"Muslihat Musang Emas" karya Yusi Avianto Pareanom Foto: Jacky Rachmansyah

Di cerita pendeknya, pembaca bisa melihat betapa Yusi lihai berakrobat dalam penuturannya, baik melalui percobaan bentuk, alur, maupun pemanfaatan kosa kata.

Judul: Muslihat Musang Emas

Penulis: Yusi Avianto

Penerbit: Banana

Tebal : 246 halaman

Terbit : 2017

Cover : Softcover

Setelah menulis salah satu novel paling benderang tahun lalu, Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi, Yusi Avianto Pareanom kembali meluncurkan kumpulan cerita pendek yang ia beri judul Muslihat Musang Emas. Ini buku kumpulan cerpen kedua Yusi setelah Rumah Kopi Singa Tertawa, berisi kisah-kisah ajaib yang diaduk dengan berbagai macam gaya dan eksperimen penceritaan.

Berbeda dengan kumpulan cerpen pertamanya yang terlambat panas dan baru dibicarakan beberapa tahun setelah rilis, Muslihat Musang Emas langsung menyulut antusiasme pembaca Yusi yang kadung kepincut pada keterampilan menulis yang diperagakan di Raden Mandasia.

Baca juga Menyimak Bagaimana Nasib Pembunuh Bayaran Seharusnya

Keterampilan Yusi dalam berkisah dalam format yang lebih pendek tidak kalah dari kemampuannya membangun cerita petualangan panjang penuh aksi. Malah, di cerita pendeknya, pembaca bisa melihat betapa Yusi lihai berakrobat dalam penuturannya, baik melalui percobaan bentuk, alur, maupun pemanfaatan kosa kata.

Cerita-cerita Yusi di buku ini tak jarang melompat melintasi latar waktu. Ia mengikat adegan-adegannya dengan memastikan logika sebab-akibat ceritanya beres. Hasilnya, penceritaan yang luwes tapi terukur.

Terlihat betul bagaimana Yusi dapat mengatur tempo cerita, tidak tergesa-gesa, tidak juga bertele-tele. Ia penulis yang hemat. Tidak ada digresi yang keterlaluan. Bagian yang dapat disampaikan dalam dua pukulan, selesai dalam dua kali pukul. Contohnya seperti yang ia tulis di pembukaan cerpen Ia Pernah Membayangkan Ayahnya adalah Hengky Tornando:

“Ia menuangkan kopi dari french-press ke cangkirnya. Bidikannya meleset untuk jarak sedekat itu.” (hal. 23)

Hanya dengan dua kalimat, pembaca langsung paham bahwa ada yang tidak beres dalam diri si tokoh. Yusi tidak perlu membeberkan, misalnya, si tokoh gemetar, kopinya tumpah, dan sebagainya. Pembaca kemudian tahu bahwa si tokoh sedang berhadapan dengan anaknya yang bukan hanya tak pernah dia temui, tapi juga tidak pernah dia ketahui hidup.

Kepedihan, nasib sial, petaka, adalah dasar kisah-kisah Yusi, namun dituturkan dengan humor. Pembaca bisa tertipu jika tidak awas. Mereka bisa menertawakan pengalaman si tokoh, tapi tidak akan ada satu pun dari mereka yang mau mengalami takdir malang tokoh-tokoh Yusi.

Baca juga 17 Penghibur Tempo Dulu

Salah satu cara andalan Yusi melucu adalah melalui dialog para karakternya. Percakapan mereka ditangani dengan kesadaran akan kelisanan. Kalimat yang meluncur dari mulut tokoh-tokohnya tidak kaku tapi tidak juga asal bunyi. Harus diakui, ini teknik yang Yusi kuasai betul sejak buku pertamanya, bahkan di buku-buku terjemahan yang ia sunting.

Misalnya, di halaman 41 buku terjemahan Reuni karangan Alan Lightman terbitan Banana yang disunting Yusi, ada dialog yang bunyinya, “Pegang ini, hei anjing dan tukang madat, serius ini yang kita lakukan.” Yang mengucapkan kalimat itu adalah teman Charles muda, si tokoh utama, di laboratorium biologi penuh alat dan istilah ilmiah juga asap mariyuana. Jelas tidak bakal enak kalau kalimat itu ditulis memakai struktur, “Pegang ini, hei anjing dan tukang madat, yang kita lakukan ini serius,” sebagaimana biasa dilakukan.

Dalam Muslihat Musang Emas, trik yang sama bisa ditemukan di akhir cerita pertama, halaman 22, “Matamu, Mas. Kepalaku pecah ini.”

Kalau penulisnya tidak punya kesadaran kapan harus memakai tata kalimat baku dan kapan harus mencairkan dialog, potongan percakapan di atas barangkali ditulis “Matamu, Mas. Kepalaku mau pecah.”

Bagi pembaca yang menyukai karangan-karangan yang dibangun di atas gagasan besar atau pesan moral, mungkin akan mendapati cerita-cerita di buku ini remeh belaka, bahkan seperti curhatan pengalaman pribadi pengarang dan teman-teman selingkarannya. Tapi buat penyuka cara bercerita yang menghibur dan kadang mengejutkan, jurus-jurus muslihat Yusi Avianto dalam Muslihat Musang Emas adalah pilihan pas.penutup_small

Artikel Muslihat Yusi Avianto dimuat di majalah SARASVATI edisi November 2017.