Farhan Siki (kiri) dan Rifky Effendy (kanan) pada acara bincang seniman yang diadakan oleh Kedubes Italia dan Pusat Kebudayaan Italia di kantor Pusat Kebudayaan Italia, Selasa, 23 September 2016

Meski laris manis berpameran di galeri-galeri mancanegara, Farhan Siki tetaplah seorang street artist. Nalurinya sebagai street artist inilah yang membawanya tetap menelusuri jalanan kota-kota tempatnya berpameran, seperti yang ia lakukan di sela-sela pameran tunggal keduanya di Italia.

Pameran bertajuk “Trace” yang berlangsung di Headquarter of Banca Generali Private Banking, Milan, Maret-September 2016, ini merupakan pameran tunggal kedua Farhan di negara tersebut. Dan sama seperti waktu pameran perdananya di 2011, Farhan juga membawa cat semprot dan kertas-kertas gambarnya keliling jalanan kota-kota Italia.

“Iya, sih, lebih enak pas jalan. Kalau pembukaan kan formal ya,” ujarnya saat ditanya oleh Sarasvati perihal antusiasmenya yang lebih tinggi ketika menjelaskan petualangannya mengeksplorasi kota-kota di Italia ketimbang saat menceritakan pameran tunggalnya di Banca Generali.

Pada acara bincang seniman yang diadakan oleh Kedubes Italia dan Pusat Kebudayaan Italia di kantor Pusat Kebudayaan Italia, Selasa, 23 September 2016, kemarin, Farhan berbagi kisah perjalanan seninya di negara tersebut. Di salah satu gambar yang ia tunjukkan, terlihat satu buah koper yang bersisi penuh kertas dan kaleng-kaleng semprotan cat.

Root_spray pain on canvas_uk 230x200 cm_2015
Root_spray pain on canvas_uk 230×200 cm_2015

“Orang juga pada kaget lihat isi tas saya. ‘Bajumu mana?’ kata mereka,” ujar seniman yang kerap membicarakan isu konsumerisme dan dominasi kapitalisme dalam karya-karyanya.

Dengan sasaran tema-tema semacam itu, Farhan mengakui adanya pesanan dari pihak galeri agar dirinya tidak mencantumkan logo-logo bank Italia dalam karya yang dipamerkan di Banca Generali. Tapi yang terlihat di kanvasnya tetap tak jauh dari suasana kondisi masyarakat Italia saat itu.

Rifky Effendy, penulis pameran ini, berujar, “Saya melihat karya Farhan di pameran ini kelam, mungkin karena pengaruh interaksinya dengan masyarakat Italia yang sedang mengalami krisis.”

Itu dibenarkan Farhan. Dalam penjelajahannya, ia mendapati orang-orang di sana dirundung kecemasan akan kondisi hidup. Bahkan, ia ikut terlibat dalam aksi sekelompok pengangguran yang menyuarakan perasaan tertekannya lewat street art.

Artefak seputar pameran dan proyek-proyek street art Farhan Siki di Italia
Artefak seputar pameran dan proyek-proyek street art Farhan Siki di Italia

“Saya bergabung sama mereka, menandatangani kertas-kertas pernyataan tentang sisa optimisme atau keputusasaan mereka, dan menempelkannya di ruang-ruang publik,” ujarnya.

Tidak hanya itu, Farhan juga ikut serta dalam beberapa proyek seperti membuat karya untuk bar, membikin dan menyebar stiker di kota-kota, hingga merespons bangunan-bangunan yang ia temui. Baginya, interupsi terhadap ruang publik ini merupakan upaya menafsir ruang publik itu sendiri.

Karyanya di Banca Generali sendiri seperti sebuah intisari dari apa yang ia temukan dari pelosok-pelosok kota Italia yang ia datangi. Rifky menyebut karya Farhan lowbrow – sebuah gerakan seni yang banyak ditemui di akhir 70an sampai 80an, dan sulit untuk tidak sepakat, apalagi kalau melihat karya-karyanya di pameran tahun 2011. Di masa itu, karya Farhan lebih verbal. Logo merk, nama merk, tumpah ruah begitu saja di atas kanvas. Di karya pameran tahun ini, logo-logo itu bersuara dengan lebih pelan, menjadi elemen penyusun esensi kecemasan kolektif yang dipengaruhi gaya renaissance.