Council Auction di Beijing selama tiga tahun, karya-karya seniman Indonesia saat ini belum bisa menentukan posisinya di pasar seni rupa China. Namun, itu tidak berarti karya-karya seniman Indonesia tidak bagus. Hanya saja sepertinya sulit bagi masyarakat China untuk beralih selera. Mereka terlalu “setia” pada aliran seni tradisional mereka.
“Bicara tentang persaingan internasional, sudah tentu karya-karya seniman Indonesia harus bisa bersaing dengan para seniman-seniman China yang sudah lebih dulu mendapatkan posisi di hati masyarakat mereka. Seniman kita harus bekerja lebih keras dan lebih giat,” kata Felicia.
Ia menyarankan seniman-seniman Indonesia memfokuskan diri pada upaya menentukan jati diri mereka di tengah pasar seni rupa dunia. Keberagaman Indonesia di berbagai aspek menurutnya bisa menjadi modal besar untuk menggali kreativitas seniman Indonesia dan mencuri perhatian dunia.
Baca artikel lengkap tentang Fang Gallery di sini