Karya yang dipamerkan di Art Jakarta. (Dok. Art Jakarta)

Bazaar Art Jakarta kembali diselenggarakan di The Ballroom The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place pada 27-30 Juli 2017. Bursa seni yang berhasil mendatangkan 45.000 pengunjung di tahun 2016 ini juga melakukan sedikit rebranding, yakni dengan mengganti nama dari Bazaar Art Jakarta, menjadi Art Jakarta, untuk menunjukkan bahwa bursa seni ini buka hanya milik sang inisiator, yakni Harper’s Bazaar atau MRA Media, tetapi juga milik Jakarta, atau bahkan Indonesia.

Pada tahun ke-9-nya, Art Jakarta mengadakan Video Art Competition untuk pertama kalinya dengan mengangkat tema “Unity in Diversity”, yang juga adalah tema besar Art Jakarta 2017. Mengingat keadaan sosial dan politik yang tengah terjadi di Jakarta, tema ini ingin menyampaikan pesan bahwa “seni dapat meyatukan segala perbedaan di mana pun. Termasuk di Indonesia.”

Selain Rifky Effendy kembali sebagai Creative Director, Art Jakarta 2017 memperkenalkan Gil Schneider sebagai Fair Consultant. “Ketidakstabilan politik dan krisis ekonomi bisa mematikan (racun) bagi art market. Sebagai art fair nasional terbesar di Indonesia, dengan konten dan partisipasi internasional yang kuat, Art Jakarta berperan penting tidak hanya untuk mempromosikan seni Indonesia kepada kolektor lokal dan internasional, tapi juga untuk meningkatkan visibilitas Indonesia di regional dan mendekatkan Indonesia kepada negara-negara tetangga,” ujar Gil. Selain Gil, Benjamin Milton Hampe turut mendukung Art Jakarta 2017 sebagai VIP & Community Relations.

Dengan tujuan membuat Indonesia, khususnya Jakarta, sebagai pusat seni di Asia, Art Jakarta juga bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF). “Sebagai art fair premium yang sudah masuk dalam peta seni rupa di Asia Tenggara, Art Jakarta sudah sepantasnya menjadi agenda nasional. Inilah home-grown art fair yang pertama di Indonesia. Art Jakarta juga hadir sebagai hub dan tempat untuk menjalin network antarpencinta dan pelaku seni rupa,” ujar Indriati Wirjanto, selaku Head of Committee Art Jakarta 2017.

Karya yang dipamerkan di Art Jakarta 2017. (Dok. Art Jakarta)
Karya yang dipamerkan di Art Jakarta 2017. (Dok. Art Jakarta)

Program sampingan Art Jakarta, yakni MALLart, EDUart, dan TALKart pun hadir kembali tahun ini. Tergantung di tengah atrium Pacific Place sejak tanggal 10 Juli 2017 adalah karya Indieguerillas bertajuk Me and My Monkey Mind.

Untuk EDUart, Art Jakarta kembali bekerjasama dengan Ganara Art Space dengan mengadakan Creative Art Class untuk pengunjung dari berbagai usia yang tertarik untuk mencoba menggambar, melukis, dan bahkan pottery. Sedangkan untuk TALKart, Art Jakarta sudah mempersiapkan berbagai diskusi memahami seni dari berbagai bidang, seperti “Public and Private Museums in Jakarta” dengan Direktur Museum MACAN Aaron Seeto dan Kurator dan Museologist Annissa Gulton, dan “Scouting Emerging Artist for Business Purposes” dengan Chairman ARTOTEL Indonesia Christine Radjimin dan Art Manager ARTOTEL Indonesia Safrie Effendi.

Yang juga tidak boleh dilewatkan adalah performance art Wayang Potehi yang bertahuk Hwan Le Hwa: The Warrior Princess karya Rumah Cinta Wayang dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Selain itu, pengunjung juga dapat menikmati pengalaman kuliner dan merchandise a la  seniman Indonesia, yakni Ugo Untoro, Radi Arwinda, Indra Dodi, dan Hendra ‘Hehe’ Harsono di Art Bar.

Seperti dikatakan Ria Lirungan, Editor-in-Chief Harper’s Bazaar Indonesia dan Deputy Fair Director Art Jakarta 2017, “Art Jakarta ditujukan menjadi platform bukan saja bagi kolektor seni rupa serius, tapi juga untuk pemula dengan memberikan medium yang lebih luas dan merangkul unsur-unsur fashion dan lifestyle. Hal ini diharapkan bisa melahirkan dan menumbuhkan kolektor-kolektor serius yang baru.”