Ajang seni rupa dua tahunan Jakarta Biennale (JB) akan kembali digelar pada 4 November hingga 11 Desember 2017. Tahun ini, seniman Melati Suryodarmo menjadi Direktur Artistik Jakarta Biennale Foundation.
Di samping direktur artistik, telah terpilih pula empat kurator yang akan menggawangi proses kuratorial sepanjang persiapan Jakarta Biennale 2017. Keempat kurator tersebut adalah Annisa Gultom (Jakarta), Hendro Wiyanto (Jakarta), Philippe Pirotte (Frankfurt), dan Vit Havránek (Praha). Jika Hendro ditunjuk langsung oleh Melati, tiga kurator lain dipilih lewat proses seleksi dari lamaran yang mereka ajukan kepada pihak penyelenggara Jakarta Biennale 2017.
Untuk tahun ini, Jakarta Biennale akan mengusung tema “Jiwa” sebagai landasan pertukaran pemikiran tentang berbagai isu dan pertanyaan atas seni dan budaya kontemporer. “Jiwa”, menurut Melati, dapat dimaknai sebagai daya hidup, energi, semangat, yang merupakan dorongan hakiki pada individu, kolektivitas, masyarakat, benda-benda, dan alam.
Berangkat dari ketertarikan Melati pada perjalanan sejarah seni rupa Indonesia, kajian bienial kali ini diupayakan untuk menemukan keterhubungannya dengan masa kini. Caranya lewat sebuah pengamatan terhadap berbagai jalur silsilah budaya dalam sistem kepercayaan dan negosiasi, sirkulasinya, serta menelusuri lagi polemik yang muncul pada tokoh dan peristiwa seni, termasuk kritik yang tersembunyi atau terlupakan.
“Setelah Raden Saleh, seni rupa Indonesia mengenal Sudjojono. Ada keterlompatan di tengah rentang masa keduanya. Okelah kalau kita lihat sosoknya yang vokal membuat Sudjojono menjadi disorot, namun ada apa saja cerita-cerita dan orang-orang yang terlewatkan sebelum dia? Lalu di masa-masa tertekannya seniman di Orde Baru, siapa saja yang tidak tercatat? Bagaimana kisahnya? Ini yang kita coba gali lagi di Biennale ini,” ujar Melati dalam jumpa wartawan di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa, 31 Januari 2017.
Gagasan tersebut, di antaranya, akan dituangkan ke sejumlah karya yang dipamerkan nantinya, bersanding dengan program pendukung, seperti penuturan kisah tentang seniman dan masa yang tidak terdengar oleh sejumlah saksi dan kerabat, dan peluncuran buku biografi salah satu sosok seni rupa Indonesia, dan seri buku nonkatalog Jakarta Biennale. Di Jakarta Biennale tahun ini, akan ada pula dua karya komisi yang khusus dibuat untuk pengunjung anak-anak.
Selain dituangkan dalam sejumlah pameran seni yang akan mengambil lokasi di Gudang Sarinah Ekosistem dan beberapa museum di Jakarta, akan digelar pula serangkaian acara pendukung serta berbagai pelatihan dan diskusi umum.